20. Jembatan Akar Roh Hutan Ertamesia

"Di mana?! Di mana adikku yang tersayang?!" Matteo Castello.

¤¤¤

Pengalaman bertarung dengan Glaze Fox membuat Giovanni mengerti bahwa dia harus menjadi lebih kuat dari sekarang. Apalagi, saat ini dia tengah berada di wilayah berbahaya yang dipenuhi oleh monster.

Giovanni menyadari bahwa ancaman dari monster-monster itu bisa datang kapan dan di mana saja. Untuk mengatasi ini Giovanni tidak memiliki pilihan selain meningkatkan kekuatan dan memperbanyak pengalaman bertarungnya.

Furash merasa sangat senang melihat semangat dan tekad Giovanni ini. Dia menjadi semakin antusias untuk melatih Giovanni meski keantusiasan tersebut tak mendapat tanggapan yang baik dari Alvia dan Raven.

"Lihatlah Tuan Furash, sekarang dia lebih memperhatikan Giovanni."

Alvia memperhatikan keduanya yang sedang berada di kejauhan–Ceanta juga ada bersama mereka. Giovanni nampak tengah memanah beberapa bola rumput berisi tanah liat yang Furash lemparkan.

"Apa dia mau mencaritahu identitas anak itu lebih jauh?" tanya Alvia.

"Tidak, bukan itu yang kurasa." Raven menimpali.

Alvia menoleh kepada pemuda itu dengan tatapan penasaran. Tanpa ditanya oleh Alvia, Raven kemudian mengatakan apa yang dia pikirkan tentang tindakan Furash saat ini.

"Menurutku, saat ini dia tidak peduli pada identitas Giovanni. Dia hanya ingin lebih dekat dengannya, sama seperti dengan kita dahulu."

"Oh, kau benar juga," balas Alvia.

Dia meletakkan dagu ke atas batu yang berada di hadapannya seraya menyilangkan kedua tangan di depan wajah. Dirinya kemudian kembali bicara dengan lirih tetapi suaranya masih bisa didengar oleh Raven.

"Tapi, apa dia tidak penasaran ataupun mencemaskan benda yang dibawa oleh Giovanni? Lalu, gadis succubus itu ...."

Raven teringat tentang anting kristal yang Giovanni miliki. Baik dirinya maupun Alvia sama-sama merasa janggal pada benda tersebut, seolah ada ancaman besar apabila mereka menatapnya.

"Kita harus mencaritahu soal anting itu," ujar Raven.

"O–oi, bukankah Tuan Furash bilang pada kita untuk—"

Raven dengan cepat memotong perkataan Alvia, "Ini untuk mencaritahu lebih jauh soal latar belakang anak itu. Mungkin saja, kekhawatiran kita selama ini benar. Kita harus melakukan apapun untuk memastikan keselamatan kita sendiri!"

Alvia memang skeptis terhadap kepolosan dan kebaikan Giovanni, namun kewaspadaannya tidak membuatnya berani bertindak lebih dari apa yang Furash larang untuk lakukan.

Pria itu sudah menghimbau padanya dan Raven untuk tidak menyinggung perihal anting kristal milik Giovanni beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi, kini akibat dorongan Raven, Alvia menjadi sanggup mengabaikan himbauan Furash tersebut.

Keduanya pun sepakat untuk menyelidik lebih jauh tentang anting Giovanni secara diam-diam.

***

Berpetualang bersama party Raz Agul membuat Giovanni mengetahui sedikit dari latar belakang Raven dan Alvia dari penuturan Furash.

Raven merupakan seorang budak yang bekerja untuk seorang tuan tanah bersama ibunya saat pertama kali bertemu dengan Furash.

Dia dan ibunya mengalami banyak kekerasan serta penyiksaan, hingga kemudian sang ibu pun meninggal akibat semua kekerasan yang dilakukan oleh sang majikan.

Atas dasar rasa belas kasihan, Furash pun menebus Raven dari majikannya yang kejam tersebut dan setelah itu keduanya pun mengembara hingga menjadi pemburu monster seperti sekarang.

Sementara itu, Alvia adalah calon biarawati yang dulu mengenyam pendidikan di salah satu biara Aphracia terbesar di Kozia. Namun, karena merasa muak dengan keterkurungan yang ada di dalam biara membuat Alvia memilih kabur.

Saat mengembara sendirian, dia hampir mati di sebuah hutan seandainya Furash dan Raven tidak menemukannya. Sejak saat itulah, Alvia mengikuti Furash dan Raven berpetualang sebagai bentuk terima kasih.

Mengetahui latar belakang rekan-rekannya membuat Giovanni memaklumi sikap mereka berdua. Keduanya merasa berhutang budi pada Furash dan setiap kecurigaan mereka adalah sebuah bentuk pengabdian  sebagai cara keduanya membalas budi.

Selama perjalanan melintasi Vile Valley, Giovanni banyak bertemu dan menghadapi monster-monster penghuni wilayah tersebut. Rata-rata monster yang ditemuinya tidaklah terlalu kuat tapi hidup berkelompok dan bersifat ganas.

Ada kawanan monster laba-laba yang pernah dihadapinya ketika dia tak sengaja masuk ke dalam sarang mereka. Giovanni sanggup menghadapi kawanan itu dengan kemampuan memanahnya selama beberapa saat, meski pada akhirnya Furash dan yang lain datang membantu.

Giovanni juga bertemu dengan beberapa jenis monster lain yang cukup berbahaya ketika sedang ikut berburu bersama Furash.

Berkat pertemuan dengan mereka lah, Giovanni sedikit demi sedikit memperbanyak pengalaman dan meningkatkan kemampuan memanahnya. Okopu juga berperan penting atas perkembangannya tersebut.

Seiring waktu, Giovanni mulai memahami keadaan di sekitarnya dengan baik. Tidak ada hari tanpa perjuangan. Selain menempuh perjalanan, Giovanni juga terus mengasah keahlian bertahan hidup dan memoles pola pikir serta menambah pengetahuannya.

Giovanni yang cukup banyak melihat monster akhir-akhir ini kemudian kembali dibuat takjub ketika partynya hendak melintasi sebuah ngarai. Terdapat jembatan alam dari lilitan akar-akar pohon besar yang menghubungkan kedua sisi ngarai tersebut.

Akar-akar raksasa yang tumbuh liar menjuntai dan saling lilit dalam bentuk spiral menciptakan lorong besar di tengah-tengahnya.

Tidak semua bagian jembatan tertutupi oleh akar sehingga Giovanni bisa melihat jurang di bawahnya. Ditambah dengan suasana bawah jurang yang selalu berkabut, membuat jembatan itu memiliki kesan mistis sekaligus mempesona yang begitu kuat.

"Jadi ini jembatan yang terkenal itu? Jauh lebih besar dari yang kubayangkan," ujar Alvia setelah menyaksikan betapa lebar ngarai dan diameter lorong jembatan tersebut.

"Inilah jembatan akar yang dikatakan dibangun oleh roh hutan legendaris, Ertamesia. Dahulu jembatan ini pernah menjadi penghubung migrasi ribuan hewan dari selatan ke wilayah barat." Furash menjelaskan.

Dia kemudian lanjut memaparkan kalau jalur yang sedang mereka lewati ini bukanlah jalur yang biasa dilewati oleh manusia.

Sebetulnya, ketika memasuki Vile Valley, Giovanni dan rombongan telah menyimpang dari jalan yang biasa digunakan oleh pengembara untuk pergi ke wilayah barat. Rute yang biasa digunakan itu mengarah ke timur laut mengitari Vile Valley dan jaraknya lebih jauh dari Telume. Tapi, rute ini jauh lebih aman dibandingkan melintasi Vile Valley.

Kenapa Furash memutuskan untuk tidak mengambil rute tersebut adalah demi menghindari kejaran kelompok Thiago.

Bagaimanapun, meski Furash sudah melumpuhkan Thiago serta banyak anggota berpangkat tinggi di kelompoknya, namun mereka akan tetap berusaha membalas dendam apalagi kelompok Thiago memiliki jaringan yang luas.

"Kita pergi ke Telume karena rute yang ada jauh lebih aman, namun lebih jauh daripada menyebrangi padang pasir Scorche. Tapi, untuk ke Telume kita malah menggunakan jalan pintas yang cukup berbahaya. Ironis, bukan?" kata Raven.

Ceanta yang menjadi alasan di balik pemilihan rute perjalanan ini hanya tersenyum kecut mendengar sindiran Raven.

"Kupikir itu adalah keputusan yang masuk akal untuk situasi kita saat ini," balas Furash. "Tapi, kita harus selalu bersiaga. Terutama karena mereka."

Furash menuding ke celah-celah akar raksasa jembatan, Giovanni dapat melihat puluhan monster bertungkai panjang dengan cakar tajam yang bergelantungan di sana.

"Apakah itu yang disebut dengan Lumiloth?" ujar Giovanni. Dia pernah melihat monster-monster itu saat Bunda menunjukkan ensiklopedia monster kepadanya dahulu.

Furash menanggapi, "Ya, kau benar. Mereka adalah kukang karnivora dengan kemampuan menembakkan duri-duri beracun dari siku mereka. Jika sampai kena, maka kau bisa pingsan dan kukang-kukang itu akan memangsamu hidup-hidup!"

"Bagaimana bisa makhluk selambat mereka memangsa kita?" tanya Ceanta. "Kalaupun mereka bisa menembakkan duri beracun, bukankah mereka akan terlalu lambat untuk menembakkannya pada kita?"

"Oh, tanpa menggunakan duri beracun pun mereka tak memiliki masalah untuk memangsa kita. Karena, Lumiloth mampu bergerak lebih cepat dari kera goblin," terang Furash.

Ceanta mengerjap beberapa kali tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Sungguh?"

"Lihat saja sendiri," ujar Alvia. "Meski begitu, indra penglihatan mereka buruk dan penciuman mereka pun jelek. Tapi, jangan salah, Lumiloth punya kemampuan khusus untuk mendeteksi pergerakan di sekitar mereka melalui cahaya. Pendengaran mereka juga cukup baik."

Walau terdapat kawanan Lumiloth di sana, tapi Furash yakin rombongannya bisa melintasi jembatan tersebut. Hanya saja, medan yang ada akan menjadi kesulitan tersendiri bagi mereka untuk melakukannya.

"Kita harus melangkah sesenyap mungkin untuk melintasi jembatan itu," pikir Raven. "Tapi, menurutku itu bukan masalah besar. Kita harusnya fokus pada memilih jalan mana yang tepat dan mengarah ke seberang ngarai."

"Bagaimana kalau ada salah satu dari kita menjadi pemandu dan bertugas mencari jalur yang tepat bagi yang lain?" usul Giovanni. "Kita butuh seseorang yang cukup senyap dan punya kemampuan memberi aba-aba yang baik untuk tugas ini."

Kala Giovanni mengatakan idenya tersebut, semua orang memandang Furash kemudian dirinya secara bergiliran. Tanpa perlu diperdebatkan lagi, peranan untuk tugas memandu ini sudah ditentukan.

Giovanni yang sebetulnya enggan menjadi pemandu pun dalam hati hanya bisa heran. Giovanni merasa kalau dia seharusnya tidak usah mengusulkan idenya.

***

Gadis berambut coklat itu berhasil menyusul party Raz Agul sampai ke Vile Valley. Demi terus mengintai Alvia, dia rela digigiti nyamuk dan tidak mandi selama berhari-hari serta tidur di atas batang pohon tanpa selimut maupun alas.

Pengorbanan yang sudah dia lakukan agar tak kehilangan jejak Alvia membuatnya menaruh dendam pada gadis itu. Karena hal ini, dia sudah bersumpah tidak akan memaafkan Alvia yang telah membuatnya merasakan penderitaan hidup di jalan dan alam liar.

Saat mengetahui kalau Alvia dan partynya hendak menyebrangi jembatan penuh Lumiloth, gadis itu tak mampu lagi menahan diri untuk jatuh merebahkan tubuh.

"Yang benar saja, apa mereka sudah gila?" gumam gadis itu tak habis pikir. "Lagipula, kenapa mereka memilih rute terkutuk ini?"

Dia menghela nafas lalu menegakkan badan dan kembali mengawasi party Raz Agul. Mereka tampak telah mulai beranjak ke atas jembatan.

"Mereka benar-benar melakukannya, dasar orang-orang gila. Apa mereka sungguh akan berusaha melewati semua Lumiloth itu?" tanyanya. "Tidak, seharusnya yang aku pertanyakan adalah diriku sendiri."

Gadis itu merasa ragu untuk mengikuti party Raz Agul. Dia tidak yakin dengan kemampuannya untuk dapat melewati semua Lumiloth yang ada. Jika mampu pun, bukan berarti dirinya melakukan itu tanpa pertarungan yang akan membahayakan tugas pengintaiannya.

Akan tetapi, menepis semua keraguan, gadis itu menepuk kedua pipinya beberapa kali hingga memerah dan memasang raut wajah optimis.

"Aku pasti bisa melakukannya!"

Gadis itu lalu berdiri dan menghela nafas. Dia menarik sebilah pedang di sisi pinggangnya kemudian meletakkan pedang itu di depan bibirnya.

"Demi kehormatanku!" ucap gadis itu.

====

Yeee, udah 20 chap :)

Giovanni dulu. Ravennya nanti aja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top