9

Perpisahan memang berakhir menyedihkan,
Tapi jangan menyesali pertemuan.
Karena tanpa itu,
Aku tidak akan pernah merasakan perasaan ini.

***AQUA World***

Aku kini tengah memasang alat di pinggangku yang akan dikaitkan dengan tali agar dapat diangkut naik ke atas.

Lelaki di depanku ini-orang yang tadi turun-membantuku melakukannya dengan memperagakan cara-cara memasangnya dengan alat yang dipakainya.

Setelah selesai, lelaki di depanku memberikan tanda 'oke' pada orang di atas (omong-omong, aku mempelajari bahasa sandi dari survivalife). Lalu, orang dari atas melemparkan tali lengkap dengan pengait ke bawah.

"Kau belum pernah mendaki?" terka lelaki itu dengan senyuman hangat di wajahnya.

Aku menggeleng dan membalasnya dengan senyuman canggung. "Tidak ada pegunungan di kota asalku, jadi ya..."

Pengait dengan tali itu, ditangkap dengan mulus oleh lelaki tadi. Dipasangkannya di sebuah tumpukan besi yang telah dipasang di pinggangku.

"Aku Nael, dari kota Waterasium," sahut lelaki itu sambil menjulurkan tangan ke arahku. Aku menerjap. Rupanya dia dari salah satu kota yang maju. "Jadi, namamu siapa?"

Aku membalas uluran tangannya. "Aku Skye, dari pulau Waterfloeus."

"Oh, itu pulau yang paling dekat dengan pegunungan ini!" ucapnya antusias.

Cukup senang juga rasanya ada yang mengenal pulau kecil yang baru-baru ini mendapat sebutan kota karena suksesnya pembangunan tower setinggi--baiklah, mari lupakan semua hal yang telah hilang itu.

Nael melepaskan syal tebal yang digunakannya dan melingkarkannya pada leherku. "Di atas sana akan lebih dingin dari ini. Siap-siap, ya?"

Tepat saat aku mengangguk, tali itu langsung menarik kami untuk naik.

*

"Oh, jadi dia dari Waterfloeus!" seru seorang gadis dengan antusias.

Aku menatap satu persatu orang di sana dengan gugup. Biar kujelaskan lebih jelas tentang apa yang kuhadapi begitu aku menginjak daratan di atas.

Ada lima orang di atas sini. Tiga laki-laki dan dua perempuan (ditambah aku menjadi tiga). Kami baru saja berkenalan beberapa detik yang lalu. Gadis yang tadi berbicara denganku bernama Jale. Gadis lain di sampingnya bernama Yyil (dibaca Yiyil). Dua lelaki lainnya yang tadi membantuku naik adalah Grus dan Zuo.

"Kami di sini sejak seminggu yang lalu. Niat kami memang mendaki."

Singkatnya, mereka adalah para pendaki yang juga tertinggal pesawat. Itu membuatku lega, mengingat mereka adalah manusia dan tidak akan ada lagi makhluk-makhluk lain yang seperti Ath.

"Kami juga tidak sadar kalau airnya naik," gumam Zuo sambil mengelus dagunya yang dipenuhi bulu-bulu tipis. "Jadi, Jale saat itu memang sedang membaca artikel saat kami beristirahat."

Gadis bernama Jale itu pun memperlihatkan layarnya yang menampakan bumi yang biru. Hampir tidak ada bedanya dengan gambar bumi yang biasanya juga tergenangi air, tapi semuanya bisa merasakan perbedaannya, bumi terlihat lebih biru. "Gambar ini ditangkap oleh satelit x saat kejadian perkara."

"Ini buatmu." Yyil mengeluarkan selimut dan memberikannya padaku.

"Terima kasih," ucapku tulus.

Mereka baik.

"Kau tahu apa yang terjadi?" tanya Nael dengan penuh tanda tanya. "Sepertinya tidak ada yang sempat menuliskan artikel dan mempublishkannya disaat seperti ini ya..."

Aku menyimpulkan bahwa internet tidak akan berguna dalam waktu dekat. Melihat Jale menyentuh ponselnya dan menatapnya seksama, membuatku teringat kembali dengan Ibuku.

"...Apa aku boleh meminjam ponselmu?" tanyaku.

Jale menerjap, memiringkan kepalanya sebelum menyerahkan ponselnya dengan ragu-ragu padaku, "Tidak ada jaringan sejak tiga hari yang lalu."

Tiga hari yang lalu, tepat saat insiden terjadi.

Aku menghela nafas panjang begitu melihat jaringan di ponselnya menunjukan x besar dengan SOS besar di sampingnya. "Panggilan darurat juga tidak bisa?" tanyaku cemas.

"Tidak ada yang mengangkat," balas Yyil sambil menggosok tangannya yang dibungkus sarung tangan. "Semuanya sibuk menyelamatkan diri, mungkin."

Aku merenungi langit biru, menatap awan-awan tebal yang mengumpal di sekeliling kami. Ombak terlihat liar dan beberapa kali menghantam ujung pegunungan seolah menginginkan erosi secepat mungkin, ingin menjatuhkan semua yang menghalanginya. Seolah tak rela masih ada daratan yang tersisa.

"Omong-omong kau punya sampan?" tanya Grus sambil melirik tali tambang yang keluar dari sakuku, memang tidak semuanya muat di dalam sakuku dan itu membuat tambang itu terseret-seret di atas daratan penuh salju itu.

Kakiku yang sedaritadi menginjak salju menggigil. "Uh, ya," balasku. "Ini sampan tipe A."

Baiklah, biar kujelaskan sedikit soal sampan tipe-A. Kami mengategorikan jenis kapal, sampan dengan huruf alfabeth dan A adalah tingkatan terendah (baik dari segi kualitas maupun jumlah orang yang mungkin tertampung).

Sampan yang kugunakan agar bisa sampai di pegunungan ini adalah sampan dengan kualitas paling buruk dan hanya dapat menampung maksimal empat orang. Ya, meskipun begitu, harus kuakui kalau sampan tipe-A ini sangat berguna. Ah, dasar kau tidak tahu diuntung, Skye.

"Ah, mungkin kita harus menunggu pesawat," lirih Yyil sambil meniup-niup tangannya.

"Sudah 2 hari berturut-turut kami membuat sinyal SOS dan tidak ada satupun pesawat yang lewat." Nael menjelaskan.

Kami berenam diam dalam hening. Grus yang tengah duduk di atas batu pun bangkit dari duduknya dan menuntunku untuk melangkah di tempat yang lebih tinggi.

"Tenda Jale dan Yyil yang warna merah. Setidaknya di dalam sana lumayan hangat. Kupikir kau butuh istirahat." Grus menyikap tenda dan mempersilahkanku masuk. "Kami akan membangunkanmu jika kami sudah menemukan satu titik bagus untuk mendaki."

Aku mengangguk kaku saat kulihat Nael dan yang lainnya tengah membicarakan sesuatu yang penting sambil membuka lebar kertas putih yang sedikit remuk, juga jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Yang kutahu, itu adalah salah satu alat modren untuk kegiatan petualang, ada jam, kompas, termometer, pemantik, magnet dan juga jarum. Semuanya dalam satu paket di dalam jam kecil itu.

Sedikit ragu, aku langsung masuk ke dalam tenda merah itu dan menemukan kehangatan yang sudah tiga hari ini tak kudapatkan. Memang, hampir semua tenda dilengkapi dengan pemanas yang dapat bekerja dengan bantuan baterai. Meskipun pemanas itu belum dinyalakan, aku tetap bisa merasakan perbandingan yang jelas antara suhu luar dengan suhu di dalam. Di dalam sini lebih hangat.

Aku berbaring di antara dua ransel hitam yang besar, ransel yang memang biasanya dibawa untuk berekspedisi. Senter yang menggantung di atas sana dan saat ini dalam keadaan padam, nampak bergerak ke kiri-kanan.

Aku bangkit dari tiduranku dengan perasaan tidak nyaman.

Sudah kuduga, aku memang tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu mereka melancarkan aksi tanpa membantu apa-apa.

Aku mengeluarkan kepalaku dari tenda dan merasakan dingin yang luar biasa tajamnya menyentuh kulit wajahku.

Baru saja hendak memanggil mereka berlima, aku terdiam saat tak sengaja melihat gelombang ombak yang ganjil di salah satu titik.

Baiklah, memang ada banyak ombak liar hari ini. Tapi yang satu ini sangat ganjil! Seperti baru ada sesuatu yang meloncat dan membuat percikan dahsyat seperti itu.

Apa itu... Ath?

Aku menggelengkan kepalaku cepat.

Tidak mungkin.

Dia punya keperluan penting dan pekerjaannya bukanlah mengawalku kemana-mana.

Selanjutnya, hal lain yang membuatku terdiam adalah...

Saat aku melihat Nael dan keempat kawannya duduk dalam keadaan melingkar dan nampak membicarakan sesuatu dengan sangat serius.

Entahlah, kuharap mereka menemukan jalan keluar dari permasalahan yang menimpa kami.

*

Aku terbengong saat melihat Grus menuang kotak putih bertuliskan abu emas di atas batu setelah mereka menggali salju untuk menemukan dasar. Nyatanya, ini pertama kalinya aku melihat abu emas. Selama ini, di survivalife, aku mempelajarinya dan mengira bahwa abu emas itu memang berwarna emas. Rupanya dugaanku salah, sebab abu emas itu berwarna abu-abu.

Fungsi abu emas adalah untuk menjaga api agar tetap menyala. Seingatku sekotak abu emas dihargai dengan murah, tapi kau hanya bisa menemukannya di tempat-tempat tertentu. Dan seingatku, sekotak itu hanya berisi sekian ratus gram.

Jika mereka menggunakannya terus-menerus, dipastikan mereka tidak akan bisa menghangatkan diri untuk beberapa hari ke depan.

"Aku masih punya berapa belas kotak di ranselku," ucap Zuo seolah membaca kekhawatiranku.

"Eh? Apa ranselmu tidak penuh oleh abu emas?" tanyaku dengan kebingungan.

Jale dan Nael tertawa bersamaan.

"Kami masing-masing bertugas membawa barang-barang. Zuo yang mengambil abu emas, aku yang membawa tenda, Grus membawa tambang dan peralatan," jelas Nael. "Jade dan Yyil membawa pakaian dan...lainnya."

Aku menganggukan kepalaku mengerti.

Hari telah gelap. Hanya ada abu emas yang kini menjadi obor di tengah-tengah pegunungan salju. Sekedar informasi, abu emas cukup tahan lama dan akan tetap menyala meski suhu yang dingin sekalipun.

Mereka masing-masing mengeluarkan pil kenyang dari saku mereka, akupun melakukan hal yang sama karena tidak ingin merepotkan mereka lebih dari ini.

Seperti biasa, aku memanjatkan doa dahulu sebelum memasukannya ke mulut dan membiarkannya melebur di dalam sana.

Acara makan malam di sana sangat hening. Semuanya dalam situasi yang kelam dan mungkin mempertanyakan jaminan hidup untuk keesokan harinya, entahlah. Karena selama 3 hari ini, aku terus mempertanyakan itu pada diriku sendiri.

Yyil menghentakan kakinya di atas salju tiga kali...menjeda, lalu menghentakan dua kali, menjeda lagi, menghentak tiga kali dan begitu seterusnya. Aku mengerutkan keningku sambil meratap ke api yang ada di depan kami.

Itu sandi menunggu, kan?

Menunggu apa?

Selanjutnya, Nael mengetuk jari-jarinya di atas paha, dimulai dari telunjuk ke kelingking, berulang kali dengan irama yang konsisten.

Itu kan juga sandi... menunggu?

Aku mulai gelisah. Sisanya, menunduk dalam, memberikan sandi oke atau baiklah, atau...iya.

"...Kurasa aku akan duluan ke tenda," gumamku sambil bangkit dari dudukku.

Mereka bertiga tersenyum, kecuali Nael dan Yyil.

Aku masuk ke tenda merah dan kali ini pemanas dinyalakan. Sedikit heran juga mengapa mereka harus mengeluarkan sandi-sandi di depanku, dan mengapa tenda dengan energi baterai itu dibiarkan menyala tanpa ada siapapun di dalam.

Berkat keheningan malam, aku bisa mendengar suara bisikan pelan dari kejauhan. Bisikan yang amat pelan.

Aku membuka tenda merah pelan-pelan, lalu menajamkan pendengaran.

"Sampan tipe A membawanya sampai kemari dalam 3 hari? Menurutmu siapa yang membual?" Suara Grus membuatku tersentak. Rasanya seperti ada jarum besar yang menembusi jantungku.

...Astaga.

"Tapi aku lihat kok, itu memang sampan tipe A," balas Nael yang lagi-lagi membuat jantungku berpacu tak berdaya.

"Pil kenyangnya...dari suara yang terdengar saat pil itu berlaga dengan kotak, kira-kira masih ada sembilan pil di dalam," simpul Jade, yang membuatku benar-benar panik. Dia berhasil menebak jumlah pil kenyang yang kusimpan. Itu membuatku meraba sakuku dan meremas kotak pil kenyangku kuat-kuat.

"Kecilkan suara kalian, bodoh," Zuo melipat kedua tangannya. "Jadi, bagaimana kita merebutnya?"

Ucapannya kali ini benar-benar membuatku kehilangan kata-kata.

"Tinggal ambil saja, kan? Kalau dia keberatan, berikan ancaman bahwa kau akan menggelamkan dia. Kalau dia masih keberatan, aku akan mengumbarkan soal kau yang menenggelamkan Ezid," ucap Yyil terdengar sarkas.

"Apa?! Aku tidak sengaja melakukannya!" Suara Grus membesar. "Lagipula salahnya ingin menguasai pil kenyang sendirian! Dan...permintaannya terkabul, kan? Setidaknya dia mati bersama ranselnya yang berisi pil kenyang itu."

Seseorang menghela nafas.

"Dan pil kenyang kita!" tambah Zuo.

"Lalu siapa orang bodoh yang memilihnya membawa pil kenyang, ya?" sindir Grus.

"Itu tidak penting, kan? Lagipula dia sudah mati."

"Gara-gara itu juga, sekarang kita terancam kelaparan!"

Seluruh tubuhku terasa membeku. Sungguh, aku ingin berteriak lantang saat ini.

Keheningan berlangsung beberapa saat. Aku hampir tak mendengar suara apapun, aku juga tidak bisa melihat apapun selain asap tipis yang timbul karena pembakaran abu emas.

Mulai terdengar suara salju yang terinjak, aku buru-buru memasukan kepalaku dan kemudian pura-pura tertidur dengan tenangnya di tenda.

Berikutnya, suara tenda terbuka. Aku menahan nafas.

Kubuka mataku sedikit dan melihat mereka bermain sandi lagi.

"Dia tidak bisa mendaki, merepotkan." Itu sandi yang dilakukan oleh Nael.

"Besok saja di...nya." Aku mengernyit. Gerakan tangan gelombang ke bawah itu sandi-nya apa?

"Oke."

Entahlah, apapun itu. Jika aku tidak ingin bertemu dengan 'tangan gelombang ke bawah' itu, aku harus segera pergi dari tempat ini.

Karena firasatku bilang, itu bukan sesuatu yang baik.

Dan kenyataan buruk lainnya adalah, bahwa firasat burukku hampir tak pernah meleset. Itu bukan hanya membuatku tak dapat tidur malam ini. Tapi juga tekanan yang kini kurasakan meski aku bersama dengan 'makhluk' yang sekaum denganku.

Detik itu aku sadar...

Mungkin sosok makhluk yang perlu ketakuti di ekspedisi ini bukanlah Ath.

Aku harus pergi, malam ini juga.

***TBC***

24 April 2017, Senin.

[A/N]

Apaaa? Masalah Aqua World bahkan belum kelihataan. Jadi jangan cepet bosan yaaa.

Yang kemarin merengek Ath jangan dihilangin siapa yaaa. Kan aku udah bilang Ath deuteragonis /nangis

Kayaknya aku musti jelasin arti deuteragonist ya, setiap bikin satu cerita? :(

Deuteragonist = tokoh terpenting kedua setelah protagonis (hero/heroine)

Aqua World dan revive slow update yaaa, mau ngurus LMP soalnya.

*

Oh ya, soal setiap kalimat paling atas? HAHA. No comment /slaps

Oh yaaaa!
Thanks for 37.3k views and 5.96k!

Yang udah ingetin tipo, terima kasiihh~

Cindyana

🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top