Bab 9


Saat Agnes akan bergerak untuk keluar dari dalam toilet, Emily yang sudah mengetahui niatnya, ketahuan dari kedua kaki Agnes yang terlihat akan melangkah keluar. Seketika dengan cepat Emily langsung menginjak sepatu Agnes melalui celah bawah kamar toilet. Ternyata Agnes sembunyi di dalam toilet yang bersebelahan dengan kamar toilet Emily.

Emily melakukan hal tersebut untuk menghentikannya. Agnes yang mengetahui akan maksud dari Emily pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengikuti apa yang Emily mau. Di dalam, Agnes hanya bisa pasrah dan mendengarkan perlakuan bullying yang dilakukan oleh tiga wanita brutal terhadap teman sekelasnya, Emily.

Setelah Agnes cermati, ternyata suara khas dari tiga wanita tersebut tidak pernah Agnes dengar. Mereka bukanlah teman satu kelas atau satu lingkungan fakultas kedokteran, lebih tepatnya mereka seperti dari fakultas yang lain.

Dalam hati Agnes selalu berpikir, bagaimana bisa seorang dari fakultas lain dapat memasuki wilayah dan ranah fakultas kedokteran? Untuk apa mereka datang kemari? Apakah tujuannya hanya untuk melakukan tindak pembullyan? Melampiaskan stres dan kemarahannya pada anak dari fakultas lain?

“Hey! Babi! Babi! Jangan menangis, ih! Kami kan teman, kita-kita kan baik. Ini buktinya kami bertiga membawa sebuah kue untuk merayakan ulang tahunmu, lho!” ucap wanita tertua yang sudah lihai dalam bermain kata dan intimidasi.

“Tadaaa! Ini kuenya!” teriak Helena dan Mona sembari memperlihatkan sebuah kue blackforest yang di atasnya terdapat tulisan ‘Happy Birthday Babi yang ke 19 tahun.

“Aku yakin pasti kamu sangat senang dan bahagia, ya, kan, ya!?” kata wanita tertua memasangkan beberapa lilin di atas toping kue dan menyalakannya dengan korek api.

“Baik, kuenya sudah siap! Yokkk kita rayakan dengan nyanyian ulang tahun!” seru wanita tertua.

“Yeyyy!” sahut Helena dan Mona.

Happy Birthday Babi! Happy Birthday Babi! Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday Babi!”

“Sekarang tiup lilinnya!” seru wanita tertua.

“Tiup lilinnya! Tiup lilinnya! Tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga!”

Emily yang dalam menahan tangisnya tidak dapat berbuat apa-apa lagi, di dalam hatinya dia tidak mau meniup lilin tersebut, tapi karena sorotan mata wanita tertua yang melotot tajam, hal itu mampu membuat Emily terintimidasi dan akhirnya bersedia untuk meniup lilinnya walau dengan rasa yang penuh dengan keterpaksaan.

“Ayo! Emily! Cepat tiup lilinnya!”

Saat Emily akan meniup lilinnya, tiba-tiba wanita tertua mendorongkan kuenya sampai terbenam ke seluruh wajah Emily.

PLOK!

“Yey!!!” seru Helena dan Mona.

“Mana ada babi bisa tiup lilin, bodoh!” teriak wanita tertua.

Emily yang terkena dorongan tersebut seketika jatuh dari closet duduk.

Bruk!

“Ugh! Uh!” desah Emily menahan rasa sakit.

“Tidak hanya itu, kita juga bawa kue yang lainnya juga lho! Jika kue yang tadi untuk perayaan ulang tahunmu, maka kue ini adalah perayaan untuk hubungan kita yang sudah 1,5 tahun! Tadaaa! Kue Anniversary!” seru wanita tertua.

“Yeyyy!” sahut mereka berdua.

Sejenak saat wanita tertua tersebut mencoba untuk melemparkan kue tersebut ke arah Emily tiba-tiba smartphonenya berdering.

“Eh?”

Kini wanita tertua tersebut meminta Mona untuk memegang kuenya sementara.

“Halo? ... oh, iyaaa! Ini aku! Lady Roux! ... oh! Oh! Ya! Bisa! kita bisa bertemu kapanpun kamu mau! ... ba-baik-baik! Aku akan segera mengirimkan lokasiku sekarang! Yesss! Akhirnya!”

Ternyata wanita yang disebut ‘Bos’ atau wanita yang lebih dewasa dari pada mereka berdua bernama Lady Roux.

“Sttt, siapa?” bisik Mona penasaran.

“Bukan siapa-siapa, oh, iya, sepertinya hari ini aku cuma sampai di sini saja, ya. Aku ada janji nih, hehehe! Kalian boleh kok abisin dia dengan sesuka hati kalian,” ucap Lady Roux yang sepertinya sangat terburu-buru.

“Yahhh! Nanti tidak seru dong,” keluh Helena yang tidak rela melepaskan kepergian Lady Roux.

“Tenang, besok kita bisa lanjutkan lagi, kok! Ya, kan Babi!? Kita masih memiliki kesempatan lagi untuk membunuhnya secara perlahan. Aku berjanji, besok aku pastikan dia akan benar-benar mampus! Yo! Aku duluan, ya!”

“Yo! Hati-hati di jalan, Bos! Semoga kencannya sukses! Yuhuuuu!” seru Helena dan Mona.

Kini Lady Roux pun pergi meninggalkan ruangan dan menyerahkan Emily pada mereka berdua.

“Kumohon, berikan aku kebebasan untuk pulang dari sini,” rengek Emily dengan nada yang lemah.

“Enak saja! Walaupun Bos pergi karena ada keperluan bukan berarti sekarang kamu bebas, Babi!” teriak Helena dengan lantang.

“Kami juga butuh hiburan! Kami belum puas dalam menyiksamu! Jadi, bersabar! Lagian hari masih siang, dan waktu masih menunjukkan pukul 14.00! masih terlalu dini untukmu bisa pulang, Babi!” teriak Mona dengan suara yang lebih lantang lagi.

“Jadi, kita mulai dari mana, ya???” tanya Helena.

“Sepertinya kita akan bermain mulai dari perutnya yang gendut! Aku akan melemparkan kue Anniversary ini!” usul Mona sembari mengangkatkan kuenya ke atas.

“Oh, jangan,” ringis Emily yang sudah tidak berdaya.

Saat Mona akan melesatkan kue tersebut ke arah Emily, dengan cepat Agnes berhasil menahan tangannya.

“Hentikan! Cukup sampai di sini kalian melakukan tindak bullying pada temanku, Emily!” sergah Agnes.

Mona dan Helena yang terkejut akan kedatangan Agnes secara tiba-tiba, mendadak langsung memberikan suatu serangan seperti berupa dorongan. Tapi tindakan tersebut berhasil dicegah oleh Hans yang tiba-tiba datang dari luar lorong. Hans menahan Helena dari belakang sedangkan Mona berhasil dibekuk oleh Agnes.

“Ba-bagaimana kau bisa melakukan teknik seperti itu?” kata Hans yang terlihat terpukau akan aksi yang dilakukan Agnes.

“Ah! Ya, mamaku pernah mengajariku teknik seperti ini guna untuk membela diri dan bertahan dalam menghadapi tindak kriminal di jalanan.”

“Lepaskan! Siapa kalian!” teriak Helena meronta-ronta.

“Ungh! Uh! Apa yang kalian lakukan di sini!” seru Mona dengan wajah yang merah padam karena kepalanya diamankan oleh Agnes hingga menyentuh lantai keramik.

“Seharusnya aku yang bilang seperti itu! Bagaimana bisa mahasiswi semester 5 dari fakultas hukum bisa membuat keonaran di sini!” ucap Hans.

Sembari membekukkan Mona, Agnes pun segera melepaskan sabuknya dengan tangan kirinya, dan memanfaatkan sabuk tersebut menjadi layaknya sebuah tali untuk diikatkan ke kedua lengan Mona. “Nah! Dengan begini! Kau tidak akan bisa kabur!”

Agnes yang tidak mau melihat Emily meringkuk kesakitan langsung menghampirinya. Mengelap wajah Emily dengan menggunakan tisu basah yang selalu ia bawa ke manapun dirinya pergi. Membersihkannya hingga tak ada satupun krim kue yang mengotori wajah Emily.

“Kita harus segera pergi dari sini Emily.”

“Hiks-hiks ... a-aku, aku mau pulang,” tangis Emily.

“Ya, kau akan pulang, tapi untuk sementara aku harus membawamu ke ruangan klinik terdekat.”

“Aku maunya pulang, hiks,” tangis Emily yang semakin menjadi-jadi.

“Iya-iya, Emily, tentu saja kita akan segera pulang dan keluar dari ruangan yang kumuh ini,” tutur Agnes sambil berusaha mengangkat tubuh Emily dan membantunya keluar dari zona tersebut.

“Hans, aku akan membawa Emily pergi dari sini, aku akan mengantarkannya ke klinik terdekat untuk mengobati lukanya.”

“Oke, Agnes. Serahkan wanita-wanita ini padaku, aku akan membawanya ke ruangan dewan petinggi dari kampus ini. Agar cepat diadili mengenai perbuatan kasus bullying yang telah mereka lakukan terhadap Emily.”

Agnes pun membawa Emily pergi. Sedangkan Helena dan Mona diserahkan kepada Hans.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top