Gangguan Jiwa

Part 9 : Gangguan Jiwa

Terlihat dari cara menggerakkan langkah, Kenzo begitu gundah dan semakin cepat ia mengayunkan tangan kokohnya itu. Pria berkumis tipis itu bergegas memutar kunci mobilnya dan menyalakannya. Kendaraan roda empat itu melesat dan membelah jalan kota besar yang penuh dengan lalu lalang alat transportasi lainnya.


Kenzo mencoba mengatur napas dan dan mengembuskannya secara perlahan. Pikiran pria bertubuh tinggi itu sungguh berkecamuk dan hanya terfokus pada Mirna, sang mama.


Sejak Mirna ditinggalkan oleh putri kesayangannya di waktu kecil, wanita itu mulai kehilangan arah dan tidak bisa berpikir jernih seperti orang normal. Berkali-kali ia melakukan hal berbahaya saking putus asa karena kehilangan putri kecilnya itu. Mama Kenzo nyaris menyayat dirinya sendiri jika pikiran rindu pada Anggina, putrinya.


Ini baru kejadian lagi Mirna mengamuk pada semua orang termasuk pada suster yang menjaganya. Benar saja Kenzo sangat gelisah dan mengkhawatirkan mamanya jika mengamuk seperti dulu.


Beberapa menit lagi pria yang sedang dikuasai kegelisahan itu sampai ke gerbang rumah sakit kejiwaan yang terletak di sudut kota. Begitu mobilnya memasuki area parkir, sepertinya ia melihat seseorang dari belakang. Ternyata itu papanya dari tadi sedang menunggu kedatangan Kenzo.


“Pa, gimana keadaan mama? Apa mama sempat nyakitin dirinya sendiri lagi?” tanya pria bertubuh tinggi itu sekaligus dua pertanyaan saking paniknya.


“Iya, nanti papa akan jelasin semua yang terjadi di rumah, ya, sekarang ayo ikut papa melihat keadaan mama dulu,” jawab lelaki setengah baya dengan raut wajah yang sama seperti putranya saat ini.


“Iya, baik, Pa. Kita cek dulu keadaan mama sekarang,” balas Kenzo sembari mengikuti langkah sang papa.


Akhirnya langkah Kenzo menyamai papanya dan segera bergegas ke bagian perawatan pasien jiwa. Sebenarnya Kenzo dan papanya tidak ingin membawa Mirna kembali ke tempat itu, tetapi apa boleh buat kapasitas mereka tidak sanggup mengatasi hal itu.


Dari ruangan yang dikelilingi jeruji besi terlihat seorang wanita cantik dengan rambutnya yang terurai begitu berantakan. Bola mata Mirna bergerak ke sana kemari, entah apa yang mengganggunya. Sesekali ia tertawa dan sekaligus menangis sendiri hingga terisak. Tak lupa sebuah boneka Barbie dipeluknya begitu erat seolah-olah tak ingin terpisahkan lagi.


Melihat kondisi sang mama, buliran bening menggenangi pelupuk mata Kenzo. Pria bertubuh tinggi itu tak kuasa menahan sesak di dada melihat sosok malaikat tanpa sayap di sana dengan raut yang tak ingin ia gambarkan saking tersiksanya.


“Kenzo, kamu masih ingat, kan, Nak, waktu kita sama mama berkumpul dan mengisi waktu bersama. Mama kamu yang tak bisa ditahan itu adalah tawanya itu, lho, kadang sampe terpingkal-pingkal. Gimana enggak, kan, kamu tahu kalo papa suka sekali bercanda sama mama kamu,” ucap lelaki itu dengan memaksakan wajahnya untuk memperlihatkan senyum pada istri dan putranya tercinta.


“Iya, Pa. Kenzo nggak akan pernah lupa kenangan itu. Kehadiran mama memang selalu membuat hari-hari kita menjadi indah, Pa.” Kenzo lantas memeluk sang papa dan meneteskan cairan bening itu di pundaknya.


Benar saja, tatapan Mirna kosong dan hampa. Kini Kenzo berpindah mendekap tubuh wanita yang telah melahirkannya. Mungkin Mirna masih menyisakan rasa cinta terhadap putranya itu, lalu Mirna membalas pelukan dirinya.


“Maaf, Pak. Kemungkinan Ibu Mirna perlu dirawat di sini dalam dua minggu ini sampai suasana hatinya benar-benar tenang. Kami sebagai dokter dan petugas di rumah sakit ini akan memberi perawatan terbaik bagi setiap pasien. Jadi, Bapak dan Mas tidak usah cemas.

Cukup doakan saja agar Ibu Mirna cepat sembuh dan bisa bersikap normal seperti biasa.” Dokter memberi penjelasan panjang pada Kenzo dan juga papanya.


Akhirnya setelah melalui situasi sulit, Mirna dibawa ke ruangan yang ukurannya lebih kecil dan diberikan obat penenang agar bisa tidur sejenak. Pun Kenzo dan papanya bisa tersenyum bahagia melihat Mirna.

***

Sementara Arabella sibuk mencari-cari ponsel dalam tasnya, gadis berkacamata itu hendak menghubungi temannya yang bernama Mega untuk menyuruhnya menjemput.


“Halo! Jemput aku sekarang, ya, Meg? Aku udah baikan nih, udah kuat jalan, kok,” seru Arabella di balik ponsel semangat.


“Lho, bukannya lo tadi bareng sama Pak Bos Kenzo? Trus dianya ke mana, Ra? Tega banget ninggalin lo sendiri, padahal, kan, baru sembuh dari pingsan. Emang kagak bertanggung jawab tu orang, kesel gue kalo gini caranya,” gerutu Mega tanpa jeda saking geramnya pada si bosnya itu.


“Oke, oke, nanti aku cerita semua, deh, sama kamu. Yang penting kamu harus jemput aku dulu, yaa. Please Mega Sayang,” pinta Gadis dengan bibir pucat itu memohon dengan serius.


“Iya, iyaaaaa. Tunggu tiga puluh menit lagi gue nyampe, oke? Dah.” Akhirnya gadis cerewet itu menutup ponselnya dan menyambar kunci mobil.


Arabella pun memindahkan benda pipih itu ke atas nakas dengan perasaan lega. Perlahan ia mulai menyisir rambut sebahunya yang bergelombang itu menggunakan jemari mungilnya. Di susul merogoh tas, lalu ia mengeluarkan cermin kecil untuk melihat betapa pucatnya wajah cantik itu saat ini.

Sembari menurunkan kaki jenjangnya, tiba-tiba gawai di sana berbunyi lagi.
‘Pak Bos Songong memanggil’ begitulah ia memberi nama buat si tampan Kenzo. Tanpa pikir panjang lalu gadis itu mengangkatnya.


“Halo, Bella?”


“Apa kamu masih di rumah sakit?”


“Saya sudah selesai ngurusin mama dan sekarang mau jemput kamu,” ucap Kenzo bergegas sembari berlari menuju mobilnya.


“Nggak usah, Pak, sebentar lagi Mega datang menjemput saya, Pak.” Arabella mencoba mengatakan jujur.


“Ya, sudah! Biar saya yang menelpon Mega, ya, bilang tidak perlu menjemput lagi karena saya yang akan jemput kamu,” lanjut Kenzo mantap. “Oke, Sayang. Kamu siap-siap, ya, lima belas menit lagi saya sudah di sana.” Pria itu tiba-tiba mengucap kata-kata yang belum pernah diucapkannya terutama pada Arabella.


Begitu gadis berkacamata mendengar kata ajaib itu, seketika pipinya merona dan tak bisa menahan rasa bahagia dalam hati. Namun, apa memang Kenzo benar-benar menyukai dirinya atau hanya isapan jempol semata.


Bersambung

Mohon dukungannya ya teman-teman buat cerita ini banyak yang baca dan semoga dapat manfaat 😍


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top