18. Monster Rubah

"Uang adalah yang terpenting. Untuk hidup, kau memerlukan uang dan untuk mati pun sama. Tapi, jika harus memilih mana yang harus kukorbankan–cinta atau uang–maka aku akan memilih uang." ~ Shelvey.

¤¤¤

Kerajaan Kozia adalah sebuah negeri besar di Upper Land. Kekuasaannya membentang dari ujung utara ke selatan dan mencakup sebagian besar wilayah barat sampai ke daerah pesisirnya. Ini disebabkan oleh ekspansi besar-besaran pada zaman dahulu yang dilakukan oleh mantan raja Kozia, Raja Reikh VII. Kini, semua itu hanya tinggal sejarah.

Kerajaan Kozia telah berubah, terjadi kudeta beberapa dekade lalu yang dikarenakan ketidak puasan beberapa pihak di kerajaan atas kepemimpinan sang raja.

Monarki yang selama ini menguasai Kozia secara absolut digulingkan dan Raja Reikh VII dieksekusi dengan cara dikuliti sampai mati oleh para pengkudetanya.

Adik Raja Reikh VII, Pangeran Reiss, kemudian ditunjuk oleh kelompok pengkudeta sebagai raja Kozia selanjutnya.

Setelah sukses menggulingkan Raja Reikh, sebuah dewan pun dibentuk oleh para pengkudeta yang anggotanya terdiri dari lima orang perwakilan lima aliran gereja besar di Kozia dan bertugas mengawasi jalannya kepemimpinan raja.

Sejak pemerintahan dibentuk ulang, kaum bangsawan kehilangan status mereka. Namun, mereka masih diizinkan oleh dewan kepemimpinan yang disebut High Council tersebut untuk mempertahankan beberapa hak mereka. Salah satunya ialah, wilayah kekuasaan.

El Murno termasuk ke dalam wilayah Turnwood yang dikuasai oleh mantan bangsawan Evengaze. Di daerah ini ada kota-kota lain yang diantaranya ialah Kota Mugworth dan Kota Erstent.

Mugworth adalah kota yang keberadaannya paling dekat dengan El Murno, Giovanni beserta partynya saat ini tengah menuju ke sana sesuai rute yang telah disepakati.

Sebelum sampai ke Mugworth, rombongan Giovanni harus melewati wilayah yang dikenal menjadi sarang banyak monster, Vile Valley. Tetapi bagi Alvia, ancaman monster bukanlah hal yang dikhawatirkannya.

"Panas!"

Gadis itu sekali lagi mengeluhkan suhu yang ada. Meski jubahnya agak dilonggarkan namun hawa panas karena sengatan matahari masih terlalu tajam menyengatnya.

"Raven, apa kau punya air lagi?! Aku haus, aku kepanasan!"

Raven yang juga kepanasan dan melindungi kepalanya dengan kain basah bergeleng kepala membalas Alvia.

"Kita harus berhemat," ucapnya.

Alvia kemudian berdengus lalu semakin menundukkan kepala.

Tak hanya mereka berdua, Giovanni, Okopu serta Ceanta pun merasa kepanasan. Hanya Furash yang tetap tegak menatap ke depan mengabaikan suhu panas meski wajahnya bercucuran keringat.

"Tuan ... apa kau tidak merasa panas?" tanya Giovanni.

"Teriknya matahari adalah bagian dari petualangan, Nak. Aku sudah sering dipanggang seperti ini," balas Furash.

Giovanni melihat ke arah Ceanta, dia mendapati succubus itu mengelap dahinya berulang kali karena keringat. Merasa kasihan, Giovanni memberinya sebuah kain untuk mengelap keringatnya tersebut.

"Terima kasih, Giovanni-re." Ceanta menerima sapu tangan itu.

"Re?"

"Itu sebutan untuk teman laki-laki yang sebaya di Telume." Ceanta tersenyum. Melihatnya, Giovanni merasakan dadanya tiba-tiba terasa hangat untuk sesaat.

Dalam deraian keringat, pesona gadis itu masih dapat menarik perhatian Giovanni. Dia penasaran, mengapa Ceanta begitu membuatnya tertarik? Pertanyaan ini terus Giovanni pendam selama perjalanan mereka.

Rombongan Giovanni melakukan perjalanan dengan berjalan kaki selama tiga hari. Selama itu, kelimanya dipanggang dengan brutal oleh panas matahari yang tak terhalangi oleh apapun sebab geografis dekat Vile Valley begitu lapang dengan sedikit pohon yang tumbuh.

Kelimanya akhirnya merasa lega ketika mereka benar-benar memasuki Vile Valley. Di sana, pepohonan tumbuh lebih lebat membuat hawa panas berkurang. Bahkan, ada hutan di depan rombongan Giovanni yang harus mereka lintasi untuk melewati Vile Valley.

Alvia langsung merebahkan tubuhnya ke atas hamparan rumput di bawah sebuah pohon rindang yang pertama dilihatnya di Vile Valley.

"Akhirnya, udara segar!" kata Alvia menghela nafas dalam-dalam.

"Berhati-hatilah, tempat ini dipenuhi oleh monster. Jangan lengah walau sedetik saja," ujar Furash.

Giovanni mengambil busurnya begitu mendengar peringatan tersebut Raven juga mengeluarkan pedangnya untuk berjaga-jaga. Mereka baru akan melanjutkan perjalanan setelah beristirahat beberapa menit.

Di saat-saat istirahat itu, Giovanni melatih kemampuan memanahnya. Dia telah melakukan ini setiap kali beristirahat di sepanjang perjalanan mereka.

Menurut Furash, kemampuan memanah Giovanni cukup berkembang. Akurasinya telah meningkat pesat daripada saat pertama kali belajar memanah.

Furash berpikir kalau saat ini sudah saatnya bagi Giovanni untuk memanah target yang 'sebenarnya'.

Oleh sebab itu, ketika rombongan kembali beristirahat Furash mengajak Giovanni dan Okopu untuk pergi berburu. Hitung-hitung, sekalian untuk tambahan menu makan malam.

"Tunggu, Giovanni. Sebelum kau pergi jangan lupa bawa ini." Alvia melemparkan sebuah kalung padanya.

"Apa ini?" Giovanni memperhatikan kalung tersebut, ada beberapa benda kecil tergantung di talinya.

"Itu jimat perlindungan, gunakanlah agar kau tak gampang dilukai oleh monster. Tapi ingat, itu tidak melindungimu sepenuhnya. Berhati-hatilah."

Giovanni lantas berterima kasih atas pemberian Alvia itu. Di matanya, Alvia memang bersikap cukup keras namun sebenarnya memiliki hati yang sangat lembut.

Selepas itu, Giovanni dan Furash pun pergi bersama ke dalam hutan.

***

Berburu jadi tantangan tersendiri bagi Giovanni, apalagi ini adalah kali pertamanya mencari target hidup dan bergerak. Furash yang memandu tidak memberikan bantuan banyak.

Namun, teknik-teknik berburu dan memanah yang diajarkan pria tua itu diingat Giovanni dengan begitu baik.

Giovanni bergerak mengendap-endap, seraya terus bersiaga dengan busur panah teracung di tangannya. Pendengaran serta pengawasan Giovanni pun terbilang cukup baik. Memadukan panduan Furash dan kemampuan alaminya, tak butuh waktu lama bagi Giovanni untuk menemukan mangsa pertama.

Hal ini, membuat Furash heran dan kagum.

"Tuan Furash, lihat itu." Giovanni berbisik kala melihat seekor kelinci di bawah sebuah pohon yang berada tidak jauh darinya.

"Pengamatan yang bagus! Hal pertama yang harus pemburu kuasai adalah mata dan telinga. Sekarang, bidik kelinci itu."

Giovanni mengangguk paham, dia pun menarik tali busurnya dan mengambil kuda-kuda berlutut. Dirinya berusaha fokus mengamati pergerakan si kelinci seraya mengatur nafas.

Beberapa saat kemudian, setelah memastikan posisi si kelinci, Giovanni pun melepaskan anak panahnya yang melesat dengan kencang. Sayangnya, tembakannya meleset. Namun, Giovanni berhasil mengenai telinga kelinci tersebut.

Si kelinci pun langsung berlari tunggang langgang ke arah semak belukar dengan kondisi satu telinga yang terputus.

"Dia tidak akan bisa cepat pergi, ayo kejar!" seru Furash.

Jejak darah yang mengucur dari telinga si kelinci memudahkan mereka mencarinya. Akan tetapi, mereka berdua tiba-tiba mendengar pekikan si kelinci di dalam semak-semak dan sontak berhenti mengejar.

"Jangan bergerak!" perintah Furash.

Giovanni langsung membatu di tempat, tetapi busurnya tetap terbidik ke depan.

Furash merasa ada yang janggal dengan suara pekikan si kelinci tadi. Dia pun memutuskan untuk mengecek apa yang ada di balik semak-semak itu sendirian.

Kecurigaannya ini kemudian terbukti benar kala sesuatu melompat keluar sambil menggeram keras. Namun, Furash terlambat bereaksi pada makhluk yang tiba-tiba melompat itu.

"Tuan Furash!"

"A–argh!"

Mata Giovanni terbelalak sementara Furash tercekat. Sebuah dinding es tiba-tiba menyeruak dan melahap pria itu sampai membekukannya.

Giovanni yang merasa terancam langsung menciptakan anak panah dan berniat menyerang, namun Furash berteriak memperingatkannya untuk tidak terburu-buru melesatkan anak panah.

"Mundur perlahan, k–kau tidak akan bisa menghadapinya-!"

"Monster apa ini, Tuan?"

Di hadapan Giovanni, berdiri seekor rubah kecil berbulu putih dengan mata bercelak biru dan beriris bening. Di mulutnya, nampak kelinci yang Giovanni panah tadi telah tak bernyawa.

"I–itu Glaze Fox ... rubah es ... varian monster rubah air!" ujar Furash.

Glaze Fox merupakan monster yang cukup kuat. Varian monster rubah ini mampu mengendalikan es dan merupakan sub tipe monster rubah air. Rubah air sendiri adalah salah satu jenis dari 9 jenis monster rubah yang ada di dunia. Masing-masing jenis mewakili sejumlah elemen alam dan memiliki beberapa tipe varian.

Monster rubah selain kuat, juga mempunyai kecerdasan yang luar biasa untuk ukuran monster. Di kalangan pemburu monster sendiri, monster rubah merupakan salah satu monster yang cukup sulit ditaklukkan.

"Gio ... aku mau kau mundur perlahan-lahan. Jangan gegabah, terus tatap matanya selagi kau melangkah ke belakang," kata Furash di dalam balok es.

Giovanni menelan ludah seraya melakukan persis apa yang Furash perintahkan. Awalnya dia dengan lancar melakukannya, namun pada langkah ketiga dirinya merasa kaki kirinya goyah.

"Okopu, kenapa kau?"

Kera goblin yang kini sedang menjadi 'kaki' bagi Giovanni itu gemetar luar biasa. Bukan karena telah mencapai batas waktu perubahannya, namun sebab ketakutan melihat si Glaze Fox.

Kebetulan, monster rubah amat menyukai daging primata seperti kera goblin. Tidak mengejutkan kalau Okopu gemetar berhadapan dengan Glaze Fox itu. Sayangnya, ini bukan waktu yang tepat untuk kehilangan nyali.

"Selamatkan aku!" jerit Okopu sambil berubah kembali ke wujud aslinya.

Giovanni panik melihat Okopu berubah wujud kembali. Di saat bersamaan Glaze Fox melepaskan kelinci di moncongnya dan menggeram sebelum berlari menuju Giovanni.

Furash yang dibekukan dalam balok es tak bisa melakukan apa-apa selain berteriak dan meronta sekuat tenaga.

Glaze Fox itu langsung melompat ke arah Giovanni begitu mereka berdekatan. Uap-uap es mengembun di sekitar badan si Glaze Fox sebelum mencair dan akhirnya membeku menjadi beberapa buah duri es.

Giovanni tidak memiliki waktu untuk lari atau memikirkan hal selain menyerang balik rubah berbulu putih itu. Dia langsung mengisi ulang busurnya, lantas menembakkan anak panah sambil menutup mata dengan harapan akan mengenai Glaze Fox tersebut.

"Apa-apaan itu?!" Furash melotot menyaksikan apa yang terjadi.

Saat Giovanni menembakkan anak panahnya, sebuah anak panah berukuran cukup besar melesat dengan kecepatan tinggi. Giovanni sendiri terkejut pada ukuran anak panah yang dia tembakkan.

Glaze Fox terkesiap melihat serangan tersebut. Dirinya yang tengah melompat di udara tidak memiliki pilihan selain menggunakan duri-duri esnya guna menahan serangan Giovanni.

Ledakan tercipta akibat benturan antara anak panah Giovanni dengan balok-balok es Glaze Fox, awan es mengepul tebal karenanya. Dari dalam awan es tersebut, keluar si Glaze Fox yang mendarat ke atas tanah dengan tubuh bersih tanpa terluka sedikit pun.

Dia menatap Giovanni dengan sorot mata tajam seolah memuji Giovanni atas serangannya barusan, tapi tidak lebih dari itu.

"Yang benar saja ...."

Giovanni mendesis, lantas kembali membidik dan menciptakan anak panah dengan ukuran yang sedikit lebih kecil dari sebelumnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top