3. Suara Derit Dan Rantai Misterius
"Kau tidak akan tahu bola tenis akan jatuh ke mana saat dia membentur net." ~ Seorang algojo asal Itali
¤¤¤
Terdengar suara gaduh di perpustakaan gereja. Bunyi debum buku yang jatuh satu per satu menggema ke seluruh penjuru.
Di salah satu lorong, kelihatan Giovanni tengah mengacak-acak seisi rak berisi buku-buku yang berkaitan tentang rapalan mantra. Sementara itu, di keranjang besar yang dia letakkan tampak beberapa buku tentang gangguan dalam sirkuit sihir manusia.
Sirkuit sihir sendiri berperan penting bagi manusia dalam menggunakan sihir. Sirkuit sihir terdiri dari inti mana, Pathway dan jaringan sumsum magi.
Inti mana berfungsi sebagai pusat sirkulasi Mana dalam tubuh manusia yang letaknya berada di dada sebelah kiri di dalam jantung, sementara Pathway merupakan jalur mengalirnya Mana di dalam tubuh. Dan yang terakhir jaringan sumsum magi adalah tempat diproduksinya Mana di dalam tubuh.
"Di mana buku itu?"
Giovanni terus mengacak-acak isi rak sampai tanpa sengaja dirinya menyenggol salah satu buku hingga buku itu terjatuh tepat ke wajahnya. Alhasil, Giovanni pun menggerutu kesal pada buku usang itu.
Seorang biarawati tanpa Giovanni sadari tiba-tiba masuk ke dalam perpustakaan. Mendengar ada suara gaduh di salah satu lorong, dirinya bergegas memeriksa dan mendapati Giovanni sedang berada di antara tumpukan buku yang dia obrak-abrik dari rak.
"Ya ampun! Anak nakal, apa yang sudah kau lakukan?!" seru biarawati itu.
"S–saudari Care? Aku bisa menjelaskannya, tolong jangan marah!"
Biarawati muda itu bernama Care, dia adalah rahib yang bertanggung jawab atas perpustakaan dan skriptorium biara. Dia memiliki paras seperti Bunda tetapi memiliki tahi lalat di bawah bibir sebelah kirinya.
Menjadi penanggung jawab perpustakaan, bisa ditebak seberapa marahnya Care melihat buku-buku yang telah dia pastikan bersih dan rapi sepanjang hari dibuat berantakan begitu saja oleh Giovanni.
Kedua mata Care seketika bercahaya dan dia tanpa diduga mengeluarkan sebuah gada berduri yang entah di mana selama ini dia simpan.
"T–tunggu, Saudari Care! Jangan pukul aku, aku—"
"Sebaiknya kau rapikan dalam lima menit atau aku akan menghukummu dengan gada ini," ancam Care dengan nada serius.
"Baik! Akan kulakukan!"
Giovanni beruntung sebab Care hari ini sedang bersabar, biasanya dia akan melayangkan gadanya tanpa pikir panjang.
Sayangnya, kesabaran Care hanya berlangsung sesaat sebab saat Giovanni merapikan buku-buku yang diberantakkannya, Care melihat beberapa buku telah rusak di keranjang Giovanni. Dia langsung mengambil kesimpulan kalau Giovanni lah penyebab rusaknya buku-buku tersebut. Care pun kembali memarahi Giovanni dan menambah hukumannya.
Care mengikat tubuh Giovanni di atas pasak, kemudian meletakkannya di depan perpustakaan seraya memaksanya memperbaiki semua buku-buku yang rusak itu sementara Care mengancamnya dengan gada berdurinya.
"Tolong! Lepaskan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi!"
"Hushh! Diam dan cepat selesaikan semua buku-buku ini!"
Di kejauhan, Bunda tengah bersama Enge–biarawati lain di Gereja Roveena–serta Derek sedang memperbaiki pintu kamar rahib perempuan yang telah rusak. Akibat erangan Giovanni, mereka bertiga berhenti sejenak untuk memperhatikannya.
"Apa Kakak tidak akan ke sana?" Derek merasa khawatir kalau Care akan menyakiti Giovanni.
"Biarkan saja. Tidak mungkin Care akan memukul Giovanni dengan gada itu. Terlebih, dia pasti sudah membuat kesalahan," balas Bunda.
"Bukankah itu agak sedikit berlebihan? Maksudku, sampai mengikatnya ke pasak dan mengancamnya seperti itu?"
Bunda mengindikkan bahu lalu kembali mengerjakan urusannya. Enge kemudian yang menjawab pertanyaan Derek, "Tidak apa-apa. Saudari Care mungkin sedikit keras, tetapi dia tidak akan bersikap sampai sejauh itu dengan melukai Giovanni. Meski dia galak, namun Saudari Care sebenarnya sangat menyayangi Giovanni."
Mendengar penuturan Enge membuat Derek bergeleng-geleng. Dirinya ingin membantu Giovanni namun takut nanti Care mengiranya ikut campur. Pria buncit itu pun akhirnya hanya bisa berharap kalau Giovanni akan baik-baik saja.
Sementara itu sambil memperhatikan Giovanni, Care juga menginterogasinya.
"Kenapa kau mengambil semua buku-buku ini?" Care memegang salah satu buku. "Penyebab di balik kecacatan inti mana, malfungsi sumsum magi, kelainan sirkuit sihir. Apa yang ingin kau ketahui dari buku-buku semacam ini?"
"A–aku hanya ingin tahu alasan kenapa aku kesulitan merapal mantra," ujar Giovanni sambil menahan tangis.
Care tertawa mengetahui alasan Giovanni. "Ya ampun. Kau tidak bisa mengetahui kalau kau menderita cacat sirkuit sihir dengan hanya membaca buku, Gio. Ini bukan seperti penyakit biologis yang dapat kau ketahui hanya dari gejala fisik saja."
Sirkuit sihir sendiri tertanam secara spiritual dalam tubuh manusia. Artinya, untuk mengetahui jika ada kecacatan di dalamnya diperlukan alat khusus. Namun, alat khusus ini hanya dimiliki oleh fasilitas sihir yang ada di kota-kota besar.
"Karena itu kalau kau ingin tahu apakah sirkuit sihirmu cacat, kau harus pergi ke kota. Datangilah akademi sihir atau gereja-gereja pusat penyembuhan."
"Tapi, bagaimana dengan biayanya?"
"Ya, tentu saja! Bagaimana dengan biayanya? Ya, jangan pikirkan itu karena lagipula kau pun tidak akan berangkat ke kota."
Giovanni ingin sekali menyoret wajah Care seandainya dia tidak memiliki watak galak dan tak sedang memegang gada.
"Itu tidak membantu, Saudari Care!" ucap Giovanni ketus.
"Ya, sudah kalau begitu. Jangan pikirkan kalau kau punya kecacatan sirkuit sihir atau tidak. Sudah-sudah, sekarang cepat selesaikan buku-buku yang rusak itu," desak Care.
Giovanni mendengus lantas berpaling ke buku yang sedang diperbaikinya.
"Padahal aku hanya ingin tahu kenapa aku kesulitan merapal mantra." Giovanni bergumam tapi Care masih bisa mendengarnya.
"Berjuanglah lebih keras lagi. Seperti yang Bunda bilang, tekunlah dalam belajar dan mencoba."
Berbeda jika Bunda yang mengatakannya, Giovanni berani membantah kalau Care yang bicara demikian. Sebenarnya, dia sudah sangat muak terus mendengar hal yang sama ketika dirinya merasa frustasi karena kesulitan merapalkan mantra.
"Aku sudah tidak bisa menggunakan mantra selain Fire Orb sejak dua tahun yang lalu, Saudari Care! Apa kau pikir aku tidak belajar keras dan tekun selama ini?"
"Eh? Begitu kah? Hmm, kukira kau sudah menyerah karena rasa frustasimu itu." Care terkekeh.
"Aku memang putus asa, tapi aku masih ingin mencoba! Yang jelas ... jangan katakan hal itu lagi karena itu hanya membuat semangatku semakin menurun!"
Giovanni tidak menanggapi candaan itu dengan respon yang baik. Wajahnya memerah, bibirnya terlipat dan dahinya berkerut persis seperti simpanse ketika sedang marah.
Melihat wajah "murka" yang Giovanni buat, Care malah merasa iba sebab melihat ekspresi Giovanni begitu menyedihkan. Dalam benaknya, Care menganggap Giovanni bahkan gagal menunjukkan wajah marah yang seharusnya mengerikan.
"Baik, baik. Begini saja. Kalau kau masih bernafsu mempelajari sihir, bagaimana jika nanti malam kau ikut denganku ke skriptorium?"
Giovanni mengernyitkan dahinya. "Untuk apa ke sana?"
"Ada banyak catatan kuno yang Bunda dan aku salin serta terjemahkan. Mungkin, kita akan menemukan catatan yang bisa membantumu."
"Bagaimana kalau tidak?" Giovanni ragu.
"Hmm, kalau tidak, artinya kau harus menerima nasibmu. Kalau kau tidak berbakat, maka mungkin memang benar kau memiliki kecacatan dalam sirkuit sihirmu, hahaha!"
Care mungkin terlihat ketus dan menyebalkan di mata Giovanni, namun jauh di lubuk batinnya Care sangat menyayangi Giovanni seperti adiknya sendiri.
***
Malam harinya, Care membawa Giovanni masuk ke skriptorium yang letaknya berada di bawah gereja. Begitu masuk, Giovanni terpana melihat sebuah peta besar yang terpasang di langit-langit skriptorium. Terakhir kali dia masuk ke sini, peta tersebut belum ada di sana.
"Kau tunggu di sini, biar aku mencarikan catatan yang kau perlukan dan jangan sentuh apapun!"
Giovanni mengangguk-angguk pada peringatan Care. Setelah itu, Care beranjak pergi mengambil tangga di sudut ruangan. Dia lantas menggunakannya untuk memanjat rak tertinggi.
Selagi Care mencari catatan, Giovanni mematuhi peringatannya dengan duduk di kursi dekat salah satu meja yang biasa Bunda gunakan untuk menyalin catatan.
Di atas meja, Giovanni menemukan banyak teks kuno yang ditulis menggunakan bahasa yang tak Giovanni kenali. Ada pula sebuah buku dengan sebuah bola hijau menempel di sampulnya. Sekilas, buku tersebut kelihatan seperti kitab atau grimoire namun Giovanni menjadi penasaran sebab di bagian pinggir buku tersebut terpasang alat yang mencegah siapapun untuk membukanya.
"Saudari Care, ini buku apa?"
Giovanni bertanya seraya menunjukkan buku itu. Care yang segera menoleh seketika panik lalu dengan kecepatan kilat turun untuk merebut buku tersebut dari tangan Giovanni. Dia langsung marah-marah karena Giovanni melanggar peringatannya.
"Sudah kubilang jangan sentuh apapun di sini! Apa kau tidak mendengarkanku?" omel Care bersungut-sungut.
"Tapi, aku hanya bertanya. Apa aku salah?"
"Kau salah hanya dengan menyentuh buku ini! Bunda bisa marah kalau melihatmu menyentuhnya. Sekarang, kau keluar saja. Nanti aku yang akan membawakan catatan itu untukmu."
Dengan raut yang tidak puas, Giovanni berjalan keluar skriptorium sambil terus mengumpat. Dirinya merasa Care hanya mempermainkannya.
Sampai di gereja, sebuah ide pun terlintas di kepala Giovanni untuk membalas perbuatan Care. Dia menarik beberapa bangku ke depan pintu masuk menuju ke skriptorium untuk menghalangi Care keluar. Giovanni tersenyum puas begitu selesai melakukannya, seperti seorang bos mafia yang baru saja menghabisi rival bisnisnya.
"Rasakan itu, Saudari Care. Tidurlah di skiptorium sampai besok pagi!" cibir Giovanni.
Udara di dalam gereja tiba-tiba saja mendadak berubah dingin. Giovanni terkejut lantas membalikkan badannya, dia mengira Bunda telah memergokinya mengacak-acak bangku gereja. Namun, ketika Giovanni berbalik badan dia tidak mendapati seseorang pun.
Pintu gereja tertutup rapat, dan obor-obor penerang di dinding ruangan masih menyala seperti biasa. Akan tetapi, keheningan di dalam gereja yang biasanya terasa damai kini berubah mencekam.
Suara derit engsel terdengar beberapa saat kemudian. Giovanni memandang ke arah pintu gereja, namun dia tak melihat pintu bergerak sedikit pun. Akan tetapi suara derit tersebut masih berbunyi, tanpa Giovanni ketahui dari mana asalnya.
Barulah ketika Giovanni memutuskan melangkah ke tengah gereja untuk memeriksa asal suara derit itu, suara derit tersebut berhenti berbunyi.
Untuk sesaat Giovanni merasa lebih tenang, hingga beberapa saat kemudian terdengar suara lagi. Tapi, alih-alih bunyi deritan Giovanni malah mendengar suara rantai yang diseret dan suara itu terdengar sangat dekat.
Saat Giovanni berbalik badan, dia mendapati seseorang tengah menatapnya dengan tajam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top