16. Gadis Itu Adalah Succubus?!

"Aku ingin mati." ~Araghol

¤¤¤

Siapapun yang sering melakukan perjalanan dari dan ke El Murno melalui jalur utara tak mungkin tidak mengetahui keberadaan mata air Shal'e. Tempat ini adalah sebuah kolam air tawar besar di pinggir hutan yang seringkali menjadi tempat pemberhentian para pengembara.

Pemandangannya cukup indah dengan pepohonan lebat tumbuh di satu sisi kolam sedangkan sisi yang lainnya adalah hamparan padang rumput dengan jalur perdagangan di tengah-tengahnya.

Alvia dan Raven telah berada di Shal'e selama sehari. Mereka berdua begitu gusar menunggu kedatangan Furash dan Giovanni.

Keduanya bahkan sempat berdebat untuk kembali ke El Murno tetapi niat tersebut mereka urungkan setelah memikirkannya ulang. Sekarang, keduanya hanya bisa menunggu.

"Jika sampai terjadi sesuatu pada Tuan Furash aku akan membuat bonyok anak itu!" Alvia bersungut-sungut.

Raven kelihatan lebih cemas daripada Alvia yang tak mampu menahan emosinya yang meluap-luap.

"Kita harus kembali dan mencari mereka!" seru Alvia dengan wajah memerah dan mata sembab karena menahan amarah.

Raven mendengus sebelum membalas, "Jangan mulai lagi, Alvia. Tuan Furash menyuruh kita untuk menunggu di sini. Kita akan terus di sini sampai mereka datang."

"Kalau tidak? Apa kita akan terus menunggu di sini? Apa yang akan kita lakukan?"

"Aku sedang memirkannya. Yang jelas, sekarang jangan berpikir untuk kembali ke El Murno."

Alvia terkesiap sebab Raven mengatakan hal itu. Dia kesal bukan main karena menganggap Raven sama sekali tak peduli atau mencemaskan Furash. Tanpa sepengetahuan Alvia, rasa cemas Raven jauh lebih besar darinya.

Di saat kebimbangan serta kekhawatiran membuat mereka berdua gundah luar biasa, Raven dengan raut cemas melihat ke arah selatan dan mendapati dua figur di kejauhan tengah mendekat.

Dia memicingkan mata berupaya melihat lebih jelas siapakah dua sosok tersebut. Wajah pemuda itu langsung sumringah begitu mengetahui kalau dua orang yang sedang mendekat adalah Furash dan Giovanni.

Melihat kedatangan mereka, Raven berdiri kemudian melambaikan tangan seraya menyahut keduanya. Alvia menyaksikan Raven melakukan itu, lantas dia menoleh ke arah yang sama. Seketika Alvia menyunggingkan senyum lebar-lebar.

***

Meski Furash pulang dengan selamat, tapi Alvia tetap menghukum Giovanni menggunakan mantra Falldom miliknya sampai punggung Giovanni nyeri. Karena ini, timbul keributan kecil diantara mereka. Namun, pertikaian keduanya segera berakhir saat Furash menegur Alvia.

Selanjutnya, Furash meminta Alvia untuk memulihkan kondisi tubuh gadis berambut putih yang dia bawa.

Gadis itu sekarang sudah kelihatan lebih bugar daripada sebelumnnya, tetapi masih lemah dan belum tersadar. Furash merasa sedikit aneh tentang hal ini tapi tak memikirkannya lebih jauh.

Alvia mengerjap beberapa kali sebelum memicingkan mata dan mendengus seraya mengelus dagu menatap si gadis berambut putih.

"Kalau dia pingsan begini, mungkin aku tidak sepenuhnya bisa memulihkannya," ucap Alvia.

"Kalau begitu gunakan saja mantra milik Santa Astoria atau apalah itu. Kudengar itu mantra penyembuhan yang sangat efektif," usul Raven.

Alvia merespon dengan raut tersinggung, "Jangan sebut Santa Astoria secara tidak sopan!"

Santa Astoria merupakan salah satu tokoh suci dalam aliran Aphracia dan Alvia sangat mengidolakannya. Semua pengikut aliran Aphracia begitu fanatik terhadap Santa Astoria bahkan tak akan mentolerir segala bentuk pelecehan sekecil apapun itu.

Satu-satunya hal yang membuat Raven tidak mendapat murka Alvia adalah karena dia merupakan teman gadis itu.

Furash tiba-tiba menimpali, "Ya, Raven benar. Kau bisa menggunakan mantra itu. Kenapa tidak kau coba saja?"

"Aku belum terlalu mampu menggunakannya, aku baru bisa menggunakan dua lingkarannya saja yang dapat mengembalikan stamina dan Mana. Tapi, baiklah, akan kucoba ...."

Alvia meletakkan tongkatnya di sebelah tubuh gadis itu. Dia kemudian menangkupkan kedua tangan dan berlutut di sisinya.

Alvia pun mulai merapalkan mantra dan sebuah lingkaran sihir berwarna hijau muncul di bawah tubuh gadis tersebut. Dia memunculkan dua buah lingkaran sihir lagi yang berukuran lebih kecil di bagian kepala dan kaki si gadis.

Apa yang dilakukan Alvia ini merupakan praktik pembentukan formasi sihir menggunakan metode verbal. Dalam metode ini, Alvia merapalkan beberapa mantra sekaligus dan merangkainya dalam urutan tertentu.

"Three Circle Of Saint Astorias Cradle: Revitalize-!"

Dua lingkaran sihir di bawah tubuh si gadis bercahaya, keluar serbuk-serbuk hijau yang berpendar ke atas tubuhnya.

Mantra ini seharusnya mampu mengembalikan stamina dan vitalitas seseorang. Namun, apa yang terjadi selanjutnya berada di luar dugaan.

"Eh? Eh?! Loh, kok?!"

"Apa yang kau lakukan, Alvia?! Kenapa tubuh gadis ini malah memudar?!"

"Hentikan mantranya, hentikan sekarang!"

Alvia segera menghentikan mantranya saat tubuh si gadis malah perlahan menjadi samar.

Semua orang di sana pun tertegun melihat kejadian yang terjadi barusan. Tak pernah sekali pun mereka mendapati ada orang hendak lenyap saat mantra penyembuhan digunakan terhadap mereka.

Furash berpikir keras apa yang menyebabkan hal ini, sementara Alvia merasa bersalah karena menyangka telah melakukan kesalahan. Raven sendiri tertegun bingung.

Giovanni yang sempat mematung kemudian bertanya pada Okopu perihal perkara ini.

"Apa kau tahu sesuatu soal apa yang terjadi barusan?"

Okopu mengangguk-angguk, membuat Giovanni terkejut.

"Kau tahu?!"

Pekikan Giovanni menarik perhatian yang lain. Mereka pun beramai-ramai mendekati Okopu untuk mendengar penuturan kera goblin itu.

Penjelasannya yang sangat sederhana dan disertai gestur aneh membuat Giovanni dan yang lain membutuhkan beberapa saat untuk mengerti maksud Okopu. Tetapi, setelah paham mereka berempat langsung terkejut.

"S–succubus?"

Giovanni menatap ke arah gadis berambut putih itu, tak percaya pada yang Okopu katakan.

"Kalau memang benar gadis ini seorang succubus maka tadi tidak mengherankan," cakap Alvia.

"Jadi, karena ini rupanya." Keanehan yang Furash rasakan terjelaskan.

"D–dia adalah seorang Fiend!" pekik Raven.

Giovanni mengetahui kalau Fiend adalah sebutan bagi makhluk-makhluk sejenis succubus, incubus, vampir dan sejenisnya.

Menurut buku yang Giovanni baca, kaum Fiend merupakan musuh alami bangsa manusia dan sering berbuat jahat serta berpenampilan menyeramkan. Tapi, sesosok Fiend di hadapannya saat ini sama sekali tak tampak seperti apa yang disebutkan di buku.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? D–dia seorang Fiend ...." Alvia menelan ludah.

"Tuan Furash, kau pasti tahu kalau succubus adalah makhluk berbahaya, kan?" Dahi Raven bercucuran keringat.

Furash paham betul akan kekhawatiran mereka berdua, dia pun merasakan hal yang sama.

Okopu yang merasakan marabahaya segera meringkuk di sebelah tubuh majikannya. Dia berusaha memohon dan memelas pada manusia-manusia di hadapannya. Okopu dengan terbata mengatakan bahwa majikannya itu tidaklah jahat seperti apa yang para manusia pikirkan.

"Bisakah kita mempercayainya? Aku ... aku tidak yakin." Alvia menggenggam erat tongkat sihirnya.

Furash masih merasa bimbang. Raven sudah bersiap dengan pedang miliknya.

Giovanni di sisi lain memperhatikan usaha Okopu. Dia lalu menoleh pada si gadis yang masih tak sadarkan diri.

"Okopu, apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan majikanmu ini?"

Alvia dan yang lain bereaksi keras mendengar Giovanni mengatakan hal itu tapi dia tampak tak peduli.

Okopu melakukan gestur aneh menjawab pertanyaan Giovanni, seketika saja Giovanni bergeleng kepala menolak cara tersebut.

"Apa ada cara yang lain?"

"Ada, ada!" angguk Okopu. "Dengan ... tidur di sebelahnya!"

Giovanni mengerutkan dahi mendengar hal tersebut.

Semua orang mendelik ke arah Giovanni. Mereka tak setuju dengannya untuk menyelamatkan gadis itu.

Furash yang berada di pihak Alvia dan Raven kali ini membuktikan bahwa resiko yang ada terlalu besar untuk diambil. Akan tetapi, rasa belas kasih Giovanni jauh melebihi rasa takutnya.

Perdebatan kembali terjadi, kali ini berlangsung cukup lama. Giovanni mempertahankan argumennya sebisa mungkin, walau semua pihak di sana menentangnya.

Kekeras kepalaan Giovanni itu akhirnya berhasil, sebab kemudian Furash dan yang lain membiarkannya menolong si gadis berambut putih asalkan dengan satu syarat, yaitu Alvia akan mengurung mereka dalam sebuah kubah pelindung.

***

Giovanni tidur agak berjauhan dengan si gadis berambut putih, berdekatan dengan kubah pelindung Alvia. Semalam dirinya tidur, Giovanni merasakan ketenangan luar biasa dan mimpi yang indah.

Saat matahari pagi menyingsing di ufuk timur dan cahayanya menembus masuk ke dalam kubah menerpa wajah Giovanni, dia terbangun dengan suasana hati yang penuh kelegaan walau merasa sedikit lelah.

Giovanni tersenyum tipis teringat akan mimpi yang dia alami. Tanpa sadar, ada lelehan air mata kering di atas pipinya.

"Suara apa itu?"

Giovanni mendengar ada suara dengusan tak jauh darinya. Dirinya langsung teringat pada si gadis berambut putih dan segera mengambil busur panahnya. Sementara itu Alvia, Furash dan Raven yang tidak tidur semalaman bersiaga di pinggir kubah pelindung melihat Giovanni bangun.

"Nona! Nona! Nona!" Seruan Okopu terdengar riang. Dia juga turut tidur bersama Giovanni dan majikannya itu.

Si gadis berambut putih perlahan membuka mata kala mendengar Okopu bicara. Dia terbangun, lalu melihat ke sekeliling dengan tatapan sendu. Kemudian, barulah dia menegakkan punggung dan bersandar ke sebuah batu besar yang ada di belakangnya.

Iris kedua mata gadis itu yang berbeda warna berkaca-kaca bagai air sungai diterpa cahaya matahari, rambut putih panjangnya tergerai lurus menuruni punggung sampai ke tanah, luka-luka di sekujur tubuhnya tampak telah sembuh.

Giovanni yang berhadap-hadapan dengan gadis itu terpana pada pesona yang dia miliki. Bidikan busur Giovanni menjadi sedikit turun karena dia fokus terlalu memperhatikan.

"Okopu ....," ucap gadis berambut putih itu.

Kera peliharaannya terlihat sangat senang melihat sang majikan tersadar. Okopu melompat ke pelukan si gadis berambut putih lalu mendekapnya dengan erat.

"Aku tak menyangka bisa bertemu lagi denganmu!" ucap gadis itu berbahagia.

Si gadis lalu melirik ke arah Giovanni, dia menyunggingkan senyum.

Giovanni yang terpana langsung bergeleng-geleng kepala. Dia kemudian meletakkan busur panahnya. Alvia, Raven dan Furash panik ketika melihat Giovanni melakukan hal ini.

"Terima kasih, manusia. Kau telah menyelamatkanku," ucap gadis berambut putih itu.

"S–sama-sama." Giovanni merasa cukup canggung. "S–siapa namamu? Namaku Giovanni Almere."

Si gadis berambut putih mengganti posisi duduknya, Okopu masih dia peluk dengan erat.

"Ceanta Vinale Amatrano," ucapnya lembut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top