33. Semangat Raven Mencari Uang

"Dan katakan kepada mereka, bahwa aku yang menopang langit dan bumi. Dan katakan pada mereka pula, bahwa akulah yang akan menghancurkannya." ~ Unnamed King.

¤¤¤

"Yang benar saja, Tuan Furash?! Katakan kalau kau sedang bercanda! Aku akan menggigitmu karena lelucon ini tidak lucu!"

Alvia histeris mengetahui tentang kasus yang menimpa mereka. Furash hanya tersenyum canggung karena sudah menyangka reaksi Alvia akan seperti itu.

"Aku serius, kita dalam masalah besar, haha."

"Bagaimana kau masih bisa tertawa di saat-saat seperti ini?!"

Alvia melempar selimut ranjangnya ke wajah Furash, selimut itu menutupi kepalanya.

"Meski aku tertawa, bukan berarti aku tidak serius loh."  Furash menyingkirkan selimut tersebut.

"Jadi kita harus bagaimana? Apa yang akan kita lakukan sekarang? Kita juga dilarang keluar dari Mugworth, bagaimana kita akan bertahan hidup setelah uang kita habis?" cecar Alvia.

Raven merogoh tas dan mengambil sebuah kantung kulit, dia menyimpan uang party di sana. Raven pun menghitung sisa uang yang masih mereka miliki kemudian bicara pada semua anggota party.

"Jika kita sangat berhemat, mungkin kita bisa dua minggu atau lebih di sini."

Alvia membalas, "Biaya sewa kamar di sini mengerikan! Aku tidak mau hidup prihatin, titik!"

Raven menyipitkan mata dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang. "Dan kau menyebut dirimu sendiri biarawati. Bukankah aliran Aphracia mengajarkan tentang kesederhanaan?"

"Itu sama sekali tidak ada hubungannya!"

Semua orang anggota party sibuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan untuk bertahan hidup. Sementara Furash lebih memikirkan tentang kasus yang menimpa mereka.

Bila kasus ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin penyuapan Alvia juga terkuak. Kalau itu terjadi, maka bukan hanya Furash dan Giovanni saja yang dijatuhi hukuman. Selain dicabut statusnya sebagai pemburu monster, mereka akan dijatuhi denda 10.000 shiling dan juga dimasukkan namanya ke daftar hitam gilda.

Di tengah kebimbangan yang melanda, Giovanni tiba-tiba bicara, dirinya masih belum melupakan apa yang Kilman katakan padanya.

"Bagaimana kalau kita terima saja tawaran Tuan Kilman untuk membantu kita?"

Furash dengan tegas menolak ide tersebut, "Tidak! Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun mendekati pria itu."

"Tapi, kenapa? Dia hanya ingin membantu kita."

"Jangan asal menerima tawaran dari orang asing, apalagi orang sepertinya. Kita tidak akan pernah tahu mereka tulus atau tidak. Itu penting untuk kau pertimbangkan terlebih dahulu."

Furash menegaskan, dia tak mau sedikitpun Giovanni berurusan dengan Kilman. Dirinya paham betul seperti apa karakter para pemburu yang beroperasi di Mugworth dan wilayah sekitarnya. Mereka sering memanfaatkan pemburu monster baru yang masih naif.

"Kalian semua tenang saja, aku yang akan mengurus masalah ini. Tapi, apapun yang terjadi jangan menerima bantuan dari pemburu monster manapun di Mugworth." Furash menoleh kepada Raven. "Aku percayakan padamu soal dana yang kita miliki. Berhemat-hematlah."

Raven menghela nafas dan hanya menganggukkan kepala. Furash pun beranjak ke luar kamar tetapi Alvia menghentikannya sebentar.

"Kau mau ke mana?" tanya Alvia.

"Menyelesaikan masalah. Mungkin aku akan pergi selama beberapa hari."

"Kalau ada pihak gilda yang datang mencarimu bagaimana?"

Furash tersenyum. "Ya, bilang saja aku tidak ada, haha. Tapi, aku yakin tidak akan ada yang mendatangi kalian."

Alvia tidak habis pikir mendengar jawaban itu. "Yang benar saja, Tuan Furash! Jangan bercanda!"

Belum sempat Alvia selesai bicara, pria itu sudah terlebih dahulu meninggalkan kamar dan pergi secepat angin. Itu membuat Alvia kesal, dirinya menggerutu seraya berjalan kembali ke ranjangnya untuk berbaring dan tidur.

"Apa Tuan Furash meninggalkan kita? Itu tidak mungkin, kan?" Ceanta cemas.

"Tentu saja tidak."

Raven beranjak mendekati jendela kamar. Dirinya memperhatikan ke sekitar penginapan sejenak sebelum menutup hordeng.

"Walau Tuan Furash kelihatan tidak bertanggung jawab, kekanak-kanakan dan sama sekali tidak bisa diandalkan. Tapi percayalah, setelah dia pergi, masalah akan selesai," ujar Raven sambil tersenyum.

"Apa kau yakin?" ujar Giovanni.

Alvia menimpali, "Percaya atau tidak, tapi tuan Furash bisa menyelesaikan semua masalah secara misterius. Tapi, tetap saja ... aku tidak akan pernah bisa terbiasa dengan itu."

Raven mengiyakan perkataan Alvia. Dia lalu menceritakan beberapa masalah yang pernah mereka alami sebelum kedatangan Giovanni. Beberapa perkara melibatkan instansi pemerintahan dan pihak-pihak tertentu yang memiliki jaringan luas serta pengaruh besar di wilayahnya. Semua itu diselesaikan Furash sendiri tanpa diketahui bagaimana caranya oleh Alvia dan Raven.

"Kita percayakan semuanya pada Tuan Furash. Sekarang, cepat kalian tidur. Sebab, besok perjuangan kita untuk bertahan hidup di kota ini akan dimulai!"

Baru kali ini Giovanni melihat Raven dengan wajah sumringah dan bersemangat seperti itu. Seolah-olah, ada yang membuat Raven begitu antusias menyambut hari di mana kesulitan mereka dimulai.

***

Tidak diperbolehkan mengambil misi membuat Raven memutar otaknya demi mencari uang. Dia memang biasa mengayunkan pedang dan baku hantam dengan monster, namun Raven juga memiliki keterampilan lain.

Semalam suntuk, Raven tidak tidur demi menggambar sigil di atas segulung kertas panjang. Dia hanya menggambar satu sigil yang sama, namun dengan jumlah banyak mencapai ratusan buah.

Raven menggambar sigil-sigil itu dengan rapi. Masing-masing simbol berjarak 5 centimeter dari satu sama lain. Ukurannya pun sama, ke atas 12 centimeter sementara ke samping adalah 8 centimeter.

Awalnya, Giovanni tidak mengerti kenapa Raven membuat sigil sebanyak itu. Namun, setelah Raven memotong-motong dan mengepaknya menjadi satu dalam sebuah wadah berbentuk silinder Giovanni pun paham.

"Kau berniat menjualnya, ya?"

"Ya, kau benar!" sahut Raven. "Kau cukup pintar, bagaimana kau tahu?"

"Wadah seperti itu sering Bundaku pakai dulu untuk menyimpan sigil buatannya sebelum dijual ke kota. Bunda melakukannya agar biara kami memiliki dana tambahan," jelas Giovanni.

"Bundamu punya insting berbisnis yang bagus. Meski hanya sedikit, tapi sigil berkualitas baik punya harga mahal di pasaran. Apalagi, kalau sigilnya adalah sigil penyembuhan. Sebab, di luaran sana tidak banyak yang memiliki penyihir medis dalam party mereka."

Raven sangat yakin pada kualitas sigilnya. Saking yakinnya, Raven tidak berpikir untuk menguji coba sigil-sigil buatannya terlebih dahulu setiap kali hendak dijual.

"Kalau begitu aku akan menemanimu menjual sigil-sigil itu." Giovanni berujar penuh semangat.

Ceanta tiba-tiba turut menimpali, "Aku juga mau ikut!"

Melihat keantusiasan dua anak itu, Raven tersenyum lebar. Dia merasa senang. Namun, di saat bersamaan rasa kewaspadaannya naik pada Giovanni. Terjadi gejolak kepercayaan dalam hati pemuda bermata ungu itu.

Hanya Alvia seorang aja yang enggan menemani Raven. Dia lebih memilih terus tidur tanpa ingin melakukan apapun. Baginya, jika sudah ada yang bekerja keras untuknya maka tidak ada gunanya untuk membantu mereka. Alvia juga merasa kalau dia pantas mendapat istirahat setelah semua yang dilakukannya selama perjalanan menuju Mugworth.

Setelah Raven selesai membuat dan mengepak sigil-sigilnya, dia ditemani oleh Giovanni dan Ceanta pun berangkat dari penginapan mengunjungi toko-toko yang menjual peralatan magis untuk menitipkan sigil-sigil buatannya. Kebetulan di Mugworth kios penjual peralatan magis menjamur di setiap sudut kota.

Tapi, tidak semudah itu bagi mereka menemukan toko yang mau menerima sigil-sigil Raven. Sebab, kebanyakan telah memiliki cukup stok sigil penyembuhan atau memang sama sekali tidak menjual sigil.

Mereka sempat menemukan satu toko yang mau menerima sigil-sigil Raven, tetapi hanya apabila dirinya membuat sigil berjenis lain. Tentunya, Raven tak mau bekerja keras lagi sehingga memilih kembali mencari toko lain.

Sore hari pun tiba, tapi mereka berempat masih belum menemukan toko lagi yang mau menerima sigil-sigil Raven. Oleh sebab ini, Giovanni pun mengusulkan mereka untuk membuka lapak sendiri besok. Namun, Raven tidak setuju.

"Kita perlu izin untuk itu, kita tidak bisa secara sembarangan mendirikan tenda di tepi jalan."

Raven lalu menunjukkan pada Giovanni dan Ceanta beberapa prajurit keamanan kota yang sedang berpatroli.

"Aku tidak mau berurusan dengan mereka gara-gara kita secara ilegal membuka lapak. Untuk itu, pemerintah Mugworth telah menyediakan tempat khusus bagi para pedagang yaitu pasar. Namun, di pasar pun kita harus menyewa tempat agar bisa berjualan. Untuk pemburu miskin seperti kita, biayanya sangat mahal," ujar Raven kembali.

"Jadi kita akan terus berkeliling sampai ada yang mau membeli sigil-sigil kita?" Giovanni sudah merasa penat, begitupun dengan Ceanta.

"Ya, itulah yang namanya berdagang. Kalau tidak mau lelah maka kau tidak akan bisa mendapatkan uang."

Raven kedengaran optimistis, seolah ada api di dalam tatapan matanya yang mengobarkan semangat juang mencari uang.

Dari seberang jalan, seorang kakek-kakek bertubuh kecil yang sedang memikul sebuah tas besar tampak sedang memperhatikan Giovanni dan kelompoknya. Dia mendengar percakapan mereka, lalu merasa tertarik pada wadah sigil yang ada di pelukan Raven.

Si kakek pun menyebrangi jalan untuk mendekati mereka bertiga.

"Hei, anak-anak!" seru kakek itu.

Seketika Giovanni, Raven dan Ceanta menoleh padanya. Mereka memasang raut bingung melihat si kakek mendekat.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Hahaha, tidak baik keluyuran di tengah kota tanpa pengawasan orang tua," ujar si kakek lagi.

"Anda siapa?" Raven yang bertanya.

"Namaku? Ah, namaku adalah Antonio ... Antonio Lugh Mamphis. Aku pedagang keliling, salam kenal."

Mendengar identitas kakek tua itu Raven langsung merasa sumringah.

"Namaku Raven Alansmith, Tuan Mamphis, dan ini adalah teman-temanku, Giovanni Almere dan Ceanta Amatrano."

Antonio tersenyum lebar, dia memuji pemuda itu atas semangat yang dia tunjukkan. Setelah itu, tanpa basa-basi Antonio pun menyinggung perihal wadah sigil yang Raven peluk.

"Sebelumnya, aku minta maaf, tetapi aku mendengar pembicaraan kalian dari seberang jalan. Kudengar, kalian sedang kesulitan mencari pembeli untuk sigil-sigil kalian. Apa benar?"

"Sebenarnya kami sedang mencari tempat untuk menitipkan sigil-sigil ini, tapi jika Anda ingin membelinya itu tidak masalah!" ujar Giovanni. Untuk suatu alasan Raven menyikut perutnya setelah berujar demikian.

"Oh, begitu." Antonio mengelus dagu. "Apa boleh aku mengetes kemujarabannya? Kebetulan jariku terkilir."

Kakek itu kemudian melepas perban yang membungkus jari kelingkingnya.

"Tentu saja, Tuan. Ini, silahkan coba. Sigil buatanku pasti bekerja dengan baik." Raven memberikan selembar sigilnya.

Antonio pun memasang sigil itu ke kelingkingnya. Tak berapa lama sigil tersebut bercahaya dan menyembuhkannya. Antonio tersenyum puas pada uji coba tersebut.

Namun, dia tidak lantas setuju membeli sigil buatan Raven. Dirinya malah meminta Raven, Giovanni dan Ceanta mengikutinya ke suatu tempat. Meski sempat bingung, mereka bertiga akhirnya mengikuti Antonio.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top