Bab 8
Kini Agnes keluar dari lamunannya yang lalu, tapi sesekali dirinya memikirkan mobil sedan yang diangkut oleh sebuah truk berat. Entah apa yang membuat Agnes memikirkan hal tersebut.
Agnes berjalan, menyusuri sebuah koridor, ia berniat untuk pulang karena dia rasa hari ini sudah tidak ada lagi jadwal mata kuliah. Saat Agnes melintasi sebuah koridor, Agnes melewati sebuah lorong kecil di mana lorong tersebut adalah lorong yang terhubung langsung dengan toilet yang berada paling ujung, yang jauh dari kebisingan. Sejenak dirinya mendengar sebuah suara erangan kesakitan.
Pada saat itu, jantung Agnes berdegup kencang, dengan keringat yang bercucuran sangat deras, berhasil membuat rasa adrenalin Agnes terpacu. Agnes mencoba untuk memberanikan diri, yang pada hakikatnya dirinya hanyalah seorang wanita penakut akan hal-hal yang berbau horor dan mistis, tapi karena melihat hari yang masih siang, jadi tidak ada alasan untuk dirinya terlarut dalam ketakutan.
Agnes mulai memberanikan diri untuk menerjang memasuki lorong kecil tersebut, berjalan dengan mengendap-endap penuh dengan kewaspadaan. Gerakan mata yang bergulir dengan sangat cepat, berpindah dan beralih, ke sudut sana dan ke sudut sini. Derasan keringat semakin menjadi-jadi, sudah sekitar 5 meter dirinya berjalan menerobos atmosfer yang mengerikan. Saat suatu ketika suara erangan tersebut mulai terdengar sangat dekat dan semakin jelas.
Dirinya menemukan sebuah kamar toilet yang di mana pintunya terbuka. Saat menengok ke dalam Agnes terkejut. Ternyata suara erangan yang selama ini didengarnya adalah suara tangisan Emily yang terduduk di sudut toilet. Agnes yang melihat tersebut langsung segera bergegas dan mendekap tubuh Emily.
“A-apa yang telah terjadi padamu, Emily?!”
“A-Agneees, hiks-hiks!” tangisnya sembari memeluk tubuh Agnes.
Terlihat kemeja dan rok yang dipakai Emily penuh dengan coretan spidol, begitupun dengan wajahnya yang belepotan corat-coret lipstik.
“Siapa yang berani melakukan ini padamu!?”
“Ugh, ungh! Aku tidak berani mengatakan siapa pelakunya.”
“Apa dia mengancammu!?”
“Huwaaa! Aku tidak mau mereka melakukan hal yang lebih dari pada ini!”
“Mereka? Apa itu artinya pelakunya lebih dari satu orang?”
“Sepertinya aku benar-benar akan tamat di sini! Sudah tidak ada jalan keluar untukku tetap hidup!” cerocos Emily dengan bibir yang bergetar hebat.
“Hey! Emily! Tenanglah! Ada aku di sini! Tidak akan ada yang berani dan berbuat macam-macam padamu!”
“Tidak, Agnes. Selama aku masih berada di kampus ini nasibku tidak akan baik! Selamanya! Mereka akan terus menyakitiku setiap kali aku pergi ke toilet.”
“Kenapa begitu!?”
“Aku tidak tahu, yang jelas mereka sengaja melakukan tersebut, membuat sebuah aturan, di mana bagi orang-orang yang memiliki tubuh gendut sepertiku akan diharamkan untuk menggunakan toilet,” ungkap Emily dengan sorotan matanya yang tajam mengarah pada slogan yang menempel di pintu toilet.
Seketika Agnes pun mengerlingkan wajahnya, mengikuti ke mana arah sorotan mata Emily menatap. Benar sekali apa yang dimaksudnya, Agnes menemukan sebuah slogan yang tergambar wajah babi yang digaris merah menyilang.
“Mereka melakukan tindakan bullying, terutama pada kasus body shaming,” batin Agnes.
“Agnes, saya minta untuk kamu segera bersembunyi ke tempat toilet yang lain.”
“Lah, memangnya kenapa? Bukankah mereka sudah tidak ada? Kita harus segera pergi dari sini dan melaporkan tentang kasus ini pada dewan petinggi kampus!”
“Tidak, Agnes. Itu tidak akan pernah terjadi. Berjanjilah untuk tidak melaporkan mereka. Aku tahu niatmu baik, kau mencoba untuk menolongku. Tapi hal yang mengerikan akan benar-benar berdampak besar padaku. Mereka akan melakukan hal yang lebih sadis di luar nalar manusia.”
“Percayalah padaku, Emily! Itu tidak akan terjadi! Sebelum mereka benar-benar akan menyentuhmu aku pastikan mereka akan ditangkap karena terkena pasal bullying!”
“Agnes! Dengarkan aku! Cepatlah sembunyi! Dan jangan pernah keluar sebelum suara mereka benar-benar sunyi!” ucap Emily sembari mendorong-dorong Agnes untuk pergi bersembunyi.
“Tapi, Emily! Aku tidak dengar suara apa-apa. Tidak ada suara langkah apapun yang tengah menuju kemari!”
“Aku mendengarnya, Agnes. Aku dapat memprediksikan bahwa langkah kaki-kaki mereka tengah mengarah ke sini!”
Emily yang sudah terkena trauma akan perilaku bullying kerap kali telinganya sangat sensitif dan mampu mendengarkan suara-suara melalui getaran yang dihasilkan oleh setiap gerakan, terlebih lagi ruangan kampus pada saat itu tengah sepi membuat apapun bentuk suara pasti akan terdengar nyaring, menggema dan jelas. Rasa trauma tersebut berhasil membuat dirinya hafal akan suara dari langkah kaki. Dia dapat menganalisa, dapat mengetahui kebiasaan-kebiasaan cara orang melangkahkan kaki, mampu membedakan mana suara langkah kaki pelaku dan yang bukan pelaku. Hal tersebutlah yang membuat Emily tidak pernah salah menebak akan prediksinya. Itulah alasan kenapa Agnes tidak mendengarkan suara apapun, hanya orang-orang tertentu sajalah yang dapat merasakan dan mendengarkan kesensitifan akan suara.
Agnes yang tidak mau merusak permintaan Emily pun segera mencari tempat toilet yang lain. Emily yang melihat Agnes telah mengindahkan sarannya hanya dapat menghembuskan napasnya dalam-dalam.
Sejenak tong sampah yang berada di luar toilet terlempar sangat keras hingga memuntahkan isi-isinya, berhamburan dan berserakan di mana-mana. Agnes yang tengah sembunyi dan mengunci diri di dalam toilet lain pun hanya terkejut kaget mendengar suara keras di luar. Ternyata benar dugaan Emily, bahwa mereka akan datang. Sedikit saja Agnes tidak segera pergi bersembunyi, pasti Agnes akan menjadi korban selanjutnya.
“Halo, Babi!? Apakah kamu masih ada di situ?” seru wanita tersebut sembari membawa tong sampah yang lain.
“Helena, taruh tongnya ke depan pintu, aku mau kasih sedikit dia pelajaran,” ucap seseorang wanita lagi yang datang di belakangnya.
“Baik, Mona,” sahut Helena.
“Minggir-minggir! Bukankah waktu kemarin kau sudah mendapatkan jatah untuk menendang tong sampah ke arahnya!? Sekarang gantian dong!” teriak wanita yang terlihat lebih dewasa dari pada mereka berdua, Helena dan Mona.
“Iya, siap, Bos!” kata mereka berdua sembari mempersilahkan dan memberikan ruang.
Emily yang hanya dapat menyaksikan penyiksaan tersebut hanya dapat menutup wajahnya dengan kedua lengan dan memejamkan matanya dalam-dalam.
Sejenak tidak ada sesuatu yang terjadi. Emily yang masih menutup kedua matanya di dalam hatinya dia tak berhenti-hentinya berdoa agar sesuatu yang buruk tidak menimpanya, dia berharap kejadian tersebut segera berlalu. Tapi selama Emily memejamkan matanya, selama kurang lebih sekitar 2 menitan, dirinya baru menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi.
“Hey! Emily, apa yang sedang kamu lakukan!? Bukankah sudah aku bilang, kami pergi dan meninggalkanmu sementara di sini hanya untuk memesan kue ultahmu saja, kok,” ujar wanita yang dipanggil dengan sebutan ‘Bos’ oleh mereka berdua.
“Apa? Emily ultah? Jadi, hari ini adalah hari ulang tahunnya?” batin Agnes yang menguping pembicaraan mereka bertiga dengan menempelkan telinganya pada dinding kamar toilet.
“PRAAANK!” teriak Helena dan Mona mengisi ruangan toilet.
Emily yang mendengarkan hal tersebut dan sekaligus terkejut akan teriakan mereka, perlahan-lahan mulai membuka mata dan menurunkan kedua lengannya. Ingin mencari tahu, apa yang sedang terjadi.
Saat mencoba untuk melihat mereka, sontak Emily terkejut ternyata tongnya masih berdiri di depan pintu. Sejenak Emily menyadari bahwa dirinya telah berhasil tertipu dan dikelabui, mereka bertiga masih merencanakan aksinya.
“Tapi boong,” ucap wanita yang dipanggil ‘Bos’ tersebut dengan seringai yang menakutkan.
KLONTANG! DARRR!
Tong sampah berbentuk drum berwarna biru tersebut ditendang dengan sangat keras hingga terhempas dan menghantam wajah Emily, yang pada saat itu dirinya tidak dalam posisi bertahan.
Serangan telak tersebut berhasil membuat hidung Emily menjadi mimisan.
“Waduh! Cup-cup-cup! Berdarah, yaaa? Aduh! Sepertinya kejutanku terlalu berlebihan,” kata wanita yang disebut ‘Bos’ dengan nada yang bercampur ketawa.
Mendengar tersebut, Agnes sudah tidak dapat menahan kesabarannya lagi, Rasa kemanusiaan Agnes bergejolak penuh dengan amarah, tidak terima temannya ditindas. Agnes pun mencoba untuk keluar dari dalam persembunyiannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top