Luka di Relung Hati
Chapter 1
"Lihat aja, nggak ada yang mau melamar perempuan berumur macam kamu itu!"
"Pantas kamu tidak ada yang suka, orang kamu itu sok jual mahal. Padahal jual murah saja tidak ada peminat."
Tiba-tiba saja Arabella menarik napas cukup panjang. Dadanya saat ini terasa sesak hingga tanpa ia minta genangan yang semula memenuhi kelopak matanya ikut luruh seketika.
"Mungkin seumur hidup kau akan jadi perawan tua!"
Terduduk lemas seperti separuh ada yang dulunya ada seolah lenyap tak berbekas.
Arabella yang sangat memercayai akan adanya cinta sejati kini perlahan mulai enggan membuat semboyan itu begitu berarti dalam hidupnya.
Mata indahnya masih saja menatap buih-buih ombak yang sesekali menyapu jari-jari kakinya. Lagi ia memeluk lutut dengan menumpukan dagunya di sana.
Mungkin keindahan pantai inilah yang bisa membuat dirinya lebih tenang. Mendengarkan gemercik air dalam keheningan serta menengadah menikmati hangatnya sinar surya.
Gadis itu tahu bahwa perkataan keluarganya benar adanya jika ia mengizinkan. Terlebih mereka itu adalah keluarganya sendiri. Bisa jadi mungkin lontaran kata-kata itu pantas keluar dari mulut mereka. Iya, meski rasanya ada luka tanpa darah yang menancap di relung hati seorang Arabella.
"Nak, ayah tahu itu sangat menyakiti hatimu," ucap ayah yang duduk di samping putrinya itu.
Iya, beda dengan ayahnya yang selalu menganggap Ara sebagai putri kecilnya meski terkadang ibunya sendiri sangat tidak menyukai gadis itu.
Entah, dengan sang ayah Arabella selalu merasa dipedulikan. Bahkan, ketika gadis itu berlari jauh keluar rumah menuju pantai dan ayahnya segera menyusulnya. Mungkin kasih sayang itu yang selalu membuat ia kuat walau bisa rapuh seperti detik ini.
"Jadikan itu sebagai cambuk dalam kehidupan agar engkau bisa lebih kuat menjalani hidup yang engkau inginkan, Nak."
Tangan kokoh lelaki paruh baya itu mengusap dengan tekanan kuat hingga rasanya semangat Arabella kembali untuk menatap dunia.
"Makasih, ayah, ya karena selalu memberi semangat agar Ara kuat seperti dulu," lirih Arabella sembari memeluk ayahnya sebelum mereka meninggalkan pantai.
Saat mereka sampai di rumah, terlihat raut wajah seorang perempuan paruh baya berdiri di depan pintu begitu mengkerut seperti jeruk bali. Iya, dia Sumartini, ibunya Arabella.
"Manjakan saja terus anak gadismu itu!" Ibunya berseru seperti biasa akan tetapi, Arabella dan ayahnya tidak menghiraukan dan langsung masuk.
"Itu kan anak ibu juga toh, jangan terlalu keras dan nyelekik begitu bicaranya, Bu, kasian Ara bisa-bisa tidak menikah seumur hidupnya," sanggah lelaki paruh baya yang berlalu dari pandangan Sumartini.
"Tapi ayah tahu kan umur Ara sudah berapa? Ibu tidak yakin lagi nanti akan ada yang akan melamarnya," lanjut Sumartini dengan ketus.
"Apa ibu akan melawan yang namanya takdir? Kan kita tidak tahu siapa nanti jodohnya Ara, mungkin saja orang itu ada di sekitarnya atau di tempat kerjanya, siapa tahu toh," timpal sang ayah lagi seakan memberi pembelaan pada putri semata wayangnya itu.
Hati Arabella tiba-tiba menghangat saat ia datang menghampiri orang tuanya. Ia tersenyum bahagia karena sosok ayah selalu akan ada saat ia butuh.
Setelah perdebatan sengit, mereka mengakhirinya dengan makan malam sederhana. Kemudian Arabella melangkah menuju kamar dan beristirahat.
Esoknya, Arabella seperti biasa merapikan rambut dan blazer cokelat muda yang ia kenakan pagi ini. Dengan polesan warna nude di bibir mungilnya, gadis itu tampak merona terpancar dari sorot mata.
“Capek berdandan tiap hari nggak ada lirik. Coba lihat Ririn tanpa bersolek pun sudah ada jodohnya!” seru Tante Yanti yang tiba-tiba saja datang entah dari mana.
Benar saja Arabella memilih tetap diam dan pura-pura mendengar kalimat pedas yang selalu melayang tanpa disaring dari mulut wanita itu. Iya, sebagai adik dari ibunya, Arabella juga tidak ingin berdebat dari pada ia terlambat ke kantor.
“Heh Yanti! Harusnya kamu jaga anak perempuan kau sendiri yang tiap malam kelayapan.” Arabella melempar senyum pada ayahnya karena beruntung selalu membelanya.
“Yanti betul, kok, tidak salah. Kenapa selalu dibela, sih, yah!” Perempuan paruh baya itu tetap mencoba menyangkal pembelaan dari suaminya.
“Nggak apa-apa, ibu. Mungkin jodoh Ara memang belum datang atau belum waktunya nikah. Lagian Ara juga masih ingin membahagiakan ibu dan ayah.
“Alah! Itu cuma alasan kamu saja, Ara. Padahal waktu itu ada si Joko yang suka dan mau nikahin kamu, eh malah kau tolak. Coba sekarang, siapa yang mau lagi dengan umur kau yang sudah makin tua. Apalagi kau sudah dicap ‘perawan tua’ sama teman-teman seangkatan mu,” cecar Sumartini bak anak panah yang menusuk bagi Arabella.
Arabella masih mencoba menahan tanpa membantah lagi. Selesai sarapan ia bergegas berangkat dengan motor metiknya melesat ke kantor.
Sangking terburu-buru membelokkan kendaraan kesayangannya, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah mengkilap menyerempet gadis itu hingga terjatuh. Motor Arabella mati di tempat sedangkan mobil mewah itu melewatinya tanpa peduli sedikitpun. Namun, Arabella sempat melihat sosok lelaki berkacamata hitam mengendarai mobil itu karena kaca mobilnya sedikit terbuka.
“Aduh, si Eneng! Kenapa nggak hati-hati atuh?” tegur satpam yang tiba-tiba berlari ke arah Arabella yang kelihatan panik dan bingung.
“Ma- maaf, Pak,” ucap gadis itu lemas.
“Ya sudah, sana masuk gih! Sepertinya yang tadi itu mobil bos baru kita, Neng. Tapi kok songong begitu, ya, tidak ada hati nurani untuk menolong orang lain yang celaka begitu,” lanjut pak satpam dengan raut kesalnya.
“Hei! Cepetan Ra, lima menit lagi kita meeting penting kedatangan bos baru. Untung elo gak telat kayak kemarin, kalo nggak bisa kacau Ara,” cerocos Mega, rekan kantor yang mejanya bersebelahan dengan Arabella.
“Biarin aja, Meg. Orang kayak gitu nggak usah ditunggu. Kamu nggak tahu aja tadi tuh aku diserempet sama mobil bos baru yang kamu bilang itu. Huuft! Pagi-pagi bikin naik tensi aja!” sambar Arabella yang masih merah padam mukanya.
Kelihatannya gadis itu ingin membuat perhitungan sama pria arogan itu. Mungkin kalau di rumah, Arabella kalem tapi kalau di luar kekaleman itu seolah pupus tanpa jejak.
Sifat yang satu ini keluar ketika Arabella melihat ketidakadilan di depan matanya sendiri terlebih hari ini ia yang mengalami.
“Aargh ...!” teriakan Arabella tiba-tiba mengalihkan perhatian seseorang.
Bersambung ....
Hallo friends😘 selamat datang di cerita baru aku yah😊 semoga kalian suka. Jangan lupa follow dan vote cerita ini agar kalian dapat notifikasi update bab terbaru.
Makasih😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top