09 Belanja

Rissa tak ingat jam berapa dia tidur semalam—yang jelas, Aksa belum pulang dan Rissa yang menunggu di sofa sampai tidak sadar jika dia menunggu terlalu lama sehingga akhirnya tertidur di sofa. Saat Rissa membuka mata, dia masih mendapati dirinya di sofa, tapi dengan selimut dan juga dua tumpuk bantalan untuk kepala.

Bukan hanya itu, ketika baru membuka mata, Rissa juga sudah dapat mencium aroma yang sepertinya enak entah dari mana. Rissa merapihkan bantal dan selimut yang tadi melindungi tubuhnya tersebut dan meletakan di sofa sebelum melangkah ke sumber aroma masakan yang ternyata berasal dari dapur.

Rissa menahan napas melihat Aksa yang tengah memasak nasi goreng di dapur. Cowok itu masih mengenakan celana pendek—hanya mencapai lutut—dan kaus tanpa lengan berwarna biru. Di telinganya terlihat earphone bluetooth yang menempel dan untung saja Rissa belum sempat memanggil Aksa sehingga suaranya tak harus terbuang sia-sia.

Cewek itu menyandarkan punggungnya pada lemari es memperhatikan bagaimana Aksa memasak, benar-benar terlihat seperti koki handal meskipun, Rissa masih sangsi akan bagaimana rasa nasi goreng buatan Aksa tersebut. Semalam, Aksa benar-benar memanggil cleaning service hanya untuk membantu Rissa memasak mie instan yang nyatanya sangat sederhana. Rissa juga meminta diajarkan bagaimana cara menyalakan dan mematikan kompor gas. Jadi, sekarang dia bisa dan mungkin Rissa akan belajar memasak melalui banyak video di Youtube.

Rissa setengah mati menahan tawa saat Aksa mulai bernyanyi sambil menggerakkan tubuhnya sesekali tetap mengaduk nasi yang ada di wajan. Oke, secara tampang, memang Aksa juara. Tapi saat Aksa menyanyi, Rissa baru sadar jika tampang sempurna tidak menjamin kesempurnaan suara seseorang saat bernyanyi atau mungkin Aksa salah pilih lagu karena semua nada yang dia nyanyikan dari lagu Maroon 5 yang berjudul Sugar itu hampir semua lirik dia nyanyikan dengan penuh paksaan.

Saat nasi goreng selesai dibuat dan Aksa berbalik untuk mengambil piring, namun gerakannya terhenti begitu melihat Rissa yang sangat kentara ingin menertawakannya. Aksa tersenyum dan berkacak pinggang, untung saja Aksa tidak memakai apron berwarna merah muda yang tersedia di dapur ini sejak awal.

"Selamat pagi, Sugar."

Rissa terkekeh dan melangkah mendekat. "Selamat pagi, Chef. Seru banget, sih, masaknya."

Aksa mengerucutkan bibirnya. "Itu pujian atau ejekan?" Cowok itu meraih dua piring melanin yang sudah dia siapkan di atas meja, lalu menuangkan nasi goreng buatannya ke piring tersebut.

"Itu pujian." Rissa menjawab santai, melipat tangan di depan dada.

"Take a seat, Sugar. Gue bangun tidur tiba-tiba lapar dan pengen nasi goreng. Jadi, gue buat, deh, buat sarapan kita."

Sebenarnya bohong. Aksa bahkan baru pulang pukul tiga dini hari dan tak bisa tidur setelahnya, hanya duduk di karpet memperhatikan wajah tertidur Rissa di sofa yang penuh kedamaian. Memang aneh, hanya dengan memperhatikan seseorang tidur, Aksa bahkan merasa waktu berputar cukup cepat.

Rissa menarik kursi di meja makan, menatap takjub nasi goreng Aksa yang aromanya memang sangat kentara enak. "Kamu pulang jam berapa semalam?"

"Lo tidur jam berapa?"

Satu alis Rissa terangkat karena Aksa malah bertanya balik padanya. "Gak tahu, gak lihat jam." Rissa menjawab jujur karena dia memang tak ingat kapan dia mulai tidur.

Aksa terkekeh seraya menarik kursi untuknya duduk. "Kayaknya gue balik jam sebelasan gitu, terus lo udah pulas di kasur. Gue mau pindahin ke kamar, tapi takut lo malah keganggu. Jadi, ya, sori, gue cuma bisa ngasih selimut sama bantal." Aksa meraih gelas yang ada di atas meja, menuangkan air mineral botol yang juga sudah tersedia di atas meja, lalu meletakan gelas tersebut di dekat piring nasi goreng Rissa.

"Hehe, gak apa-apa. Sofa juga udah nyaman banget sampai pulas semalam."

Aksa tersenyum dan mengangguk. "By the way, berhubung ini hari Sabtu, lo ada rencana apa? Gue ikut, dong. Gue belum ada rencana apa-apa, nih." Aksa meraih sendok dan garpu, meletakan di piring nasi goreng Rissa. "Dihabisin, ya."

Rissa balas tersenyum dan mulai memakan nasi goreng buatan Aksa, begitupun Aksa. Oke, baru suapan pertama saja Rissa sudah dapat menyimpulkan jika Aksa pandai memasak. Rasanya sangat enak, seperti masakan koki di restoran bintang lima meskipun, dengan bahan seadanya. Hanya nasi goreng dengan telur, sosis dan daging ayam yang Rissa tahu ada di lemari es.

"Aku mau jenguk Papa, semoga hari ini Papa mau ditemui." Rissa baru menjawab pertanyaan awal Aksa setelah menghabiskan satu sendok nasi goreng. "Kamu jago juga, ya, bikin nasi goreng. Enak."

Aksa terkekeh. "Beginilah anak perantauan. Harus bisa apa-apa sendiri." Aksa merespon pujian Rissa setelah menghabiskan makanan di mulutnya, "Gue antar mau gak? Mumpung gue lagi free."

Rissa berhenti makan sejenak sebelum mengedikan bahu. "Masalahnya, aku gak tahu Papa mau ditemui atau enggak. Waktu awal pengen jenguk Papa, Papa gak mau ditemui dan minta penjaga sel-nya buat suruh aku pulang. Aku titip nomor ponsel ke si penjaga sel, tapi sampai sekarang belum ngehubungin."

"Itu berarti dia sayang banget sama lo sampai dia gak mau lo lihat dia saat dia ada di posisi terendah."

Senyuman tipis muncul di bibir Rissa mendengar ucapan Aksa. "Tapi gimana bisa tenang pikiran aku kalau belum dengar penjelasan sebenarnya dari mulut dia? Belum lagi Mama. Aku berasa jadi anak paling gak diinginkan."

Aksa ikut berhenti makan, dia melipat tangan di atas meja dan menatap Rissa lekat. "Gue udah pernah bilang ke lo, kan? Kebanyakan orang, hanya melihat sesuatu dari satu sisi, tanpa pernah memposisikan diri sebagai orang itu."

Cowok berusia dua puluh satu tahun tersebut menunggu balasan dari Rissa yang tak kunjung datang sebelum menghela napas. "Kalau begitu, hari ini kita coba jenguk bokap lo. Kalau dia belum mau ditemui, lo jangan kecewa, ya? Jangan nangis dan jangan galau. Soalnya takut nular ke gue."

Rissa tersenyum sesaat sebelum mengerucutkan bibir. "Emang galau bisa nular?"

"Bisa, lah."

"Aku baru tahu."

"Makanya, gaul."

Aksa lanjut memakan menu sarapannya sementara Rissa terkekeh dan ikut lanjut memakan menu sarapannya tersebut dengan tenang.

🌹🌹🌹

Seperti hari kemarin, lagi-lagi Rissa mendapat penolakan dari sang Papa untuk ditemui. Jangankan menemui, Rissa bahkan tak mendapat kabar tentang sidang-sidang yang harus Papa jalani jika saja petugas administrasi di sana tidak memberitahu Rissa bahwa minggu depan sidang pertama akan dilaksanakan dan Rissa bisa datang.

"Tadi, kan, udah gue bilang. Apa pun yang bokap lo pinta, seenggaknya harus lo hormati. Dia gak mau lo lihat dia di kondisi terburuknya."

Rissa yang melangkah sambil menundukkan kepala menghentikan langkah saat mendengar suara Aksa yang berbaik hati untuk mengantar bahkan menemaninya meskipun, semua sia-sia. Rissa perlu sedikit mendongak untuk menatap Aksa, cowok itu sangat tinggi dan punya postur tubuh baik. Tadi jelas beberapa petugad apalagi yang berjenis kelamin perempuan sempat melirik Aksa dengan tatapan memuja. Padahal, cowok itu hanya memakai kaus dan celana jeans selutut, memamerkan betisnya yang sedikit berbulu.

"Maaf, ya. Jadi, ngerepotin kamu. Tapi gak bawa hasil apapun."

Aksa tersenyum tipis dan mengangguk. "Surat sama nasi gorengnya udah dititipin, kan?"

Rissa mengangguk. "Udah. Semoga sampai langsung ke tangan Papa." Rissa tersenyum lebar. Sebelum berangkat, untuk mengantisipasi kejadian seperti ini alias diusir sebelum bisa menemui dan memberi dukungan moril, Aksa menyarankan Rissa menuliskan surat dukungan serta membungkus nasi goreng yang tadi pagi Aksa buat untuk Papa karena pastinya dia merindukan masakan rumah walaupun, harus berdebat dengan penjaga.

"Sesuai perjanjian, karena gue udah nemenin lo ke sini, hari ini lo nemenin gue, ya?" Aksa menaik-turunkan alis tebalnya.

Rissa melipat tangan di depan dada. "Kamu mau ke mana emangnya?"

Aksa nyengir. "Sebenarnya gue bingung mau ke mana, tapi pas tadi gue buat nasi goreng, persediaan makanan di lemari es habis. Temenin gue belanja, ya?"

Rissa mengangguk patuh dan keduanya melanjutkan langkah menuju ke area parkir, tempat di mana mobil Mini Cooper Aksa terparkir.

Mobil yang Aksa kendarai melaju dengan kecepatan normal di jalanan kota Jakarta yang cukup lenggang di hari Sabtu ini. Seperti biasa, Aksa memainkan lagu-lagu dari Maroon 5 di stereo type mobilnya, sesekali dia menggumamkan lagu-lagu dari Maroon 5 tersebut sedangkan, Rissa terlalu sibuk menatap ke luar kaca jendela, menatapi jalanan kota Jakarta yang masih asing untuknya.

"Lo kelihatan lebih baik hari ini, gak kayak kemarin dengan tampang seakan bilang, 'hidup segan, mati tak mau'." Aksa terkekeh mengucapkan kalimat itu. Rissa menoleh ke cowok yang masih fokus dengan stir mobil dan jalan tersebut.

Rissa ikut terkekeh. "Thanks to you, then."

"Kenapa?" Aksa bertanya, tanpa menoleh kepada Rissa.

Rissa sedikit menunduk. "Kata Mama, aku itu ibarat kertas putih dan orang-orang di sekitarku itu ibarat spidol." Rissa tersenyum tipis dan menoleh ke Aksa lagi, "Karena akhir-akhir, orang terdekatku cuma kamu jadi, entah kamu sadar atau enggak, tapi kamu udah cukup berpengaruh untuk semua mood baikku."

Aksa balas tersenyum, masih tanpa menoleh. "Gue merasa tersanjung."

Lagi, Rissa terkekeh. "Maaf, ya. Aku ngerepotin kamu banget padahal aku orang asing. Oleh karena itu, setelah semalaman berpikir, kayaknya aku gak mau selamanya ngerepotin kamu. Aku mau buktiin kalau aku bisa. Aku mau mandiri."

Aksa mengangguk. "Niat yang cukup bagus. Gue dukung."

Rissa mengangguk sambil tersenyum senang. "Semalaman juga aku searching tentang pekerjaan yang seenggaknya bisa aku lakoni biar aku gak cuma beketergantungan sama uang tabungan yang semakin nipis. Ada beberapa lowongan jadi pelayan dan gak ganggu waktu kuliah. Kayaknya aku mau coba."

Kali ini, Aksa menoleh sekilas sebelum menggelengkan kepala. "No. Gue gak setuju kalau lo kerja jadi pelayan."

"Loh? Kenapa?"

"Bukan ide yang bagus, Sa. Gue dukung lo buat mandiri, cari uang sendiri, tapi gue gak mau lo jadi pelayan karena pekerjaannya gak akan seimbang dengan hasil." Aksa menjelaskan.

Rissa menghela napas gelisah. "Terus harus gimana, dong? Apalagi pekerjaan yang bisa aku coba selain itu? Pekerjaan lain butuh spesifikasi pendidikan. Aku lulusan homeschooling dan baru masuk kuliah." Rissa diam sejenak sebelum sebuah ide masuk ke dalam otaknya, "Ah, karena aku numpang sama kamu, gimana kalau aku kerja sama kamu? Kamu gak usah panggil cleaning service buat bersihin apartment kamu, biar aku yang lakuin. Kalau kamu butuh apapun, cukup kasih tahu aku."

Aksa terkekeh. "Jadi, lo ngelamar buat jadi pelayan gue, gitu?"

Rissa memikirkan kata pelayan yang baru saja Aksa katakan, tapi ada benarnya juga. Rissa baru saja menyebutkan pekerjaan seorang pelayan.

"Gak apa-apa, deh, jadi pelayan kamu. Aku gak bisa hidup tenang kalau terus kepikiran, gimana caranya balas budi sama kamu? Sumpah, ya, aku gak tahu harus gimana buat balas semua kebaikan kamu. Aku gak mau ngerepotin kamu terus."

Aksa tidak merespon, masih asyik dengan kegiatan menyetir mobilnya sambil menggumamkan lagu Maroon 5 yang tengah dimainkan.

"Kak Aksara,"

"Yeah?" Aksa menoleh sekilas karena mendengar Rissa memanggil namanya, mungkin untuk yang pertama kalinya.

Rissa menahan napas. "Kenapa kamu mau bantu aku? Aku penasaran." Rissa mengerjapkan mata, "Maksud aku, kita gak saling mengenal. Di kampus aja, gak begitu dekat. Tapi tiba-tiba kamu datang kayak Superman dan menawarkan berbagai macam bantuan buat aku. Kamu...ikhlas, kan, bantu aku? Bukan karena ada sesuatu?"

Aksa terkekeh geli mendengar pertanyaan Rissa tersebut. "Gue pass pertanyaan yang satu itu, deh."

Rissa mengerucutkan bibir. "Ih, aku serius!"

Aksa menarik napas dan tersenyum tipis. "Di dunia ini, gak ada sesuatu yang gratis, Sa."

Mata Rissa memicing. "Kamu mau balasan apa dari aku?" Rissa bertanya, sedikit was-was akan jawaban dari Aksa.

Tapi memang dasarnya Aksa tak berniat menjawab ditambah keuntungan tersendiri untuk Aksa karena mobilnya sudah memasuki area parkir sebuah supermarket. Aksa memarkirkan mobilnya dengan cepat sebelum melepaskan sabuk pengaman sambil berkata, "Ayo, belanja!"

Rissa menghela napas dan ikut ke luar dari mobil. Rissa mengekori Aksa memasuki supermarket. Aksa menarik troli terdekat dan mendorong troli itu menuju ke rak-rak.

Rissa mengernyitkan dahi begitu Aksa memasukkan begitu saja beberapa shampoo, sabun mandi cair, dan perlengkapan mandi lainnya sebelum menoleh ke Rissa sambil berkata, "Lo ambil perlengkapan mandi lo. Emang mau pakai yang sama kayak gue?"

"Eh, tapi—,"

"Be a good girl, Clarissa. Listen to me and do what I ask you to do."

Rissa tertawa mendengar ucapan Aksa. "Okay, Sir."

Cewek itu mulai melangkah melihat-lihat rak yang berisikan deretan perlengkapan mandi dan mengambil perlengkapan mandi yang biasa dia gunakan.

Setelah memasukan perlengkapan mandi ke troli, Aksa mendorongnya ke rak-rak lain dan seperti semula, Aksa membeli semua keperluan untuknya dan untuk Rissa, tanpa menerima penolakan dari Rissa.

🌹🌹🌹

"Aktris sekaligus putri dari pengusaha Rudi Hardianto—Natalia Aurelie Hardianto tertangkap kamera tengah berkencan bersama seorang pria asing di sebuah kafe daerah Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu pukul satu dini hari. Seperti berita yang beredar sebelumnya, hubungan Natalia dan sang kekasih yang juga seorang pengusaha, Adam Januartanto, berakhir dikarenakan hadirnya orang ketiga. Kabarnya, Adam sudah tahu mengenai perselingkuhan sang kekasih dan pria yang belum diketahui identitasnya tersebut sejak tiga bulan lalu sebelum memutuskan untuk memgakhiri hubungan yang sudah berlangsung selama hampir lima tahun—,"

Layar televisi dimatikan bersama dengan kelopak mata Natalia Aurelie Hardianto yang juga tertutup seakan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dan benar, suara sang kekasih sudah menggema di sekeliling ruangan tempat keduanya berada, di apartment seorang Adam Januartanto.

"Aku gak kencan sama cowok itu," Natalia melakukan pembelaan tanpa berani menatap Adam yang tengah menatapnya tajam.

Adam memejamkan mata sekilas, giginya bergemertak. "Lalu siapa? Kamu ngopi sama orang asing sampai tertawa kayak gitu, Natalia?"

Natalia mengangkat wajah menatap Adam yang sudah kentara jelas tengah marah. "Aku bahkan gak tahu siapa dia. Aku gak tahu siapa namanya. Kita cuma ngobrol singkat karena saat itu...aku sakit hati kamu putusin lagi."

"Berhenti jadi jalang. Bisa gak?"

Mata Natalia berkaca-kaca mendengar ucapan sang kekasih. Dia bangkit dari sofa dan dengan tegas berkata, "Kita udahan aja, Dam. Aku udah capek dengan semua tuduhan kamu dan bagaimana cara kamu memperlakukan aku akhir-akhir ini. Aku bukan jalang!"

"Tapi kamu terus bertingkah seperti jalang!"

"Aku gak pernah dekat dengan cowok manapun selain kamu selama lima tahun belakangan! Aku ngelakuin semua buat kamu dan masih gak cukup?!"

Sedetik selanjutnya, Natalia menjerit kesakitan saat Adam menjambak rambutnya, menarik kepala Natalia ke belakang sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Natalia, berkata cukup tegas, "Gue gak suka lo keganjenan sama cowok lain! Lo punya gue, selamanya punya gue!"

Natalia tidak melawan, dia menutup mata menahan sakit, tapi air mata sudah mengalir deras di pipi mulusnya tak tahan akan sikap kasar Adam.

---

Hope you guys like it! :)
Terima kasih masih berkenan membaca :)

23 April 2020
reposted on: 20 July 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top