23. Wisdom Beast

"Aku berharap kalau suatu saat nanti tempat ini akan menjadi awal dari peradaban yang damai dan tentram. Aku akan menamai danau ini, Danau Cereztia." ~ Hadariel

¤¤¤

Giovanni berpikir kalau dirinya akan mati saat makhluk itu datang, karena sesaat setelah melihat wujudnya Giovanni kembali kehilangan kesadaran. Namun, ternyata Giovanni salah. Dia kembali siuman setelah mengalami pingsan yang cukup lama. Semua luka di tubuhnya pun telah pulih.

Giovanni mendapati dirinya telah berada di sebuah ruangan berpencahayaan minim dan terbaring pada sebuah ranjang.

Gemuruh air mendidih dalam tungku di perapian yang ada di seberang ruangan mengikis lengang. Giovanni tertarik pada cahaya dari api yang menyala di bawahnya dan menoleh ke sana.

Dia melihat ada sebuah buku yang halamannya terbolak-balik sendiri dan diselimuti aura biru di depan perapian itu, menguarkan kesan magis yang pekat.

Giovanni lalu memperhatikan ornamen-ornamen yang terpasang di dinding. Ada banyak sekali patung, serta hiasan dinding berupa labu berukiran wajah menyeramkan dan boneka-boneka berbentuk kelelawar.

"Di mana aku?"

Giovanni bertanya pada tak seorang pun kecuali dirinya sendiri. Memutar otak untuk mencaritahu, dia beranjak duduk ke tepi ranjang. Kebingungan Giovanni itu kemudian terhenti ketika dia teringat pada Ceanta.

Kekhawatiran Giovanni pada gadis itu pun muncul. Di mana dia sekarang? Apa yang terjadi padanya? Bagaimana nasibnya? Semua pertanyaan itu mengalahkan rasa cemas Giovanni terhadap dirinya sendiri.

Di tengah-tengah kekalutan, tiba-tiba saja dia mendengar suara nyanyian. Suara tersebut menyanyikan sebuah lagu yang cukup familiar di telinga Giovanni sebab Bunda dulu sering melantunkannya saat menina-bobokan Giovanni.

Inilah yang dinyanyikan suara itu:

Ada kisah seorang putri
Sendiri dan tertatih
Tangan kakinya terluka
Penuh darah dan pedih

Di matanya terukir duka
Berderai air mata
Dalam sepi dan kesunyian
Sang pangeran pun datang

Ia bak sebuah pelita
Yang tak pernah akan padam
Ia penerang kegelapan
Sang pembawa harapan

Bersama putri ia berlari
Menuju kastil mimpi
Yang ada di negeri nun jauh
Tempat terlelap sang iblis yang angkuh

Giovanni terhenyap sesaat, lalu bertanya, "Siapa kau? Di mana kau?"

Suara itu tidak membalas, Giovanni pun beranjak dari ranjang dan memutuskan untuk mencaritahu sendiri.

Dia mendekati tembok kamar dan menempelkan telinganya, merasa kalau suara tadi berasal dari baliknya.

"Apa yang kau lakukan?"

Giovanni tersentak kaget karena suara yang bernyanyi itu tiba-tiba saja menyahutnya dari belakang. Ketika dia berbalik badan, Giovanni menemukan sesosok kucing hitam bermata hijau sudah terduduk manis memandangnya.

"Halo, siapa namamu? Namaku, Salem." Kucing itu bicara, suaranya persis seperti suara yang bernyanyi tadi.

"T–tidak mungkin ...." Giovanni tertegun.

Kucing itu menaikkan sebelah alis, membuat raut heran melihat sikap Giovanni kepadanya.

"Ada apa denganmu? Kupikir sudah jadi norma kesopanan manusia untuk memperkenalkan diri sebelum menanyakan nama orang lain. Karena aku sudah melakukannya, sekarang, apa boleh aku mengetahui namamu?"

Giovanni masih kaget melihat kucing bicara bernama Salem itu. Dia tak bergerak sedikit pun dari tembok dan malah semakin merapatkan punggungnya.

Karena Giovanni tak kunjung menjawab, Salem pun menghela nafas dan mengeluhkan sikap manusia itu.

"Ya ampun, ternyata manusia tidak berubah sejak ... uhh ... 2000 tahun yang lalu saat aku terakhir kali mendatangi peradaban mereka. Kalian masih saja memberikan tatapan itu padaku."

Salem terus menggerutu. Dia kemudian mengatakan kalau dirinya lah yang menyelamatkan Giovanni. Baru setelah Salem bicara demikian, Giovanni pun membalasnya. Namun, tidak menjawab pertanyaan kucing itu.

"B–bagaimana dengan temanku?"

Mendengar itu Salem mendecih dan mencibir kesopanan Giovanni yang dianggapnya tidak ada. Giovanni pun segera meminta maaf. Namun, Salem enggan menerimanya.

"Simpan sana rasa bersalahmu, manusia. Aku hanya ingin mengetahui namamu," ujar Salem.

"Namaku Giovanni ... Tuan. Aku—"

Belum selesai Giovanni bicara Salem memotong perkataannya, "Cukup! Jangan bicara lagi. Aku tak butuh lebih banyak penjelasan. Oh, ya, tolong panggil aku Salem. Tanpa kata 'Tuan'!"

Giovanni mengangguk-anggukkan kepala, Salem lalu memasang senyum lebar. Dia lantas bertanya, "Jadi, aku menemukanmu di antara reruntuhan batu dan jembatan tua itu di dasar jurang. Bukan sebuah hal biasa bagi manusia bisa hidup setelah jatuh dari ketinggian seperti itu. Apa yang terjadi?"

"Aku dan kelompokku sedang melintasi jembatan, tetapi kemudian kami tak sengaja menarik perhatian Lumiloth yang ada di sana."

"Oh, begitu, ya?" Salem mengerjap beberapa kali.

Kucing itu beranjak ke atas ranjang dan berbaring. Dia terus meminta Giovanni untuk menceritakan detail kejadian yang dialaminya saat jembatan runtuh. Selesai bercerita, giliran Giovanni menanyakan pada Salem tentang keberadaan Ceanta.

"Gadis berambut putih yang cantik itu, ya? Hmm, tenang saja. Dia ada di sini dan masih hidup karena aku juga yang menyelamatkannya. Omong-omong, dia ternyata jauh lebih tua dari yang kubayangkan. Tapi, itu hal lumrah bagi kaum Fiend untuk tumbuh lebih lambat dari manusia."

"Syukurlah. Bisa kau pertemukan aku dengannya?" pinta Giovanni.

"Tentu saja." Salem melompat turun dari ranjang. "Ikuti aku."

Tembok batu yang ada di belakang Giovanni tiba-tiba saja bergeser dan memperlihatkan sebuah lorong panjang yang gelap. Obor-obor kemudian menyala berurutan menerangi lorong tersebut.

"Ayo." Salem beranjak.

Giovanni pun mengikuti kucing itu, dia cukup kesusahan karena harus melompat-lompat dengan satu kaki.

***

Setelah menyusuri lorong tersebut, Giovanni dan Salem tiba di sebuah ruangan. Desain ruangan, furnitur hingga warna dinding yang ada sama dengan ruangan Giovanni.

Ceanta tampak terbaring di atas ranjang ruangan tersebut dalam kondisi tak sadarkan diri. Seluruh kulitnya berwarna biru pudar dan tubuhnya terlihat samar.

"Ceanta!" Giovanni mendekat, dia berusaha memegang tangan Ceanta namun Salem menghentikan dengan tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Jika kau menyentuhnya sekarang, kau bisa kehilangan nyawamu. Dalam keadaan sekarat, succubus akan secara pasif menyerap energi kehidupan apapun yang menyentuhnya," ujar Salem.

"Itu tidak masalah, asal Ceanta selamat aku akan—"

"Kau gila?" potong Salem cepat. "Aku susah-susah menyelamatkanmu, lho. Dia akan menyerap energimu dalam jumlah besar. Kau akan mati dalam lima detik begitu menyentuhnya."

"Tapi ... Ceanta." Giovanni berlutut di sisi ranjang, memandangi wajah temannya itu dengan perasaan campur aduk antara kebahagiaan, kelegaan dan cemas.

Melihat itu Salem memasang muka jenuh, dia membuang nafas lantas meloncat ke atas ranjang Ceanta.

"Ini aneh, kau tahu? Manusia dengan succubus? Yang benar saja. Tidak pernah kudengar ada manusia yang berteman dengan kaum Fiend. Apalagi, mengingat kaum Fiend sering mencelakai manusia, begitu pun sebaliknya," ujar kucing itu.

"Kau tidak tahu, tapi Ceanta tidaklah jahat. Dia bahkan menolongku beberapa kali. Dia juga tidak memiliki Mana negatif seperti kaum Fiend kebanyakan," kata Giovanni.

Salem menaikkan kedua alis, pupil matanya yang oval berubah menjadi bulat.

"Itu aneh dan kedengaran seperti omong kosong, tapi aku mempercayainya."

"Aneh kau bilang? Tidakkah kau sadari kalau kau sendiri lebih aneh? Mana ada kucing yang bisa bicara selain dirimu," balas Giovanni.

"Apanya yang aneh dari seekor wisdom beast? Aku ini binatang kebijaksanaan, tahu? Lambang kerajaan-kerajaan di masa lalu dan dianggap roh suci peliharaan dewa-dewi!"

Wisdom beast, Giovanni pernah mendengarnya dari Bunda. Mereka adalah binatang atau monster yang memiliki kemampuan untuk menggunakan akal bahkan memakai sihir. Kadang, malah kemampuan sihir mereka jauh melampaui bangsa manusia.

Wisdom beast dikatakan sudah ada sejak awal zaman dan mendampingi para dewa saat menciptakan dunia. Akan tetapi, 500 tahun terakhir, wisdom beast telah sangat jarang ditemui, beberapa bahkan menganggap mereka punah karena alasan tertentu.

"Itu tidak mungkin." Giovanni melanjutkan, "Bunda bilang kalau wisdom beast sudah tidak ada lagi."

"Oh, begitu? Baiklah, akan kutunjukkan padamu!"

Salem tiba-tiba mendelik, sebuah lingkaran sihir berisi pola-pola sigil kompleks muncul tepat di atas tubuh Ceanta. Giovanni mengenali kalau itu merupakan formasi sihir dan jelas tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Terlebih lagi, formasi sihir tersebut adalah sihir penyembuhan Three Circle Of Saint Astorias Cradle.

"I–ini! Bagaimana bisa?!"

"Sudah kubilang aku ini wisdom beast. Masih tidak percaya? Apa kau mau aku menggunakan mantra ini pada teman succubusmu agar kau mempercayaiku?"

"J–jangan! Kau akan membunuhnya!" pekik Giovanni.

"Maka daripada itu percayalah aku seekor wisdom beast."

Giovanni tidak mampu menolak perintah Salem. Lagipula, dia pun memang sudah mempercayai eksistensi kucing itu sebagai wisdom beast saat dirinya berhasil merapalkan mantra.

Salem lalu melenyapkan lingkaran sihir yang berada di atas Ceanta. Dia kemudian menyinggung perihal Mana positif Ceanta yang Giovanni sebutkan tadi.

"Omong-omong selama aku hidup, aku belum pernah tahu ada succubus yang memiliki Mana positif. Kalau benar, ini akan jadi temuan yang menarik. Dan jika memang demikian, maka dia tidak bisa disembuhkan dengan mantra ciptaan manusia."

Salem lanjut menjelaskan kalau succubus hanya dapat disembuhkan menggunakan mantra ciptaan kaum Fiend.

"Kenapa?"

Salem membalas, "Mantra penyembuhan produk gereja-gereja itu hanya didesain untuk cocok dengan jiwa manusia. Kalaupun temanmu memiliki Mana positif, tetapi di dalam jiwa eksistensinya masih succubus. Kalau kusembuhkan dengan mantra ciptaan manusia dia bisa saja mati."

Itu adalah aturan penerapan mantra penyembuhan yang manusia buat. Selain aura Mana harus sesuai dengan jenis mantra yang digunakan, jenis eksistensinya pun harus cocok.

"Jadi, bagaimana untuk menyelamatkan Ceanta? Apa kau tidak bisa menggunakan mantra yang lain?"

"Jangan berpikir aku bisa menggunakan mantra kaum Fiend. Cara terbaik selain mengorbankan nyawa untuk menyelamatkan temanmu ini adalah dengan menggunakan ramuan!"

"Ramuan?"

Salem memanggut-manggut. Dia turun dari ranjang dan menuju ke tungku di perapian.

"Ini adalah ramuan yang sedang kubuat, di kamarmu juga ada satu. Hanya saja, aku kekurangan satu bahan untuk membuat ramuan ini." Salem melirik kepada Giovanni dengan seringaian tipis, "Bisakah kau membantuku mendapatkannya?"

Giovanni berpikir sejenak sebelum memutuskan, "Jika itu demi Ceanta, aku bersedia."

"Baiklah, itu baru yang namanya semangat! Tapi, mungkin kau perlu mendapat kaki baru."

"Kaki baru?"

Salem tiba-tiba merapal mantra santa Astoria dan menggunakannya ke kaki kiri Giovanni. Dalam sekejap, kakinya pun tumbuh kembali. Giovanni menatap Salem tak percaya, kagum pada kemampuan kucing itu.

"Sudah kubilang kalau aku ini adalah Wisdom beast!" ucap Salem berbangga diri. "Aku bisa melakukan apapun semauku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top