26. Penyelamat
"Kekuasaan dan kekayaan, dua hal ini menjadi motivasi utama manusia dalam hidup. Tetapi di balik itu semua, mereka hanya menginginkan ketenangan batin." ~ Akito Kashiwagi.
¤¤¤
Kucing itu berjalan pelan mendekati Raven dan Alvia. Kedua matanya memancarkan cahaya hijau, pupilnya yang berbentuk oval menambah garang aura yang menguar dari kehadirannya.
Raven dan Alvia terus bersiaga kendati ghoul-ghoul di sekitar mereka berhenti bergerak. Justru, kedatangan kucing itu membuat keduanya semakin cemas.
"Aura ini ... aura yang sangat gelap!" Alvia gemetar hanya dari melihat si kucing.
Melihat reaksi Alvia, kucing itu menyunggingkan senyum kecil membuat Raven mendelik. Dia tak menyangka kalau kucing yang dikiranya monster itu mampu membentuk ekspresi wajah yang jelas.
"Pemilik sihir bayangan, cukup langka," kata si kucing lirih setelah melihat Raven. "Baiklah, mari kita lakukan ini."
Tiba-tiba, semua ghoul yang mengepung Raven dan Alvia jatuh ke tanah. Bongkahan-bongkahan batu di sekitar mereka kemudian mulai melayang bersamaan dengan munculnya beberapa lingkaran sihir di sekitar tubuh si kucing.
"S–sihir levitasi Amadoria?!" Alvia mengenali lingkaran sihir tersebut. Amadoria adalah salah satu tokoh yang diagungkan di ajaran Aphracia selain Santa Astorias dan merupakan pencipta banyak mantra sihir.
Tanpa pikir panjang lagi, si kucing langsung meluncurkan bebatuan yang diangkatnya secara bersama pada kedua manusia di hadapannya.
Itu memaksa Raven membuat sebuah bola bayangan, untuk menepis bebatuan yang meluncur ke arahnya dan Alvia. Di saat bersamaan, Raven menjulurkan tangan-tangan bayangannya ke arah si kucing.
"Fire Strike!" Alvia membantu dengan menembakkan semburan api berkecepatan tinggi.
Namun, kedua serangan itu tak satu pun yang mengenai si kucing, karena dirinya berhasil melindungi diri menggunakan bongkahan batu yang dikendalikannya.
Si kucing pun langsung menyerang balik, dia meluncurkan lebih banyak batu lagi.
Hujan batu yang mengguyur memaksa Raven menarik tangan-tangan bayangannya untuk memperkuat pertahanan. Akan tetapi, si kucing melihat ada celah saat Raven memanggil kembali tangan-tangan bayangannya tersebut.
Tanpa sepengetahuan Raven, kucing itu langsung melemparkan sebuah batu dengan kecepatan sangat tinggi. Batu itu dengan telak mengenai kepala Raven, membuatnya jatuh tak sadarkan diri dengan luka parah di pelipis.
"Raven!"
Melihatnya tumbang, Alvia tanpa pikir panjang merapalkan mantra Falldom ke arah si kucing. Tapi, bukannya melumpuhkan kucing itu, Alvia malah tiba-tiba merasakan sakit di belakang tubuhnya.
"A–apa?!"
Dari belakang gadis itu, ada kucing lain yang menusukkan sebuah batu runcing besar ke punggungnya. Dia memperdalam tusukannya, membuat Alvia mengerang kesakitan. Dia memperdalam tusukannya lagi, dan kali ini, Alvia memuntahkan darah lalu ambruk ke tanah.
"Hmph, dasar anak-anak."
Kedua ekor kucing yang menyerang Raven dan Alvia saling mendekat. Mereka kemudian bersentuhan lalu bergabung menjadi satu.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja sesosok pria terguling jatuh dari sisi tebing di dekat si kucing. Pria itu pingsan dan dalam keadaan penuh luka. Si kucing tersenyum begitu melihat wajah pria itu.
"Kalau yang ini akan jauh lebih merepotkan lagi, tapi tidak bagiku, Salem!"
Dia mulai merapalkan mantra sihir levitasi dan mengangkat tubuh ketiga manusia itu, lalu membawa mereka ke balik kabut.
***
Siapa dia? Pertanyaan ini yang pertama Giovanni lontarkan ketika mendekati gadis berambut coklat sepundak itu, gadis yang sama yang sedang memata-matai Alvia. Dia ikut jatuh ke jurang saat Alvia meruntuhkan jembatan. Lalu, yang kedua adalah, apa yang dia lakukan di sini?
Namun, kedua pertanyaannya itu tak membuat Giovanni lupa untuk membawa si gadis ke tempat yang lebih aman. Beruntung, Giovanni menemukan sebuah ceruk yang jalan masuknya hanya mampu dilewati oleh anak seumurannya.
Di dalam ceruk tersebut, Giovanni membaringkan si gadis. Dia lalu melepas baju dan menggulungnya untuk dijadikan bantalan kepala bagi gadis itu. Hanya ini yang bisa Giovanni lakukan untuknya.
"Okopu, ayo." Giovanni berdiri. Dia berniat melanjutkan pencarian anggrek hitam.
"Bagaimana ... dengan ... dia?"
"Kita akan kembali ke sini setelah mendapatkan anggrek hitam itu," ujar Giovanni. "Dia akan baik-baik saja di sini ... mungkin."
Kendati umur mereka terlihat tak jauh berbeda, tetapi Giovanni dapat melihat kalau gadis itu jauh lebih tangguh darinya. Fakta bahwa si gadis berada dan berhasil bertahan di gua ini sudah cukup memberitahu Giovanni tentang hal tersebut.
Selain itu, Giovanni menganggap kalau gadis itulah pemilik jejak yang diikutinya. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa gadis itu datang dari arah berlawanan? Seolah-olah, dia sedang kembali.
Bila dugaan Giovanni terhadap kesamaan tujuan mereka benar, maka terdapat dua kemungkinan yang Giovanni pikirkan karena dia tidak melihat si gadis membawa anggrek hitam.
Pertama, gadis itu tidak menemukan anggrek hitam di ujung lorong. Namun, dia ragu pada kemungkinan ini, sebab dirinya berpikir Salem tak akan mengirim mereka ke sini jika bukan untuk mendapatkan anggrek hitam itu.
Kedua, melihat dari luka-luka yang dia terima, Giovanni berpikir kalau ada si gadis kembali karena kuwalahan menghadapi ghoul-ghoul yang ada. Bisa jadi, lebih dalam memasuki lorong, ghoul-ghoul itu menjadi semakin kuat.
Tapi, apapun itu resikonya, Giovanni tidak peduli. Dia percaya pada Salem, dan demi Ceanta, Giovanni akhirnya melangkah ke luar ceruk dengan busur teracung.
Namun, baru beberapa detik dia berpaling, tiba-tiba Giovanni suara batuk keras di belakangnya. Dia pun berbalik badan dan mendapati si gadis tengah bersusah payah untuk duduk.
"Apa kau baik-baik saja?" Giovanni bergegas menghampiri.
Gadis itu melirik ke anak lelaki yang mendekat. Iris mata hijaunya berbinar terkena kilauan api dari mantra Fire Orb Giovanni.
"Siapa kau?" tanya gadis itu.
"Namaku Giovanni. Sebelumnya, terima kasih karena telah menyelamatkanku. Apa boleh aku mengetahui namamu?" Giovanni tampak sumringah melihat gadis itu siuman.
Si gadis memperhatikan Giovanni sesaat, ada beberapa pertanyaan lewat di pikirannya terutama tentang kaki kiri Giovanni.
'Bukankah kakinya buntung?' gumamnya, namun dia segera mengabaikan tentang hal tersebut.
Gadis itu kemudian menghela nafas sebelum menjawab pertanyaan Giovanni.
"Astria ... Astria Axelia," ucapnya lemah.
"Salam kenal kalau begitu." Giovanni tersenyum. "Oh, ya, dan ini Okopu."
Astria tak peduli pada kera goblin itu dan langsung bertanya, "Bagaimana bisa kau berada di sini?"
"Aku disuruh untuk mencari bunga anggrek hitam. Lalu, kau?"
"Kau juga? Apa kau disuruh oleh kucing itu?"
Bahu Giovanni turun, mendengar perkataan Astria membuktikan semua dugaannya pada gadis itu.
"Iya, kau benar."
Giovanni lalu menceritakan bagaimana dirinya bisa berada di dasar jurang dan juga pertemuannya dengan Salem. Selepas itu, Giovanni menanyakan apa yang membuat Astria berada di dasar jurang dan bagaimana pertemuannya dengan Salem.
Saat Giovanni menanyainya demikian, Astria tidak langsung menjawab melainkan memalingkan wajah sesaat, tampak memikirkan suatu hal.
'Tidak, aku tidak boleh memberitahunya.'
Astria tahu yang di depannya adalah teman serombongan Alvia. Dia tak mungkin mengatakan bahwa dirinya jatuh bersama runtuhnya jembatan ketika tengah membuntuti mereka.
Itu akan membuat Giovanni mencurigainya. Oleh sebab ini, Astria memutar otak mencari alasan lain yang cukup kuat dan mampu menipu Giovanni.
"A–aku ... aku hanya pemburu monster yang kebetulan melintas untuk menyelesaikan misi di dekat jurang ini. Tapi, tiba-tiba monster kuat muncul dan partyku dimakan olehnya. Aku berusah kabur, tapi aku malah jatuh ke jurang ini." Astria menjawab dengan mata berkaca-kaca.
Mengetahui itu Giovanni merasa iba. "Jadi itu yang terjadi? Aku ... aku turut bersedih mendengarnya."
Astria kemudian melanjutkan kalau setelah jatuh dan bertemu dengan Salem yang menyelamatkannya, kucing itu memintanya untuk mendapatkan anggrek hitam sebagai balas budi.
Jika Astria berhasil mendapatkannya, Salem berjanji akan membantunya lagi, yaitu dengan menunjukkan jalan keluar dari jurang.
"Bagaimana denganmu? Apa dia juga menjanjikan hal yang sama?" tanya Astria sambil mengelap air mata.
"Ah, tidak. Salem memintaku mencari anggrek hitam itu agar dia bisa menyelesaikan ramuannya. Kami membutuhkan ramuan itu untuk menyelamatkan temanku," jawab Giovanni.
"Kau tidak sendiri?" Astria tiba-tiba merasa cemas.
"Iya ... temanku sedang dalam keadaan kritis. Aku harus buru-buru mendapatkan anggrek hitam itu. Tapi, karena melihatmu kembali dalam keadaan penuh luka seperti itu, aku tidak yakin kalau lorong yang kita telusuri ini benar." Giovanni tersenyum canggung.
"Jika kau tidak asal menebak, kau pasti menemukan jejak kakiku yang masuk bolak-balik dari satu lorong ke lorong lainnya di percabangan jalur gua. Aku sudah memeriksa semua lorong yang ada dan yang ketiga ini adalah yang benar," balas Astria.
"Sungguh? Tapi, aku tidak melihatmu membawa anggrek hitam itu."
Untuk membuktikan perkataannya, Astria mengambil sebuah kotak kecil yang diikatnya pada sebuah kalung dan dia masukkan ke balik zirah kulit yang dia pakai.
Astria menggenggam kotak kecil itu cukup erat, lantas mulai mengalirkan Mana ke dalamnya. Cahaya biru berpendar terang dari kotak kecil tersebut.
Astria pun membuka genggaman, cahaya biru itu kemudian berubah bentuk menjadi sebuah silinder semi transparan yang di permukaannya termuat berbagai macam bentuk rune.
"Artefak magis?" Giovanni langsung mengenali kotak kecil tersebut.
"Namanya Object Keeper, aku menyimpan beberapa anggrek hitam itu di dalam kotak ini."
"Kau sudah mendapatkannya?"
Astria mengangguk seraya mengulas senyum. Dia segera menyentuh sebuah kalimat rune pada permukaan silinder cahaya, beberapa buah anggrek hitam pun termaterialisasi di hadapan Giovanni.
Astria lalu menyentuh beberapa kalimat rune lainnya dan memunculkan sejumlah ramuan obat. Dia meminum ramuan obat tersebut, luka-luka di tubuhnya pun pulih namun tidak seutuhnya. Astria menyebut, kalau sihir penyembuhan Salem jauh lebih manjur dari ramuan obatnya.
"Kau tidak perlu masuk lebih jauh ke dalam lorong ini. Aku sudah mengambil cukup banyak anggrek hitam. Kita bisa kembali menemui Salem," ucap Astria.
"Tapi, apa tidak apa-apa? Maksudku, itu adalah usahamu."
Astria terkekeh, "Tidak apa-apa. Aku tidak mau kehilangan satu-satunya manusia yang kutemui di tempat ini."
"Aku akan sangat berterima kasih kalau begitu!" balas Giovanni.
Astria kemudian berdiri, gadis itu tampak sedikit lebih tinggi dari Giovanni, mengisyaratkan umurnya yang sedikit lebih tua.
Astriapun menaruh kembali anggrek-anggrek hitamnya ke dalam Object Keeper sebelum menyimpan kotak kecil itu ke balik zirah kulitnya seperti semula.
Mereka berdua lantas beranjak keluar dari dalam ceruk dengan kewaspadaan tinggi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top