Perawan Tua


Happy reading....

"Dokter?" ucap Arabella begitu terkejutnya ketika mendongak menatap sosok berjas putih itu tengah balik menatap dirinya.

"Kamu nggak apa-apa, Ara?" tanya Randu yang tiba-tiba melihat gadis itu nyaris jatuh dan untungnya sosok tampan berhidung bangir itu menahannya.

Sementara wanita yang mendorong Arabella langsung pergi begitu ia disorot beberapa mata orang di sekitar koridor rumah sakit.

Randu akhirnya memapah gadis cantik itu dan membantu ia duduk di kursi tunggu yang tersedia. Senyum khas lelaki itu begitu teduhnya hingga setiap mata yang sempat menatap dirinya pasti kagum.

"Memangnya siapa perempuan tadi? Apa kamu lagi ada masalah dengannya? Randu kembali menyelidik gadis itu dengan tatapan penasaran yang terpancar jelas dari matanya.

"Sandra namanya, Dok. Dia sahabat kecilnya Kenzo dan kebetulan perempuan itu juga yang sebentar lagi mereka akan bertunangan." Arabella menjawab sembari merapikan rambutnya  yang berantakan tadi.

"Jadi, kamu ke sini juga mau jenguk Kenzo lagi seperti kemarin?" Randu kali ini betul-betul ingin tahu lebih apa niat gadis di sampingnya itu.

"Iya, Dokter. Saya senang banget karena sekarang Kenzo sudah sadar dari komanya," jawab gadis itu dengan senyuman yang terulas manis dari bibirnya.

"Iya, kamu nggak perlu kuatir karena sebentar lagi bos kamu sudah bisa pulang. Boleh saya minta nomor Whatsapp kamu, Ara?" tanya Randu hati-hati. Ia tidak ingin niat terselubung demi mendekati Arabella akan ketahuan.

"Buat?"

"Buat ngasih kabar tentang kondisi Kenzo. Saya, kan, dokternya. Apa kamu nggak mau tahu kondisi Kenzo pasca kecelakaan?" jawab Randu cepat.

"Tentu mau, Dok."

"Dok?"

"Randu maksud saya. Ini." Arabella mengangsurkan gawainya pada Randu. Sementara Randu segera menyimpan nomor Arabella dan memanggilnya balik.

"Masuk?"

"Udah. Saya pulang dulu, ya, Ran."

Sial! Begitulah nasib Arabella saat ini. Kekasih yang mengusik pikirannya sejak kecelakaan itu benar-benar membuat hatinya terluka. Bagaimana tidak, Kenzo yang sempat koma dan membuat hati Ara hancur kini justru sedang berdua dengan wanita lain. Kenapa bahagia yang baru saja ia kecap kini hampir hilang tak berbekas?

Kenzo aku kangen kamu.

Arabella mengendarai motornya perlahan. Pikirannya benar-benar kacau. Sesampai rumah bahkan ia tak menyempatkan makan malam. Perutnya seolah-olah sudah kenyang. Nafsu makan yang biasanya berkobar saat menyium aroma rendang kini enyah begitu saja. Melihat putrinya langsung masuk kamar dan melewati menu kesukaan, membuat hati sang bapak bertanya-tanya. Ada apa gerangan dengan putri kesayangannya. Padahal tadi saat izin ke rumah sakit untuk menemui Kenzo, wajah Ara begitu bahagia, tetapi kini wajah yang hangat itu meredup. Beberapa menit setelah Arabella memasuki kamarnya, sang bapak berjalan mendekati di mana putrinya tidur.

"Ra, buka pintu, Nak. Ini bapak." Sang bapak mengetuk pintu kamar Arabella berulang kali.

"Palingan capek. Udah biarin aja napa, sih, Pak. Ara itu bukan anak kecil lagi. Udah gede! Perawan tua!" Sang ibu berbicara penuh penekanan seraya menatap lurus ke arah TV.

"Ara belum makan, Bu."

"Kalau lapar nanti juga makan. Ribet amat, Pak!"

Sang bapak pun tak menjawab ocehan sang istri. Ia memilih diam dan kembali mengetuk pintu kamar sang putri. Kali ini hanya satu ketukan, kenop pintu kamar akhirnya bergerak. Perlahan pintunya terbuka. Ara hanya melihat sang bapak sekilas dan berjalan kembali ke ranjangnya. Arabella menaruh punggungnya pada sandaran ranjang. Tatapan matanya kosong ke depan.

"Ra, apa ada masalah, Nak? Cerita ke bapak. Bapak sedih lihat Ara begini."

Arabella masih bergeming tanpa sepatah kata pun. Hingga tiba-tiba air matanya meluruh. Ia menundukkan wajahnya. Tak ingin kesedihannya terlihat oleh sang bapak.

"Ra ...." Suara bapaknya sedikit bergetar. Ia tahu kini putrinya sedang tidak baik-baik saja. Sang bapak berdiri berjalan mendekati sang putri. Mengetahui sang bapak mendekat, Ara pun meraih pinggang sang bapak dan memeluknya erat. Tangisnya semakin menjadi.

"Kenzo, yah. Hiks ... hiks ... Kenzo."

"Kenapa dengan Kenzo, Nak?"

"Dia akan segera menikah, Pak."

"Menikah dengan Ara, 'kan?" tanya sang bapak mengulangi.

Arabella menggeleng lemah. Lirih ia berucap, "Dengan anak sahabat papanya Kenzo. Bodohnya Ara begitu terlena dengan cinta yang Ara yakini adalah belahan hati Ara. Benar kata ibu, Ara ini hanya perawan tua!"

"Iya kamu perawan tua. Tapi, bukan berarti ibu rela anak ibu satu-satunya disakiti begitu saja. Bawa ibu ke hadapan Kenzo besok! Ibu mau buat perhitungan dengannya," jawab sang ibu berapi-api.

Arabella tak menyahut. Tangisnya terhenti seketika. Ada rasa hangat yang menjalar ke hatinya. Tentang perhatian yang ia rindukan. Hangat kasih sayang ibunya. Arabella menggeser tubuhnya mendekati ibunya yang sudah duduk tak jauh dari tempatnya berada. Tanpa aba-aba, Arabella menyusup ke dada sang ibu, memeluk sang ibu erat.

"Terima kasih, Bu. Ara baik-baik saja," ucap Ara lirih.

"Baik apanya? Orang dari tadi nangis mulu sampai bengek. Lihat ini wajah jelek gini. Ingusan lagi. Sini ibu lap." Perlahan sang ibu menangkup wajah sembab Arabella, dengan sedikit isak satu tangannya mengusap jejak air mata bahkan ingus yang keluar membasahi wajah Arabella.

"Pantes aja gak mau. Jelek gini. Jangan sedih lagi. Mulai saat ini, Ara hanya boleh tersenyum. Maafin ibu yang selalu menuntut kamu untuk segera menikah. Ibu hanya ingin lihat kamu bahagia, ibu hanya ingin lihat Ara menikah, ibu hanya nggak mau dengarin orang-orang nyebut kamu perawan tua. Anak-anak mereka bahkan sudah memiliki satu bahkan tiga cucu. Ibu dan Bapak udah tua dan kamu satu-satunya putri kami. Jika bukan berharap cucu dari kamu lalu dari mana kami menggantung mimpi?" terang sang ibu.

"Bapak masih sabar, kok, Bu."

"Ta-tapi ... tapi sakit ibu ...." Sang ibu tak bisa lagi melanjutkan kata-katanya. Suaranya tercekat di tenggorokan, bahkan napasnya tersengal saking terlalu banyak menangis. Ya, ibu Arabella memang memiliki penyakit serius. Entah berapa lama lagi bisa bertahan. Menyadari gundah sang ibu, Arabella buru-buru menyahut.

"Ih ingus Ibu jorok. Tadi ngatain Ara jelek. Ara jelek ternyata nurunin Ibu. Bener, 'kan, Pak?" Arabella menengok sang Bapak meminta persetujuan, tentu demi mencairkan suasana.

"Bener banget," jawab bapaknya.

Mendengar itu sontak sang ibu tersenyum dan menghentikan tangisnya.

"Ibu, Ara yakin Ibu dan Bapak kelak akan melihat Ara menikah dengan soulmate Ara, jodoh Ara. Jika sampai waktunya tiba, tenang ibuku sayang, Ara bakal kasih satu cucu ... emmm ... sebelas cucu."

Mendengar ucapan Ara kali ini tawa sang ibu pecah begitupun dengan bapaknya. Mereka tertawa bersama. Ara yakin jodoh yang sesungguhnya telah Tuhan persiapkan untuknya. Ya, Ara harap itu Kenzo. Kenzo si songong yang telah memberinya banyak warna juga rasa dalam waktu yang singkat.

Oke, Ara. Saatnya keep fighting mencari calon suami.

Saat melamun, tiba-tiba ponsel Ara berdering. Buru-buru ia mengambil dan mengusap layar. Matanya membulat kala melihat nama si pemanggil. Mungkinkah ... mungkinkah ada sesuatu?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top