15. Kera Goblin Dan Majikannya part 4

"Aku memang putus asa, tapi aku masih ingin mencoba!" ~ Giovanni Almere.

¤¤¤

Giovanni bersama Furash datang ke tempat pengepulan budak menggunakan kereta kuda yang dimiliki oleh Thiago. Anak buah pria itu yang menjadi kusir mereka.

Sementara itu, Okopu berubah menjadi sebuah bola yang Giovanni masukkan ke dalam tasnya. Ini guna menghindari orang-orang di tempat pengepulan mengetahui Okopu sebab dia pernah beberapa kali mencoba menyelamatkan majikannya sebelum ini.

Oleh sebab hal ini, Furash mengatakan bahwa mereka harus menemukan majikan Okopu dan menyelamatkannya dalam kurun waktu satu jam.

Furash telah menyusun siasat khusus untuk melakukan hal ini.

Sepanjang perjalanan dari El Murno, Thiago menceritakan dari mana dia dan kelompoknya mendapatkan budak.

Thiago bersama kelompoknya mendapat budak-budak itu dari sebuah daerah di wilayah barat, yaitu Telume yang merupakan daerah sengketa antara Kerajaan Kozia dan Kekaisaran Abadjan.

Budak-budak yang Thiago dapat ini kebanyakan merupakan penduduk Abadjan, namun tak sedikit pula yang berasal dari daerah lain dari Kerajaan Kozia di sekitar Telume.

Giovanni sebenarnya sama sekali tak tertarik mendengarkan. Furash pun sama, namun dia berpura-pura senang mengobrolkan topik perbudakan ini dengan Thiago.

Hal ini bukan tak mengundang kecurigaan pria berjambang itu. Oleh karenanya, dia diam-diam memberi gestur pada anak buahnya untuk terus mengawasi Furash dan Giovanni.

"Furash, kau dahulu pernah berkata bahwa kau muak dengan perbudakan dan tak mau berurusan lagi dengan itu. Tapi, sekarang kau malah menginginkan budak. Ada apa denganmu?" gumam Thiago penuh rasa penasaran dan kewaspadaan.

Sesampainya di tempat pengepulan, Thiago pun membawa Furash dan Giovanni ke dalam gua. Beberapa orang mengikuti mereka, membuat Giovanni sedikit merasa kurang nyaman.

Thiago lalu menuntun Furash melihat-lihat budak-budak yang berhasil dia dapatkan. Ada beberapa yang dilabeli 'pesanan' sehingga tak dapat diperjual-belikan. Nantinya, budak-budak yang bukan pesanan akan diikutsertakan dalam lelang budak yang akan diselenggarakan minggu depan di El Murno.

Beberapa saat berkeliling, Furash dan Giovanni tak kunjung menemukan orang dengan ciri fisik seperti yang Okopu jelaskan diantara budak-budak itu. Sementara batas waktu perubahan wujud Okopu hanya tersisa beberapa belas menit saja. Hal ini membuat Furash dan Giovanni sedikit gugup.

"Rambut putih, mata merah dan biru, seorang gadis ...." Giovanni mengerling ke berbagai sudut dalam setiap kurungan yang disinggahinya.

Penampilan para budak itu hampir sama mengenaskannya, namun tak satu pun memiliki ciri fisik rambut putih dan mata heterokromia yang sedang Giovanni cari.

Waktu terus berlipat, semakin menuju batas satu jam.

Furash telah bersiap jika harus bertarung apabila Okopu berubah namun dia belum menemukan majikan kera itu.

Sampai saat kemudian, ketika rombongan sampai di ujung gua dan Thiago memperlihatkan salah satu kurungan yang ada di sana, Giovanni melihat seseorang dengan ciri khas seperti yang Okopu sebutkan. Dia berada di kurungan terakhir, sebuah sel khusus yang pintunya terbuat dari baja bersigil.

"Tuan Furash, lihat itu!" seru Giovanni seraya menuding ke arah kurungan khusus.

Semua orang langsung menoleh ke arah yang Giovanni tunjuk. Dia sempat terkesiap karena mengira dirinya telah memberitahu maksud kedatangannya dan Furash ke tempat ini. Namun, Thiago tiba-tiba saja tertawa.

"Maaf, Nak. Tetapi yang itu bukan untuk dijual. Dia milik seseorang, sudah jadi pesanan sejak beberapa bulan yang lalu."

"Jadi dia sudah ada di sini sudah beberapa bulan?" tanya Furash.

"Tidak, dia baru di sini beberapa hari. Pemesannya akan datang tiga hari lagi, kau tahu saudagar dari Belteraia yang kaya raya itu 'kan?"

Thiago pun mengatakan bahwa gadis itu dia dapatkan sama berasal dari wilayah Telume seperti kebanyakan budak yang ada di sini.

Giovanni tertegun melihat gadis itu, wajahnya kurus dan cekungan di bawah matanya terlihat jelas. Badannya yang penuh luka nampak lemas tak bertenaga.

Ketika kemudian dia perlahan-lahan membuka mata, Giovanni mendelik menyaksikan kedua belah iris mata gadis itu yang berbeda warna sama persis seperti yang Okopu beritahukan.

"Nona!"

Pekikan keras melengking dari dalam tas yang Giovanni bawa. Okopu berubah kembali ke dalam wujud keranya dan meloncat tas mengejutkan semua orang.

"Okopu?" ucap gadis lirih di dalam kurungan mendengar suara yang dirinya kenal, kemudian dia membelalakkan mata. "Okopu!"

Beberapa penjaga langsung mengacungkan senjata mereka. Tatapan tajam mereka mengarah ke Okopu sambil memasang wajah penuh amarah dan dendam, terutama seorang penjaga dengan bekas luka cakar di mukanya.

"Kera jelek itu lagi!"

"Dia datang bersama mereka!"

Thiago yang sempat terkejut segera fokus dan turut mengacungkan belatinya ke arah Furash. Giovanni tak sempat mengangkat busurnya karena ancaman dari seorang wanita yang menodongnya dengan pedang dari belakang.

"Jadi begini, ya? Astaga, aku sebenarnya sudah mencurigaimu sejak kemarin. Sungguh aneh seorang Furash yang kukenal membenci perbudakan tiba-tiba menemuiku untuk mendapat seorang budak," tutur Thiago.

"Kalau kau sedikit kurang ramah padaku mungkin aku tidak akan berada di sini. Hmph, tapi bagaimanapun aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu. Setelah sekian lama, kau masih menganggapku sebagai kawan," balas Furash.

"Tidak hingga hari ini." Thiago makin dalam menodongkan belatinya ke leher Furash.

Mendapat tekanan ini, Furash menutup mata seraya menghela nafas dalam. Seluruh tubuhnya begitu rileks seolah tanpa beban. Sikapnya tersebut mengundang tanda tanya di benak Thiago dan anak buahnya.

Bagaimana Furash bisa setenang itu?

"Apa boleh buat kalau begini? Maafkan aku, sobat."

Dengan satu gerakan cepat, Furash menendang selangkangan Thiago dan membuatnya tersungkur. Anak buahnya kaget melihat bos mereka terkapar begitu saja.

Tak lama kemudian mereka pun menyerbu namun Furash menarik belatinya dengan sisi tumpulnya yang berada di bagian luar dan menyerang mereka terlebih dahulu.

Satu per satu anak buah Thiago dikalahkan oleh Furash. Hanya butuh beberapa detik sampai akhirnya tersisa satu orang saja yang saat ini masih menodong Giovanni.

"Jangan mendekat, atau kubunuh anak ini!" ancam wanita berpakaian menggoda itu.

Dia mengenakan pelindung dada kulit yang ketat, celana pendek coklat yang ditutupi rok miring sepanjang lutut dan dia membiarkan perutnya tak tertutupi kain apapun.

"Orang tuamu akan sangat bangga melihatmu berpakaian seperti itu," ujar Furash dengan nada sarkas.

"Apa yang kau tahu tentang diriku? Sebaiknya kau turuti perkataanku atau anak ini akan mati!"

Pedang wanita itu semakin menekan punggung Giovanni. Furash mengehela nafas sejenak lalu menjatuhkan belatinya. Giovanni bingung mengapa Furash berbuat demikian sampai pria itu menyuruhnya untuk menunduk.

"Cluster Ball!"

Sebuah bola batu meluncur dari belakang si wanita dan mengenai lehernya. Dia langsung jatuh tersungkur tak sadarkan diri dengan pupil mata terangkat sepenuhnya.

Giovanni yang menunduk tepat waktu bertanya-tanya apakah Furash membunuh wanita itu. Pria itu menjawab kalau dirinya hanya memisahkan leher dan tulang belakang wanita itu saja.

"Dia masih hidup, hanya saja lumpuh." Furash bicara dengan enteng.

Giovanni menganggap perbuatan Furash tersebut jauh lebih kejam daripada membunuh wanita itu.

"Oh, ya. Di mana Okopu?"

Saat Furash sibuk bergumul dengan anak buah Thiago, Okopu berusaha membuka pintu kurungan majikannya. Giovanni mengerutkan dahi melihat sikap Okopu yang mengabaikannya dan Furash kemudian memarahi kera goblin itu.

Okopu langsung meminta maaf sambil bersujud. Namun, segera setelahnya dia kembali berusaha keras membuka pintu kurungan.

"Biar aku saja," ujar Furash.

Pria itu mengulurkan tangan dengan telapak terbuka ke arah pintu. Dia merapalkan beberapa bacaan mantra, kemudian sebuah sigil tercipta di depan tangannya. Furash membaca mantra lagi sampai beberapa menit hingga kemudian sigil yang ada di pintu kurungan itu lenyap.

Begitu sigil kunci itu sirna, Furash memotong jeruji pintu dengan belatinya. Dia melakukan itu seperti sedang memotong sepotong keju dengan pisau panas.

"Nona! Nona! Nona!" Okopu berlari mendekati si gadis berambut putih.

Okopu tampak menangis di sisi gadis itu, dia sangat mengkhawatirkan majikannya tersebut.

"Kau kembali ... sudah kubilang padamu untuk pergi ....," ujar si gadis lemah.

"Okopu ... tidak ... bisa ... pergi ... tanpa majikan!"

"Dasar kera nakal ...."

Si gadis melirik ke arah Furash dan Giovanni. Dia menatap mereka dengan sorot mata sayu dan lemas, tetapi dengan sisa tenaganya dia berusaha membuat sesungging senyum seraya berterima kasih.

Furash berjongkok di sisi gadis itu, Giovanni pun melakukan hal yang sama seraya memberinya sebotol air.

"Ini, minumlah," kata Giovanni sambil membantu gadis itu minum dengan menegakkan punggungnya.

Furash memperhatikan ke sekeliling kurungan gadis berambut putih itu, dia cukup heran sebab mendapati ada banyak piring berisi makanan lengkap yang telah basi di sudut ruangan.

"Dia menolak makan?" pikir Furash, kemudian dirinya memandang si gadis lagi.

Saat dia menoleh kepadanya, Giovanni sedang panik karena gadis berambut putih itu tak lagi memberi respon apapun di pangkuannya. Okopu yang histeris sama sekali tak membantu keadaan.

Furash pun segera mengecek nadi dan nafas gadis itu.

"Dia masih hidup, tapi karena kekurangan makanan dia sangat lemah. Giovanni, terus beri minum kepadanya. Aku akan membuat gendongan untuknya sebelum kita pergi dari sini."

"Baik, Tuan."

Furash pun beranjak keluar. Giovanni terus memangku gadis berambut putih itu seraya menjaga tubuhnya terus terhidrasi.

Beberapa saat kemudian, Furash kembali datang dengan sebuah gendongan yang dia buat dari papan kayu kereta kuda di depan gua. Furash pun menaikkan si gadis ke gendongannya dan bersama Giovanni serta Okopu mereka meninggalkan tempat pengepulan budak itu.

***

Di depan tempat party Furash menginap, seseorang tampak mengawasi kamar mereka dari lantai teratas sebuah gedung di seberang penginapan.

Raut wajahnya kelihatan buruk, bibirnya melengkung ke bawah dengan kerut di sudut-sudut cemberutnya tersebut. Dia kesal karena sesuatu, namun saat dirinya menggerutu hanya ada satu nama yang disebutnya.

"Di mana Alvia? Kenapa dia tidak kembali? Apa jangan-jangan-!"

Pupil gadis itu mengecil sebelum dirinya menjauh dari jendela dan duduk di sebuah kursi. Dia kembali menggerutu, rambut coklat mudanya yang dicukur pendek berderai acak-acakan ke bawah wajah.

"Harusnya mereka tidak berangkat hari ini. Ini di luar dugaanku!"

Gadis itu mengacak-ngacak isi meja dan memasukkannya ke dalam sebuah tas.

"Tidak akan kubiarkan ini terjadi!"

Suaranya terdengar panik, penuh rasa cemas. Seusai memasukkan semua barang di atas meja ke dalam tasnya, dia pun keluar dari ruangan dengan langkah cepat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top