1. Bayi, Secarik Kertas Dan Anting Kristal
"Aku sang Naga, aku adalah kehancuran dan akulah kematian!" ~ Emoria
¤¤¤
Badai yang menerjang selama seminggu ini bukan disebabkan oleh fenomena alam biasa, melainkan karena meningkatnya tingkat konsentrasi Mana di seluruh Upper Land. Penyebabnya masih tidak diketahui, namun menurut seorang ahli sihir terkenal di Kozia–yang menyandang gelar ahli sihir terbaik di kerajaan–peningkatan tingkat konsentrasi Mana ini ada hubungannya dengan kejadian penyerangan Naga Perak Emoria beberapa minggu yang lalu.
Badai langsung turun ketika Emoria selesai meluluhlantakan Kota Hellvenart, bersamaan dengan itu tingkat konsentrasi Mana meningkat. Monster-monster di seluruh daratan juga tiba-tiba saja mengganas dan bertambah kuat.
Meski dugaan-dugaan yang ada mengarah pada Naga Emoria sebagai dalang dari meningkatnya tingkat konsentrasi Mana ini, namun penyebab pastinya masih belum dapat dijelaskan.
Badai melanda seluruh Upper Land, tak terkecuali sebuah desa kecil bernama Roveena yang berada di sisi selatan daratan dekat kawasan hutan liar yang tak terjamah. Di samping badai, ada pula monster-monster yang mengancam penduduk setiap malamnya sehingga memaksa para warga berpatroli menjaga desa setiap sehabis senja.
"Kapan hujan deras ini akan reda?"
Seorang pria botak berjambang dengan perut buncit namun berbahu dan bertangan kekar, menggerutu pada cuaca buruk yang terus terjadi. Nama pria itu adalah Derek.
"Jika begini terus, bisa-bisa sungai di sisi barat desa akan meluap dan membanjiri seluruh lahan pertanian."
Lelaki di sebelah Derek, Michael, turut mengomentari cuaca malam ini. Dia tidak sekesal Derek sebab dirinya bukanlah petani, melainkan pemburu dan mengandalkan hutan sebagai sumber mata pencahariannya.
Daripada gandum-gandum di ladang yang dikhawatirkan Michael, dia lebih mencemaskan monster-monster di hutan yang dapat menyusup ke desa memanfaatkan kegelapan malam ditambah derasnya hujan.
"Red Eye Lycan, harimau, beruang. Mereka bisa saja masuk ke desa jika kita tidak ketat melakukan penjagaan. Apalagi, akhir-akhir ini seluruh monster dan hewan menjadi lebih berani berhadapan dengan manusia." Terdengar kekhawatiran yang berlebih dalam suara Michael.
"Ah, iya. Kudengar mereka juga bertambah kuat. Aku belum melihatnya, tetapi mungkin saja rumor tersebut benar." Derek menimpali, sambil meminum segelas besar bir yang sedari tadi dia diamkan di atas meja.
Kedua lelaki itu kini tengah berjaga di pos jaga sebelah timur desa, mengawasi hutan belantara di kejauhan. Bir sudah jadi jamuan wajib bagi keduanya setiap kali mendapat giliran jaga.
"Hmph, makanya lebih sering masuk ke hutan. Jangan hanya berdiam di ladang dan menggaruk tanah dengan garpu lahan bengkokmu itu sepanjang hari." Michael juga ikut meminum birnya.
"Meski bengkok, garpu lahanku masih bisa membuat monster berlari terbirit-birit. Jangan pernah sekali pun meremehkan perkakas yang digunakan pria untuk menghidupi keluarganya."
Guntur tiba-tiba saja menyambar, mengejutkan Derek dan Michael. Mereka meloncat dari tempat duduk dan langsung tiarap ke lantai.
"Demi Sang Agung, itu dekat sekali!" ujar Michael.
"Badai terkutuk ini tidak henti-hentinya menyiksa kita. Sudah ancaman banjir, lalu sambaran petir, apa lagi?!"
Derek terus menggerutu di bawah kolong meja. Dia memaki habis-habisan badai dan petir yang tadi menyambar.
Beberapa saat kemudian, Michael mencium bau terbakar. Sontak, dia langsung bangkit lalu bergerak memeriksa ke luar pos jaga. Air hujan langsung menampari wajah dan tubuhnya begitu Michael membuka pintu. Bau terbakar tersebut makin jelas tercium.
"Ada apa, Michael? Tutup pintunya sekarang, anginnya dingin sekali! Apalagi nanti kalau sampai petirnya menyambar lagi!" seru Derek, masih bersembunyi di bawah kolong meja.
Namun, Michael tidak menghiraukan ucapan Derek dan terus memeriksa halaman pos jaga. Hidung terlatihnya begitu sensitif terhadap bau-bauan. Michael memperhitungkan kalau sumber bau terbakar ini tidak berada terlalu jauh dari pos jaga.
"Aku mencium bau sesuatu terbakar, Derek. Mungkin petir tadi menyambar pohon dan menghanguskannya," ucap Michael.
"Ya, terus? Sudahlah, tutup pintunya dan masuk ke dalam! Sigil pembatasnya masih bekerja kan? Tidak akan ada yang bisa masuk ke wilayah desa selama sigil itu masih terpasang."
"Bagaimana kalau ada monster yang cukup kuat menerobos masuk? Bisa jadi petir tadi salah satu serangannya untuk mencoba menghancurkan sigilnya." Tiba-tiba, seorang perempuan bicara kepada Derek dari balik jendela besar yang ada di dinding sebelah timur kabin pos jaga.
"Kakak?" Derek terkejut melihat perempuan itu datang.
Perempuan yang dipanggil kakak oleh Derek itu adalah pendeta desa, orang-orang memanggilnya Bunda Trias atau hanya "Bunda".
"Kau selalu saja bersikap penakut. Sudah, sekarang buka pintu di sebelah sini. Aku kedinginan!"
Derek bergegas membuka pintu sisi timur. Dia tidak ingin terkena omelan Bunda karena membiarkannya terlalu lama. Begitu masuk ke dalam, Bunda segera melepas mantel hujan lalu mengeringkan sepatu boots yang dia pakai.
Jubah pendeta biru gelapnya tampak sedikit basah karena air hujan masih bisa menembus ke balik mantelnya.
Bunda nampak tidak senang ketika melihat gelas-gelas bir milik Derek dan Michael di atas meja. Dia kesal bukan karena terdapat larangan terhadap minuman keras dalam kepercayaan yang Bunda anut, melainkan karena Derek melanggar janjinya untuk tidak minum bir lagi beberapa hari yang lalu.
"Jika kau datang ke gereja besok dalam keadaan mabuk dan membuat kericuhan, aku tidak akan segan mengusirmu," ancam Bunda. Tenang, terdengar santai namun mengintimidasi.
Derek hanya tersenyum kikuk menanggapinya sambil meminta maaf berulang kali.
"Sebaiknya jaga dirimu agar tidak mabuk sampai besok kalau kau mau mengikuti misa. Jangan sampai kejadian minggu-minggu sebelumnya kembali terulang."
Meski adik seorang pendeta, tetapi sikap Derek berkebalikan dengan Bunda. Kakaknya adalah seorang yang taat, sementara Derek merupakan pria pemabuk yang sering mengabaikan larangan dalam kepercayaan yang dianutnya. Tapi, meski demikian Derek selalu berangkat ke gereja setiap kali diadakan misa walau pasti akan datang dalam keadaan mabuk.
Bunda telah memperingatkan adiknya itu beberapa kali untuk tidak mabuk lagi, namun Derek seolah tidak mendengarkan yang akhirnya membuat Bunda angkat tangan dan membiarkan pria buncit itu terus menjadi pemabuk. Tapi, di sisi lain Bunda selalu mendoakan yang terbaik untuk adiknya itu.
"Bagaimana, apa kau melihat sesuatu?" tanya Bunda mendekati Michael di ambang pintu depan.
"Tidak, Bunda. Tapi, aku mencium bau gosong yang sangat kuat. Arahnya dari balik garis sigil pembatas," tunjuk Michael ke arah hutan.
Sigil-sigil pelindung ini dipasang di beberapa titik di sekeliling desa. Efek dari sigil ini mirip seperti sebuah perisai yang akan menghalangi monster masuk ke dalam desa. Sayangnya, sigil-sigil pelindung ini tidak dapat secara efektif menghalangi masuknya monster karena radius efek sigilnya yang hanya mencakup sejauh 50 meter. Itu pun hanya efektif digunakan terhadap monster-monster lemah, bukan untuk monster yang kuat.
"Kalau begitu ayo periksa ke sana," ajak Bunda. Dirinya merapalkan sebuah mantra yang membuat sebuah bola cahaya muncul di telapak tangannya.
"Bagaimana kalau di sana ada monster?" Michael merasa cemas. Bunda menaikkan sebelah alis mendengar perkataannya.
"Kau yang beritahu aku, bukankah kau bisa mencium kalau ada monster di sekitar sini?"
Michael langsung terbungkam. Dia tentu tahu kalau tidak ada monster di sekitar sana, tetapi bukan berarti keadaannya 100% aman. Apalagi, bau gosong yang diciumnya dapat menyembunyikan aroma monster yang sebenarnya.
Bunda pun memahami alasan di balik keraguan Michael untuk memeriksa keadaan setelah dia mendapat penjelasan dari pemburu itu sendiri.
"Terlalu berbahaya pergi keluar Bunda, resikonya sangat tinggi!"
"Aku juga sadar kalau keadaan jadi semakin berbahaya. Tapi, sudahlah, jangan pikirkan itu lagi. Kita sebaiknya periksa sigil pembatasnya sebelum badai jadi semakin kencang!" paksa Bunda tidak mau tahu.
Michael akhirnya pasrah dan mengikuti Bunda. Tidak lupa, dia menarik Derek keluar dari kolong meja untuk ikut memeriksa ke luar.
Bunda yang berada paling depan sendiri memimpin Michael dan Derek menuju ke tempat sigil pembatas ditanam.
Diterangi oleh cahaya dari mantra sihir Bunda, dipersenjatai oleh panah Michael serta garpu rumput bengkok Derek, ketiganya berjalan dengan penuh kehati-hatian mendekati sigil pembatas. Bau gosong semakin kuat tercium mendekatinya, namun tak nampak satu pun api menyala di sana.
Michael mulai merasa gelisah karena sadar jika ada hal yang tidak normal terjadi, Bunda dan Derek pun sama. Tapi, hingga mereka tiba di tempat sigil pembatas ditanam tak satu pun hal aneh yang mereka temukan. Sigil masih terpasang dengan baik, sama sekali tidak rusak. Namun, perasaan cemas dalam benak ketiganya masih terasa.
Kemudian, suara tangisan terdengar di kejauhan, beriringan dengan raungan hujan dan tarian guntur yang diiringi nyanyian angin.
"S–suara bayi!" Derek gemetar ketakutan.
"Kenapa ada tangisan bayi di sini? Di mana sumbernya?"
"Kita kembali saja, jangan-jangan itu suara monster yang mau menjebak kita!"
Bunda langsung menghardik adiknya, lalu berkata kalau Derek terlalu merasa takut. Dirinya pun berdiskusi dengan Michel untuk mendekati sumber tangisan atau tidak. Derek berharap mereka tidak akan melakukannya, namun akhirnya dia hanya bisa menggerutu setelah Michael setuju dengan Bunda untuk mendekati suara tangisan tersebut.
Mereka bertiga pun bergegas mendekat ke arah suara tangisan. Derek terus berdoa mereka tidak sedang berjalan menuju malapetaka. Namun, beruntung bagi ketiganya sebab mereka menemukan seorang bayi yang baru lahir, bukannya monster.
Bayi itu tergeletak di dalam sebuah tong yang dibaringkan. Bersamanya, ada sebuah anting kristal dan secarik kertas yang di dalamnya bertuliskan; Giovanni.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top