25. Gua Ghoul

"Selama itu bukan tanggung jawabmu, maka lakukanlah sesukamu!" ~ Antonio Lugh Mamphis

¤¤¤

Di bawah lereng batu itu, terdapat sebuah gua dengan lorong gelap yang panjang. Saat Giovanni memasukinya, kawanan kelelawar di atas langit-langit gua bercicit menyambut kehadirannya.

Degup jantung Giovanni semakin keras berbunyi. Seiring rasa khawatirnya yang naik, darahnya bersirkulasi semakin cepat.

"Yang agung lagi maha perkasa, sang penguasa bahtera ilahi di atas singgasanaNya. Hamba bersimpuh dan berdoa, curahkan hamba atas karuniaMu pada pelita surga. Fire Orb!"

Sepijar api menyala di telapak tangan Giovanni. Dia menengadah ke atas, melihat-lihat langit kapur yang cadas. Di sana kelelawar bergelantungan, kemudian karena gangguannya kabur menerbangkan diri menyisakan bercak merah di udara yang bersuhu panas.

Giovanni untuk yang kesekian kalinya meneguk ludah, kemudian melangkah lebih jauh memasuki gua.

Salem memberitahunya kalau lokasi anggrek hitam berada di sisi lain gua yang menjadi jalan menuju sebuah air terjun tersembunyi di mana anggrek-anggrek hitam tumbuh subur tanpa gangguan.

"Kucing itu bilang padaku untuk terus mengikuti jalan yang pertama kulihat, hanya itu. Tapi ...."

Giovanni berhenti ketika dia menemukan lorong gua mulai bercabang. Tiga cabang lorong ini semuanya Giovanni lihat bersamaan karena lorong masuk yang dia lewati hanya mengarah lurus ke depan.

"Lewat jalan yang mana, ya?"

Giovanni memegang dagu sibuk berpikir, Okopu di sisi lain hanya berdiam diri.

Dia memperhatikan ke sekitar mulut gua berharap menemukan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk untuk memilih jalan yang tepat. Giovanni pun melihat adanya jejak-jejak kaki dari dan menuju ketiga lorong tersebut yang tercetak di atas permukaan berlumpur tanah gua.

Setelah mengawasi lebih lama, Giovanni mendapati kalau masing-masing jejak kaki di setiap lorong itu memiliki dua pola pergerakan yang saling berlawanan. Satu mengarah masuk dan yang kedua mengarah ke luar. Pada jejak kaki yang mengarah ke luar lorong, jejak tersebut akan terus berlanjut ke lorong yang ada di sebelahnya.

Pola pergerakan yang sama terus terulang hingga berakhir ke lorong yang berada paling kanan dari ketiga lorong yang ada. Selain itu, bentuk jejak-jejak kaki itu sama.

Giovanni pun menyimpulkan, kalau siapapun pemilik jejak ini berusaha menemukan jalan yang tepat dengan memeriksa semua lorong itu satu per satu.

Ketidakadaan jejak kaki yang mengarah ke luar di lorong ketiga membuat Giovanni berpikir kalau si pemilik jejak masih sedang dalam perjalanan memeriksa lorong tersebut

"Jejak-jejak ini masih baru dan mirip jejak kaki manusia. Ada orang yang mendahuluiku masuk, tapi siapa dia?"

Giovanni mempertimbangkan untuk mengikuti jejak-jejak kaki tersebut.

Dia tak tahu apa tujuan pemilik jejak kaki itu menjelajahi gua. Tetapi, apabila menilai dari penuturan Salem yang mengatakan kalau di gua ini tak ada apapun selain anggrek hitam itu, Giovanni beranggapan kalau tujuan pemilik jejak itu sama dengannya.

"Ah, lupakan. Siapapun atau apapun dia, aku akan melakukan segalanya demi menyelamatkan Ceanta!" ujar Giovanni mantap.

Okopu pun menjadi ikut bersemangat mendengar Giovanni menyoraki dirinya sendiri.

"Oke, ayo kita masuk ke sana!"

Giovanni menarik tali busurnya dan menciptakan anak panah. Dirinya lantas bergegas melangkahkan kaki, melintasi tanah berlumpur memasuki lorong ketiga.

***

Semakin dalam Giovanni menelusuri lorong berlumpur itu, keadaannya semakin becek karena air dari stalaktit di langit-langit gua yang menetes begitu deras.

Di saat bersamaan, Giovanni merasakan hawa dingin yang aneh. Sensasi yang dirasakannya sama seperti ketika berhadapan dengan Glaze Fox. Beberapa spekulasi bermunculan di dalam benak Giovanni tentang kemungkinan keberadaan monster rubah itu di dalam gua ini.

"Tuan! Tuan!" Okopu tiba-tiba menarik kepala Giovanni.

"Aw, ada apa?!" Giovanni cukup kesal dengan tindakan Okopu.

Dalam situasi lain, Giovanni mungkin akan memarahi Okopu. Hanya saja tidak untuk kali ini. Begitu menoleh ke arah yang Okopu tunjukkan, Giovanni langsung melupakan kekesalannya.

"Makhluk apa itu?"

Di dalam pekatnya kegelapan, Giovanni melihat sesosok monster samar-samar mendekat. Cahaya api dari mantra Fire Orbnya tak cukup luas untuk mencakup sosok itu dan menguak wujudnya yang sebenarnya.

Barulah ketika sosok itu berada cukup dekat dengan cahaya api, Giovanni mampu melihat penampilan sang monster yang mengerikan.

"A–apa ini?!"

Di depan Giovanni adalah sesosok ghoul, dan dia tidak sendirian. Di belakang ghoul itu lalu menyusul beberapa ghoul yang lain. Rupa mereka tak kalah mengerikan, bahkan ada beberapa yang memiliki mata bulat besar dengan gigi-gigi tajam mencuat tak beraturan yang berlumuran oleh darah.

Ghoul yang berlumur darah itu, nampak tengah menggigit sepotong lengan.

"Menjauhlah dariku!"

Tanpa pikir panjang Giovanni menembakkan anak panahnya pada sekumpulan ghoul itu. Dia sukses mengenai satu ghoul dan menumbangkannya. Tetapi, seketika itu juga ghoul yang lain bereaksi dengan berlari ke arah Giovanni.

"Jangan mendekat!"

Giovanni kembali menembakkan anak panah, beberapa ghoul pun tumbang di tembakannya. Namun, itu tidak cukup untuk menghentikan ghoul-ghoul yang lain.

Dirinya pun langsung melarikan diri dari kejaran sekawanan ghoul itu.

Medan yang berlumpur cukup menyulitkan Giovanni, namun tidak dengan para ghoul. Kaki-kaki mereka menjadi berselaput ketika menapak permukaan basah dan tidak stabil, dengan demikian membuat mereka lebih mudah untuk bergerak di atas lumpur.

Dengan cepat Giovanni pun tersusul. Salah satu ghoul melompat untuk menerkamnya, tapi Giovanni menyadari lompatan ghoul itu karena sempat menoleh ke belakang.

Giovanni pun berguling demi menghindari ghoul itu. Begitu sukses mengelak, Giovanni langsung menembakkan anak panah untuk melumpuhkannya.

"Masih ada yang lain!"

Giovanni merasa panik bukan main melihat kedatangan sekitar 10 ghoul ke arahnya. Giovanni langsung memutar otak untuk mencari cara mengatasi mereka semua. Lari saat ini bukan pilihan karena jarak yang terlalu dekat.

"Semoga ini berhasil!"

Jari-jari Giovanni dia letakkan pada sebuah simbol yang ada di permukaan busurnya. Dia melakukannya seraya mengalirkan Mana pada simbol tersebut.

Saat Giovanni menarik tali busur, sebuah lingkaran sihir mantra penggandaan pun muncul di depan bidikannya.

"Aku harus memastikan semua tembakanku kena!"

Lingkaran sihir itu bersinar kala Giovanni melepaskan anak panahnya. Jumlah anak panah yang dilesatkannya pun bertambah menjadi tiga buah berkat lingkaran sihir tersebut. Satu anak panah melesat mengenai Ghoul yang berada terdepan, sementara satu anak panah lain mengenai Ghoul di sebelahnya. Sayang, anak panah ketiga meleset.

Ghoul-ghoul yang tersisa tak sempat untuk Giovanni tembak. Dia berusaha keras menghindari terkaman mereka, namun salah salah satunya tak sengaja berhasil menggores lengan kiri Giovanni.

"Tuan tidak apa-apa?" Okopu cemas.

"Tidak apa-apa, aku ... aku baik-baik saja." Giovanni kembali membidik setelah mengelap darah yang mengalir dari lukanya.

Ghoul-ghoul di hadapan Giovanni tak mau memberikannya waktu lebih lama untuk bersiap menyerang balik. Mereka segera menyerbu dengan pola serangan seperti sebelumnya.

Giovanni menduga akan dapat dengan mudah mengatasi ghoul-ghoul yang tersisa itu, namun ternyata dirinya salah. Ketika Giovanni hendak menembakkan anak panah, tiba-tiba dari bawah tanah keluar sesosok ghoul yang langsung mencengkram kakinya.

Ghoul itu berusaha menggigit betis Giovanni namun dia berhasil menembaknya terlebih dahulu.

Sayang, akibat dari sergapan ghoul tersebut membuat Giovanni kehilangan momen untuk menghabisi ghoul-ghoul lain yang menyerbunya. Mereka telah berada cukup dekat dengan Giovanni, membuatnya tak mampu mengisi ulang anak panahnya tepat waktu.

Tiba-tiba, tepat pada momen tersebut, seseorang berseru, "Fire Imbue: Flaming Slash!"

Sebuah tebasan berbalut kobaran api mengarah ke ghoul-ghoul di depan Giovanni. Mereka semua terpenggal dan jatuh tersungkur ke tanah.

Giovanni yang terkejut menoleh ke sekitar berusaha mencaritahu siapapun yang melakukan tebasan berapi itu.

Beberapa meter di arah sebelah kirinya, Giovanni pun mendapati sesosok gadis tengah berdiri gemetaran sambil menggenggam pedang. Kondisi tubuhnya penuh luka, pakaiannya compang-camping, zirah kulit yang dipakai pun telah rusak dan darah melumuri sekujur badannya.

Gadis itu tampak kesulitan mengatur nafas, pandangannya tak lagi fokus dan kelihatan lelah. Dia hanya beberapa saat beradu mata dengan Giovanni sebelum ambruk ke tanah dan kehilangan kesadaran.

"H–hei, jangan pingsan!"

Giovanni segera berlari menghampiri gadis itu.

***

Jika diperhitungkan, maka kesempatan bagi Alvia dan Raven untuk menang dari ghoul-ghoul yang mengepung mereka sangatlah tipis. Dengan kondisi keduanya yang kelelahan, akan sangat sulit untuk menandingi kekuatan serta kecepatan dari sekitar 26 sosok ghoul.

Raven yang memakai mantra andalannya menyerang dan bertahan dengan susah payah. Gerakan dari tiap-tiap tangan bayangannya yang harus dia kontrol satu per satu amat menguras energi dan Mana. Ditambah dengan berada di bawah tekanan, Raven benar-benar memaksakan diri hingga ke ambang batas kemampuannya.

"Guarghh!"

"Karkhhh!"

"Gaghhhrghh!"

Satu demi satu ghoul mengerang saat serangan Raven mengenai dan menumbangkan mereka. Tapi, itu tak berarti banyak sebab ghoul yang lain terus berdatangan.

"Kalau begini terus maka tidak akan ada cara lain, aku harus menggunakan Falldom sekali lagi-!" ujar Alvia.

"Jangan! Dengan jumlah musuh sebanyak ini, kau perlu mencakup area yang luas. Jika melakukan itu kau bisa kehabisan Mana lagi!" Raven menentang.

Tiba-tiba, beberapa ghoul yang berada paling jauh dari Raven dan Alvia tumbang oleh sesuatu yang bergerak sangat cepat.

Kilatan-kilatan putih melesat menebas mereka satu per satu dari belakang. Jumlah ghoul yang mengepung Raven dan Alvia pun berkurang drastis karena serangan yang dilancarkannya.

"Tuan Furash?!"

"Itu pasti dia!" timpal Alvia melangkah ke depan Raven. Dia sudah merasa bahagia menyaksikan pertolongan datang, tetapi kemudian senyumnya luntur kala mengetahui ada sesuatu bergerak mengejar kilatan-kilatan putih tadi.

Raven membelalakkan mata saat dirinya pula mengetahui sesuatu yang bergerak itu.

Siluetnya tampak berukuran begitu besar. Terlihat dari balik kabut, sosok itu melangkah pelan-pelan. Setiap langkah kakinya terasa mengguncang tanah. Aura gelap menyeruak bersama dengan kedatangannya yang tak terduga ini.

"Gawat, makhluk apa lagi itu?" Raven bertanya-tanya. Dirinya ragu dapat melawan sosok tersebut.

Alvia hanya diam. Di dalam hatinya, dia percaya diri mampu menghadapi apapun yang datang itu. Namun, bukan berarti tanpa pengorbanan dan Alvia sudah siap melakukannya.

Beruntung, itu tak terjadi berkat sebongkah batu yang tiba-tiba saja menimpa sosok di balik kabut tersebut. Raungannya yang penuh kesakitan menggema di seluruh dasar jurang.

"Apa yang terjadi?"

Para Ghoul masih mengepung Raven dan Alvia, tetapi kini mereka tampak tak bergerak sedikitpun. Keduanya merasakan hal janggal. Di saat itulah, mereka mendapati sesosok kucing bermata hijau datang mendekat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top