20 Ethan

Surprise!

Clarissa Arsy Seran masih tak menyangka, setelah sekian lama, akhirnya dia kembali bertemu dengan sahabat yang sudah beberapa bulan lamanya tak dia temui. Ethaniel Brawijaya muncul dari balik pintu ruangan Alamsyah Hadi Seran, beberapa menit yang lalu dan disambut hangat oleh Alamsyah. Setelah beberapa menit berbicara, tim medis kembali datang dan meminta Rissa beserta Ethan ke luar ruangan karena mereka akan melanjutkan pemeriksaan terhadap kondisi tubuh Alamsyah.

Di sinilah Rissa dan Ethan berada. Di kursi besi ruang tunggu, bersama keluarga pasien lainnya yang tengah beristirahat.

"Kamu harusnya gak sembunyiin berita besar ini dari aku, Rissa. Aku kecewa berat sama kamu."

Rissa mengangguk kecil mendengar ucapan Ethan. "Iya, aku paham. Aku minta maaf, ya. Aku cuma gak mau aktivitas kamu di sana terganggu sama masalah keluargaku. Kamu udah terlalu sering bantu aku. Sekali ini aja, aku mencoba ngatasin semuanya sendiri, tanpa bantuan kamu."

"Aku senang bantu kamu, Rissa, dan akan selalu seperti itu," Ethan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi besi tersebut, dia menghela napas sebelum berkata, "Aku udah ketemu pacar kamu. Tadi dia di depan ruangan Papa kamu."

Mata Rissa mengerjap dan sial. Bagaimana dia bisa melupakan Aksa? Aksa yang menemaninya sejak kemarin, menyiapkan sarapan untuknya tadi pagi. Rissa benar-benar melupakan Aksa ketika fokusnya hanya tertuju pada Alamsyah yang sudah sadarkan diri.

"Kamu...udah ketemu Aksa?"

"Udah berapa lama kamu kenal dia?" Pertanyaan sinis itu mengalir ke luar dari bibir Ethan, dia tidak menatap Rissa.

Rissa memejamkan mata sekilas, menundukkan kepala. "Sejak aku masuk kuliah. Dia seniorku."

"Kamu tinggal sama dia?"

Rissa mengangguk kecil.

"Rapihin barang-barang kamu. Kamu tinggal di rumahku. Aku udah diskusi sama Mama dan Papa. Mereka izinin kamu tinggal, seenggaknya sampai kamu lulus kuliah dan dapat kerja." Ethan berujar penuh ketegasan.

Mata Rissa membulat. "Aku gak bisa, Than. Aku gak bisa selalu repotin keluarga kamu. Aku udah cukup mandiri. Aksa bantu aku buat mandiri."

Mata Ethan memicing. "Dia tetap orang asing, Rissa. Kamu baru kenal dia beberapa bulan dan kamu udah mutusin tinggal bareng dia? Ya, Tuhan. Beneran, deh. Kalau ada penyesalan terbesar dalam hidupku, itu udah jelas pergi menjadi volunteer dan biarin kamu menderita di sini."

Rissa menggelengkan kepala. "Aku gak apa-apa, Than. Beneran. Seperti yang kamu lihat."

"Aku gak bisa jamin itu karena aku gak ada di dekat kamu. Rissa, please, kamu masukin diri kamu sendiri ke dalam mara bahaya dengan tinggal bareng orang asing yang baru kamu kenal." Ethan berujar penuh penekanan.

Mulut Rissa baru ingin terbuka, hendak menyangkal saat tangan seseorang melingkar di lehernya dan sebuah suara tenang terdengar menanggapi perkataan Ethan.

"Sayangnya, orang asing itu sekarang adalah pacarnya yang udah beberapa bulan belakangan memastikan Rissa dalam kondisi baik-baik aja dan lo bisa lihat bagaimana kondisinya sekarang."

Rissa menoleh dan Aksa sudah duduk di sampingnya, merangkulnya dengan lirikan mata yang menatap tajam ke Ethan. Ethan balas menatap Aksa, tak kalah tajam.

Ethan berdecak. "Lo punya motif lain, kan, nolongin Rissa? Gak usah sok munafik."

"Ya, iyalah. Udah pasti gue ada motif lain, makanya gue nolongin dia," Aksa membalas santai dan sukses membuat jantung Rissa seakan ingin copot mengetahui kejujuran Aksa tersebut. Mata mereka bertemu sesaat, Aksa tersenyum tipis gemas akan wajah polos Rissa, "Gue suka sama dia dan mau dia sama gue. Terus-menerus."

Ethan memutar bola matanya. "Omongan buaya kayak lo, mana bisa dipercaya!"

Aksa memicingkan mata. "Kenapa lo yang sewot? Gue gak butuh persetujuan lo juga buat suka sama Rissa."

"Dia sahabat gue dari kecil. Gue gak akan biarin sahabat gue jadi santapan buaya darat kayak lo!"

"Rissa tahu, gue tulus bantu dia dan dia aman sama gue."

Sebelum sempat Ethan membuka mulut menanggapi ucapan Aksa, Rissa buru-buru menengahi keduanya. Rissa memejamkan mata sekilas, menghela napas pasrah.

"Jangan berantem di rumah sakit. Masalah keluargaku aja udah bikin aku pusing, kalian gak usah nambahin masalah lain, please." Gadis itu meletakkan kedua tangannya di kepala, seakan mendekap kepalanya yang benar-benar pening.

Mungkin, pikiran Rissa akan bertambah banyak oleh tatapan sinis Aksa dan Ethan terhadap satu sama lain jika saja seorang petugas kepolisian tidak menghampiri Rissa dan mengatakan ingin berbicara mengenai sang ayah. Rissa terpaksa bangkit berdiri, diajak ke ruangan administrasi oleh petugas itu, sementara Aksa dan Ethan mengekori dari belakang. Bahkan menunggu di depan ruangan, untuk memastikan Rissa baik-baik saja.

"Meskipun Rissa memohon sama gue, gue gak bakal bisa naruh kepercayaan ke lo buat jagain dia. Jadi, tenang aja. Setelah ini, biar gue yang urus Rissa." Ethan buka suara, memecah keheningan antara dia dan Aksa yang masih menunggu Rissa ke luar dari ruangan administrasi tersebut.

Aksa mengedikkan bahu. "Biarin dia milih sendiri mau ikut siapa dan lagi pula, sekali pun dia pilih buat tinggal sama lo, itu gak ngerubah fakta kalau gue pacarnya sekarang."

Mata Ethan memicing. "Gue bisa nilai lo bukan cowok baik-baik, jadi jauhin Rissa. Ini peringatan keras buat lo, kalau sampai lo macam-macam sama Rissa, gue serius akan buat perhitungan sama lo."

Lagi, Aksa mengedikkan bahu dengan santai. "Ya, kalau gue sama Rissa macam-macam nanti, itu jelas atas kemauan kita berdua. Atas dasar suka sama suka, gak ada yang perlu dipermasalahin."

"Bajingan, ya, lo!"

Ethan baru hendak memasang ancang-ancang hendak menyerang Aksa, namun tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan Rissa melangkah ke luar dengan seorang polisi bertubuh tambun. Keduanya berbicara sesuatu dan senyuman samar bertahan di bibir Rissa.

"Terima kasih atas kerjasamanya, mbak Rissa. Saya pastikan, kejadian seperti ini gak akan terulangi lagi. Saya akan jaga Bapak Alamsyah baik-baik." Ujar si polisi, ramah.

Rissa mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih, ya, Pak. Mohon bantuannya." Rissa sedikit membungkukkan tubuh, menunjukkan sikap hormat kepada polisi tersebut.

"Sama-sama, Mbak Rissa. Kalau begitu saja permisi, mbak Rissa dan Mas-Mas ganteng ini," Si polisi pamit undur diri, meninggalkan Rissa dan kedua pria yang tadi membuat pening kepalanya.

Rissa menatap Aksa dan Ethan bergantian, keduanya menatap Rissa penuh rasa penasaran. Rissa tersenyum tipis, "Papa udah baikan dan akan dapat perawatan lanjutan dari medis tahanan. Satu jam lagi, mobil jemputan Papa dateng. Aku ke Papa dulu, ya, mau lepas-lepasin kangen sebelum pisah lagi."

"Aku ikut. Aku temani kamu sama Om Alamsyah." Ethan mengajukan diri dengan cepat, Rissa tersenyum dan mengangguk sebelum beralih kepada Aksa yang kini tersenyum tipis.

Tangan Aksa beralih mengelus puncak kepala Rissa lembut. "Take your time with your Papa. Hubungi aku kalau udah selesai, ya? Aku di smoking area."

Setelahnya, Aksa berbalik dan melangkah menjauh, meninggalkan Ethan dan Rissa yang tak menyangka akan meninggalkannya bersama Ethan, seakan tak ada niatan untuk bertemu langsung dengan Alamsyah Hadi Seran.

🌹🌹🌹

Tangan Rissa masih melambai ke mobil tahanan yang membawa sang Papa pergi darinya. Senyuman tipis bertahan di bibir gadis itu dan tak lama, senyumannya pudar bersamaan dengan turunnya tangan yang dia gunakan untuk melambai. Ah, kurang dari sehari menghabiskan waktu bersama Papa, tapi Rissa sangat senang. Rasa rindunya terobati, meski pertemuan mereka bukan dengan dasar yang baik.

"Papa kamu orang kuat. Gak usah disedihin, ya?" Tangan Ethan mengelus pundak Rissa lembut, menyalurkan ketenangan pada sahabat yang baru ditemuinya lagi setelah sekian lama.

Rissa mengangguk dan tersenyum. "Iya, aku percaya banget Papa kan kuat." Rissa menghela napas, "Maaf, ya, kamu jadi nemani aku di sini sampai sore begini."

Ethan menggeleng. "Enggak, ini bahkan belum ada apa-apanya sama rasa bersalah aku karena udah biarin kamu sendiri beberapa bulan belakangan."

"Aku gak benar-benar sendiri, kok, tenang. Ada Aksa. Aksa benar-benar jaga aku dari awal kasus Papa sampai sekarang." Rissa tersenyum penuh keyakinan, "Aku percaya banget sama dia, seharusnya kamu juga bisa percaya sama dia."

"Rissa, kamu baru kenal dia dalam hitungan bulan."

Rissa mengangguk lagi. "Aku tahu, Than. Tapi semakin aku kenal dia, semakin tumbuh rasa kepercayaan aku. Jadi, please, percaya, deh. Aku aman sama Aksa."

Ethan menatap sahabatnya, tak percaya. "Kamu lebih milih tinggal sama dia yang baru kamu kenal daripada sama aku yang udah kamu kenal bertahun-tahun lamanya?"

Rissa menggeleng. "Bukan begitu, Than. Aku cuma...gak mau nyusahin kamu terus. Untuk kali ini, izinin aku ngejalanin hidup dengan pilihanku sendiri."

"Dia bukan cowok baik-baik, Rissa. Aku yakin itu."

Lagi, Rissa menggeleng. "Keyakinan aku berbeda sama kamu. Aku yakin seratus persen kalau Aksa cowok baik. Aku aman dan nyaman sama dia."

"Rissa,"

Perhatian Rissa teralihkan saat dari kejauhan, pemuda yang sudah menemani hari-harinya selama beberapa bulan terakhir muncul dari sebuah pintu kaca. Rissa melambaikan tangan sambil berteriak memanggilnya.

"Aksa!"

Perhatian Ethan ikut teralihkan, namun tak lama saat Rissa memeluknya sekilas sambil berkata, "Ethan, makasih banyak untuk hari ini. Aku hubungi kamu lagi nanti, ya, buat ngobrol lebih banyak. Kamu pulang dan istirahat. Sekali lagi, makasih banyak, ya."

Tanpa menunggu responnya, gadis itu sudah melepaskan pelukannya dan berbalik melangkah cepat menghampiri pemuda bertubuh tinggi dan kulit pucat yang menyambutnya dengan dekapan hangat.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Ethan merasakan perasaan tak nyaman saat tahu ada orang lain yang bisa membahagiakan gadis manja yang bertahun-tahun hidup beketergantungan dengannya.

---
01 August 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top