23

"Isn't it beauty?"

Drop beberapa emotikon untuk mendeskripsikan "AQUA WORLD"!

FanArt:

Ada satu pepatah kuno yang lucu; menyamakan hidup dengan aliran sungai, menekankan bahwa semua jalan bercabang yang ada di sungai tetap akan membawanya ke laut.

Segala pilihan yang kita buat akan tetap membawa kita pada satu akhir.

Dan pepatah ini telah berhenti digunakan sejak kenaikan air laut. Air sungai dan air laut juga telah berbaur menjadi satu. Hidup bukan lagi seperti sungai yang mengalir.

Lalu, pepatah baru muncul, entah dikemukakan oleh siapa. Katanya, hidup ini seperti samudera yang membentang luas. Tidak ada apapun yang terlihat, tidak ada apapun yang bisa diprediksikan lagi.

Masa depan Bumi ini juga, tidak bisa diterka akan berakhir seperti apa.

Sore telah datang lagi. Matahari mulai bertemu  dengan garis horizon pemisah samudera dan langit. Langit merah memantulkan bayangannya ke air, membuat samudera di sekitar kami terlihat seperti bercak merah yang mengikuti bagaimana ombak bergerak.

Seharusnya saat ini adalah waktu bagi para masyarakat Kota Apung untuk makan malam, karena seperti yang sudah pernah kureferensikan sebelumnya, mereka selalu makan malam sebelum malam benar-benar datang.

Nama sebenarnya adalah makan senja atau makan sore, tapi tidak ada yang pernah menyebutnya begitu.

Namun, hari ini berbeda. Walaupun ikan-ikan sudah dipersiapkan stoknya sejak seminggu sebelumnya, tetapi tidak ada yang terlalu antusias untuk makan malam hari ini.

Warga Kota Waterfloatt menunggu kedatangan Dillon dan Ath (ya, Ath juga termasuk, karena belakangan Ath juga adalah favorit mereka). Mereka juga merasa Ath sangat terbuka karena berani makan daging ikan.

Padahal kenyataannya, kemarin wajahnya cemberut parah saat aku menyumbangkan sebutir pil kenyangku kepadanya. Lalu mendadak Ath pura-pura penasaran dengan apa yang dimakan oleh penduduk Waterfloatt dan pura-pura tidak enak saat mereka menawarkannya daging ikan untuk disantap. Itu membuatku berpikir kalau dia sangat ahli memainkan peran manusia yang tidak berdosa

Dillon dan Ath belum kembali, itu membuat kami semua cemas. Aku hanya cemas pada Dillon--karena Ath sesungguhnya memang sudah tidak diragukan lagi kehebatannya--tetapi Bryon memintaku untuk tidak cemas, karena Dillon memang sudah terbiasa seperti itu. Dia bahkan mencoba meyakinkanku tentang insiden malam saat aku ditarik ke dalam air dan bagaimana Dillon menggantikanku. Dillon selalu kembali dan itu tandanya penduduk saat ini mengkhawatirkan sosok makhluk air yang berenang di lautan lepas. 

"Hei, Skye, kakak kelasmu itu benar-benar pandai berenang, kan?" Yyil bertanya dengan agak cemas, padahal aku sudah menjawab pertanyaannya entah berapa kali hari ini. 

"Ath adalah perenang paling hebat yang aku tahu," jawabku lagi. "Setelah Dillon, tentunya."

Jawaban terakhir itu terpaksa kulakukan agar tidak ada kecurigaan di antara kami. Yyil tidak terlalu ingin membalas karena sepertinya dia benar-benar cemas, mungkin hanya cemas dengan sampan tipe U-nya. 

Zuo mengeluarkan pil kenyangnya dan memakan sebutir diam-diam. Kupikir dia sudah tidak peduli dengan pandangan penduduk Kota Apung lagi sejak kata-kata kasar yang dikeluarkannya tadi pagi. Namun ternyata memang benar, tata krama, adat berbicara dan seni tenang harus tetap berjalan. 

Beberapa saat kemudian, matahari sudah mulai turun hingga seperempat saja. Semuanya berlangsung sangat cepat. Penduduk akhirnya memutuskan untuk memulai makan malam tanpa Dillon. Sementara kami memakan pil kenyang dan tetap menunggu di ujung kota agar bisa langsung mendeteksi kedatangan keduanya dari berbagai arah. 

Hari sudah gelap dan memang warga menyarankan agar kami tidak terlalu duduk di dekat tepi, mencegah jangan sampai ada insiden tarik menarik dari bawah sana. Suara langkah kaki yang menginjak papan angin terdengar samar, tetapi aku tetap bisa merasakan ada yang datang ke arahku.

Aku menoleh ke kiri dan Nael sudah mengambil tempat di sampingku tanpa bertanya lebih dulu. Kulirik keberadaan Yyil dan Zuo yang rupanya memang sudah memilih duduk lebih dekat bahkan sebelum Nael melakukannya. Kupikir ini memang salah satu bentuk proteksi sebagai tim, tetapi keduanya memang agak janggal. 

"Tidak keberatan kan, kalau aku di sini?" tanya Nael. 

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban, lalu kembali mengobservasi gelombang air. 

"Apa mereka berdua...?" Kembali kulirik Zuo dan Yyil yang asyik mengobrol membelakangi kami. "Sudahlah, lupakan."

Nael menahan tawa, "Ah, kau juga menyadarinya ya?"

Kuputuskan untuk mengangguk kecil, lalu melipat kakiku untuk mencari posisi duduk yang nyaman. "Sebenarnya sudah agak lama, tapi kukira itu hanya imajinasiku saja." 

"Mungkin hanya Yyil yang tidak mengetahuinya. Maksudku, Zuo terlalu terang-terangan. Iya kan?" 

Kuanggukan kepalaku sebagai jawaban, "Begitulah."

"Kau cukup tajam untuk menyadari hal seperti ini, rupanya."

Aku mengendikkan bahu, "Entahlah. Kurasa hal yang menyangkut itu memang terlalu sulit untuk disembunyikan secara emosional?"

Selanjutnya, Nael tidak membalas lagi dan membiarkan situasi ini dicekam kembali oleh keheningan. Aku tidak terlalu peduli juga, karena memang itulah yang kupikirkan. Lagipula aku tahu maksud Nael melakukan itu; dia mungkin hanya tidak ingin aku khawatir karena menunggu Ath dan Dillon terlalu lama. 

Nael tiba-tiba mencolek bahuku, memintaku untuk menoleh ke arahnya. Saat aku menoleh, Nael malah menyuguhiku bahasa sandi.

"Kau mau tahu sesuatu?"

Aku memiringkan kepalaku, "Tahu apa?"

Nael melakukan gerakan lagi, "Balas dengan gerakan sandi. Ini bukan hal yang bisa dibicarakan dengan suara yang keras." 

Kukerutkan keningku dan menatap Nael dengan tatapan aneh. Namun kuladeni juga permintaannya untuk menggunakan sandi, "Mereka (penduduk) jauh dari kita."

"Kurasa kau juga tidak ingin ini didengar oleh Y dan Z." Nael menunjuk Yyil dan Zuo saat mengatakan abjad Y dan Z. Ah, kurasa itu untuk mereferensikan mereka berdua. 

Aku jadi penasaran karenanya, "Memangnya kau mau membicarakan apa?"

"Ini tentang apa yang dibicarakan oleh mereka (penduduk) pagi tadi." Itu sandi yang dimaksud Nael. 

"Lalu mengapa Y dan Z tidak boleh mendengar?" tanyaku. 

"Karena mereka membicarakan tentang langit." Tunggu, tunggu, aku yakin maksud Nael adalah tentang aku. 

"Tentang aku?" Aku menunjuk diriku sendiri untuk memastikan.

Nael mengangguk, "Ini tentang penghuni bawah air (makhluk air) yang menandaimu." 

Aku mulai berkeringat dingin. Apakah maksud mereka makhluk air yang menandaiku atau Ath? Mereka makhluk yang sama, tapi seharusnya mereka tidak tahu, kan?

Lalu mengenai aku yang sudah ditandai oleh makhluk air ... itu sudah diketahui oleh semua penduduk Waterfloatt. Mereka sering membicarakannya karena malam itu ada banyak makhluk air yang berada di bawah sana. Namun mereka hanya tertarik dengan satu umpan. Padahal kedua umpan itu sama-sama menggiurkan--sudah ditandai oleh makhluk air--tetapi mereka memutuskan hanya untuk menarikku.

Secara otomatis, Nael dan kawan-kawan juga mengetahui perihal itu. Mereka ingin membicarakan soal makhluk air ini, tetapi aku sudah beberapa kali menghindar dan menjawab secara asal bahwa aku tidak tahu ada makhluk air yang menandaiku (ngomong-ngomong, aku benar-benar tidak tahu sampai aku datang di Kota Apung!)

"Kenapa?" tanyaku lagi. 

"Katanya kau ditandai oleh yang kuat.

Nael memperagakan sandi kuat dengan mengangkat kedua tangannya seperti mengangkat benda berat. Aku akan menganggap itu lucu, jika seandainya aku tidak tahu siapa yang melakukannya kepadaku. 

"Apa maksudmu dengan kuat?" tanyaku, ikut memperagakan sandi kuat

"Tidak tahu, tapi itu mungkin alasan mengapa penghuni bawah air (makhluk air) tidak melepaskanmu."

Aku hanya diam karena benar-benar kehabisan kata-kata. Jika kemarin aku tahu bahwa aku dalam bahaya, saat ini aku makin yakin bahwa aku benar-benar terancam bahaya. Itu membuatku meringsut mundur agar jangan terlalu dekat dengan tepian. Nael mengikuti gerakanku agar kami tetap duduk beriringan. 

"Katanya D juga sama. Dia juga ditandai oleh yang kuat, tapi D tidak pernah memberi tahu apa-apa selain soal dia akan tetap membela kota ini."

Nael membicarakan soal Dillon, aku tahu. Dan sekarang ingatanku kembali kepada percakapan Dillon dan Ath kemarin malam. 

Itu juga yang ingin kutanyakan padamu. Mengapa Skye bisa lebih menarik perhatian mereka? Padahal aku ditandai oleh ... 

Oleh apa?!

"Kurasa lebih baik kau tidak ikut menunggu di sini. Ini sudah malam dan makhluk air bisa saja sedang menargetkanmu dari bawah air," ucap Nael sambil menoleh kepadaku. 

"Ah, iya." Aku menurut. Tentu saja karena aku juga merasa terancam. "Aku akan kembali ke tenda. Tolong segera kabari aku kalau mereka sudah kembali."

Nael mengoroh sakunya dan menyerahkan ponselnya kepadaku. Kuterima walaupun keningku berkerut penuh tanda tanya. 

"Nanti Zuo atau Yyil yang akan mengabari dari sana," ucap Nael. 

"Uhm ... baiklah." 

Aku baru saja hendak naik, sebelum akhirnya menyadari bahwa ada satu pertanyaan lagi yang membuatku penasaran. Dan hanya Nael yang bisa menjawabnya kali ini. 

"Mengapa kau memberitahuku soal ini? Mengapa Y dan Z tidak boleh tahu?" Aku kembali menggunakan bahasa sandi. 

Nael menatapku selama beberapa saat, lalu menoleh sejenak ke arah Yyil dan Zuo. Mereka berdua masih mengobrol tanpa memperhatikan kami dan itu yang membuat Nael langsung menjawab dengan gerakannya secara cepat. 

"Aku tidak mau mereka memiliki pikiran yang buruk tentangmu. Aku sangat mengenal mereka berdua dan aku tahu apa yang akan mereka pikirkan jika mereka tahu. Kurasa untuk sekarang, mereka tidak perlu tahu. Aku tidak ingin mereka menjadikan itu alasan untuk tidak menampungmu." Nael berhenti selama beberapa saat, lalu kembali melanjutkan, "Kalau sampannya sudah ketemu."

Aku agak terharu melihatnya. Nael mungkin bisa jadi adalah satu-satunya orang yang paling membuatku bersyukur dengan keberadaannya dalam perjalanan panjang ini. 

"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum. 

"Aku hanya melakukan apa yang kurasa benar. Jadi, kau tidak perlu berterimakasih kepadaku," balas Nael dengan senyuman hangat yang mulai samar karena hari semakin gelap. "Kau pasti akan langsung dikabari kalau mereka sudah kembali. Tidak perlu cemas." 

Aku beranjak dari dudukku dan meninggalkan Nael setelahnya. Perasaan bersalah kembali muncul dalam benakku. Aku benar-benar buntu, tidak tahu apakah hal yang kulakukan, benar atau tidak. 

*

Di dalam tenda, yang kulakukan hanyalah berbaring memperhatikan penerang kecil yang menggantung di atas sana. Di tenda masih kosong karena penduduk masih sibuk dengan tulang ikan atau mungkin mereka sedang menunggu Dillon. 

Aku juga sebenarnya belum terlalu mengantuk. Ini masih pukul tujuh malam--sesuai dengan yang kulihat dari ponsel milik Nael--mengikuti WW*Enity (Waktu Waterenity), kota yang paling dekat dengan Kota Apung saat ini. Kami tidak bisa menyingkatnya dengan WW karena semua nama kota yang tersebar di Bumi mempunyai awalan Water, sejujurnya itu merepotkan dan aku tidak mampu menghafal semuanya kecuali kota-kota besar. 

Sepertinya hujan deras akan datang lagi karena ponsel Nael mengeluarkan notifikasi akan ada hujan badai dalam setengah jam. Oh, dan satu lagi, baterainya tidak terlalu banyak karena hari ini matahari tidak bersinar terik. Cara mengisi daya ponsel pada zaman ini hanyalah dengan membiarkan ponsel setipis nol koma sekian milimeter itu berada di bawah sinar matahari. Sepanjang hari ini hanyalah gerimis, mendung, lalu hujan lagi. Tidak ada kesempatan untuk mengisi daya. 

Dulu, semua orang selalu berharap kalau matahari akan bersinar terik. Aku juga berharap begitu, walaupun aku tidak terlalu ingin es di kutub meleleh. Di jendela kamarku bahkan punya tempat bagi ponselku untuk berjemur. Dan aku harus menggunakannya sehemat mungkin karena hanya bisa mengisi daya pada siang hari sepulang sekolah dan itu harus bisa bertahan hingga keesokan siangnya. 

Aku jadi ingat dengan masa laluku dengan ponselku yang telah patah terbelah dua itu. Ponselku bukanlah model yang terbaik. Sebenarnya aku sudah merengek untuk menukarnya, tetapi aku butuh izin digital dari ibuku, dari pihak sekolah dan juga persetujuan dari pemerintah di Kota Waterfloeus. Namun mereka tidak mengizinkannya karena ponselku masih baik-baik saja. Sekarang aku yakin, dengan membawa bangkai ponselku yang telah patah menjadi dua, aku pasti bisa mendapatkan ponsel model terbaru yang paling canggih. 

Baru saja hendak memejamkan mata, tiba-tiba bunyi untuk notifikasi berbunyi, membuatku kembali membuka mata untuk memeriksa. Kuharap bukan hal yang bersifat pribadi, karena aku tidak berencana untuk terlibat dalam urusan pribadi Nael. 

Pengingat! Besok: Ulang tahun Ezid Brownkhell

Ingatkan saya nanti / Kirim pesan otomatis kepada Ezid Brownkhell / Abaikan.

Semua jawaban yang ada terasa serba salah. 

Jika aku menekan 'ingatkan saya nanti', Nael akan mendapatkannya lagi dan akan sedih karena Ezid yang berulangtahun besok telah meninggal beberapa hari sebelum hari kelahirannya. Mengirim pesan juga terdengar salah, memangnya Ezid akan membalas? Dan jawaban terakhir adalah jawaban yang paling ingin kutekan jika aku adalah Nael. Namun karena aku tidak ingin terlibat, maka aku menekan 'ingatkan saya nanti'. 

Baru saja menekan tombol itu, notifikasi lain terdengar lagi. Kali ini dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya. Kali ini yang membuat ponselnya berbunyi adalah karena terdapat sebuah objek yang memiliki alat pendeteksi, mendekati Kota Apung.

Setelah kuperhatikan dengan seksama, aku menyadari bahwa Nael menyalakan fitur SOS sepanjang waktu. Itu membuat semua benda yang memiliki alat pendeteksi akan menemukannya dan juga sebaliknya.

Dan itu artinya, ada sesuatu yang mendekati Kota Apung. Aku yakin, saat ini Yyil dan Zuo juga pasti mendapatkan notifikasi yang sama.

Kota Apung berbentuk segitiga sama sisi. Saat ini mereka semua sedang ada di sudut. Benda ini datang tepat dari seberang sudut itu. Ya, kalau aku tidak salah membaca arah mata angin.

Semua tenda, tepat ada di pusat segitiga di Kota Apung dan itu artinya aku berada di titik yang paling dekat dengan objek saat ini. 

Aku segera bangkit dari tiduranku, mematikan penerang yang ada di atasku--aturan dari Kota Apung mengharuskan bahwa api tidak boleh menyala jika tidak ada siapa pun--kemudian bergegas ke titik datangnya objek. Aku yakin itu bukanlah sesuatu yang berasal dari atas langit, karena titik itu berhenti tepat di tepian. Tidak ingin membuat harapanku melambung tinggi dengan membayangkan bahwa pesawat luar angkasa telah menyelamatkan kami.

Kekecewaan selalu bermula dari harapan yang terlalu tinggi. Aku sudah mengalaminya entah berapa kali sejak insiden naiknya air dan aku tidak ingin lagi merasakan kepahitan kekecewaan karena hal yang sama. Tidak ada suara baling-baling, tidak ada suara mesin, tidak ada penerang terang yang mengarah ke arah Kota Apung.

Kunyalakan penerang dari ponsel milik Nael. Penerang yang ada di ponsel ini tidak lebih terang daripada senter yang ada pada jam tangan Nael, tetapi lebih terang daripada penerang yang ada di tenda. Setidaknya, sudah sangat cukup bagiku agar aku tidak salah menginjak bagian pada papan angin. 

Dan benar saja, saat aku tiba di lokasi, yang ketemukan bukanlah pesawat, sesuai dengan dugaanku. Yang ada di sana adalah Dillon dan sampan tipe U. Sampan tipe U memang memiliki alat pendeteksi di sana. Dillon sedang mengikat erat-erat tambang itu pada papan angin. Aku segera menghampirinya dan menyorotinya dengan senter. 

"Hanyut di pegunungan," balas Dillon tanpa kutanya. Dia terlihat agak ngos-ngosan dan itu membuatku sedikit iba dan juga lega. Sepertinya dia menahan napas lama sekali dan nyaris tidak bisa bertahan. Untungnya, Dillon sudah mencapai Kota Apung. 

"Tambangnya dipotong?" tanyaku setelah memperhatikan ujung tambang yang sedang diikat oleh Dillon. Dia pandai dalam menyimpul tali. 

Sebenarnya aku telah mengestimasi bahwa tambang itu dipotong menggunakan pisau. Aku mengetahuinya sejak pagi tadi saat menyimak tali tambang yang tersisa. Kini, melihat keadaan tambang yang ada di sana, aku semakin yakin saja. Itu memang dipotong dengan pisau, aku yakin 100%.

Ada satu hal lagi yang membuatku bertanya-tanya mengenai Dillon. Jika hanya hanyut di pegunungan yang kurang lebih berjarak beberapa kilometer, Dillon yang ahli berenang seharusnya bisa membawanya kembali paling lama pukul tiga sore. Namun ini sangat tidak wajar karena sudah pukul tujuh malam. Selama sisa waktu yang ada, apa yang dilakukan oleh Dillon?

"Mana ... makhluk air itu?" tanyanya, masih ngos-ngosan. 

"Ath? D-dia belum kembali," jawabku gugup.

Dillon sudah selesai mengikat tali dan aku baru ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepadanya tentang kemana dia selama beberapa jam. 

"Skye ..., kau ... benar-benar dalam bahaya." 

Suara Dillon mengecil dan sangat serius. Itu membuatku ikut menciut. Saat hendak bertanya lebih lanjut, tiba-tiba Dillon kehilangan kesadarannya saat masih berada di dalam air dan untung saja aku menyadarinya di detik yang sama. Jadi, aku langsung buru-buru meraih apa yang sempat kuraih, dan ku mendapatkan pergelangan tangannya. 

Aku berjongkok dan menepuk pipi Dillon selama beberapa kali, "Hei, Dillon! Bangun!" seruku. 

Aku tidak akan bisa menarik Dillon ke atas sendirian, aku tahu itu. Dillon saat ini hanya bertumpu pada peganganku dan jika aku melepaskannya, dia akan hanyut. Atau kemungkinan mati, karena seahli apapun Dillon dalam dunia renangnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri seperti ini, dia tidak lebih dari Skye ketika masih bayi dan mempelajari renang darurat saat masih berumur beberapa bulan.

Saat melihat kiri dan kanan untuk mencari pertolongan, aku menyadari beberapa orang yang sedang menuju ke arah kami dan itu membuatku riang. Aku memberikan isyarat untuk meminta mereka datang ke sini dengan mengayunkan ponsel Nael ke atas beberapa kali. Mereka menyadarinya dan langsung berlari menghampiri kami. 

Rasa lega itu hanya datang sekejap saja, karena tiba-tiba aku menyadari bahwa ada dua titik berwarna biru yang sedang mengintai dari kejauhan. Mungkin sekitar beberapa ratus meter. Walau sangat gelap, itu menjadi sesuatu yang mudah terdeteksi di tengah kegelapan.

"Dillon! Hei! Cepat naik dulu!" seruku.

Dillon tidak merespons, hanya bergerak terapung sebagaimana ombak mengendalikannya. Gerakan ombak terbatas karena aku menangkap tangannya.

Aku semakin panik saat menyadari bahwa ada banyak titik-titik biru bercahaya lain yang mengikuti dua titik biru ini dari belakang dan mulai berenang mendekat. Tentu saja aku tidak lupa bahwa Dillon juga adalah manusia yang ditandai selain aku. 

Dan aku tahu bahwa situasi yang kami hadapi saat ini adalah situasi yang berbahaya untuk kami berdua.

Kutaruh ponsel Nael di salah satu lempengan papan angin yang luas untuk memastikan bahwa ponselnya tidak jatuh dalam air. Kutarik tangannya dengan kedua tanganku, tetapi tubuh Dillon sama sekali tidak bergerak seinci pun.

Titik biru semakin mendekat kian membuatku panik. Dengan suara agak keras, aku berseru meminta tolong.

"Tolong! Ada makhluk air di sini!"

Beberapa orang yang kutemui tadi pun berlari makin cepat. Aku berusaha menambah tenaga saat melihat titik-titik biru itu semakin mendekat.

Jantungku seperti berhenti berdetak saat merasakan dengan jelas bagaimana tubuh Dillon ditarik dari dalam air.

"Lepaskan atau kau juga akan kubawa."

Suara dingin yang merdu itu terdengar dari air.

Aku mengerjapkan mata, lalu menunduk untuk melihat ke arah sumber suara.

Pemilik dari kedua mata biru yang menyala.

"Atau, kau juga mau ikut?"

Rasanya pita suaraku seperti terpotong. Aku tidak mampu menjawab kata-katanya. Keheningan berlangsung selama beberapa saat, sebelum akhirnya makhluk air itu kembali menarik Dillon.

Aku juga ikut menarik, "Siapa kau?!"

Makhluk air itu tidak membalasku. Dia lebih fokus untuk menarik Dillon dan itu membuat tubuhku akan mudah terjungkal masuk ke air jika aku terus berdiri. Itu alasan mengapa aku langsung duduk dan menahan tubuh Dillon.

Kutatap mata makhluk air yang bercahaya itu dengan tatapan tajam, berusaha untuk melihat wujudnya dalam kegelapan. Namun yang bisa kulihat hanyalah kedua titik cahaya yang bersumber dari matanya.

Untungnya, orang-orang langsung menangkap Dillon dan menyeretnya keluar dari air.

Aku langsung mengambil ponsel Nael dan mengarahkan cahaya senter ke arah air. Dan ... Di sana sudah tidak ada apapun.

"Hei, anak kota! Kau mengerti tahap-tahap untuk melakukan pernapasan buatan?"

Aku mengerjapkan mata, "Maksud kalian CPR?"

"Iya, atau apapun itu. Cepat selamatkan Dillon! Dia belum pernah seperti ini sebelumnya."

"Dillon baik-baik saja tanpa pertolongan CPR. Dia masih bernapas. Lagipula tadi kami masih sempat berbicara sebelum dia tidak sadarkan diri. Sepertinua dia kelelahan. Mungkin lebih baik langsung carikan pakaian kering dan biarkan dia beristirahat dengan nyaman," jelasku panjang lebar.

Mereka mulai membawa Dillon menuju ke tenda-tenda. Aku menyusul karena tahu bahwa akan sangat tidak aman bagi diriku sendiri untuk tetap berada di sana.

Aku langsung berhenti mengikuti kerumunan yang membawa Dillon, saat melihat Nael, Yyil dan Zuo berlari ke arahku.

"Ada apa, Skye?" tanya Yyil.

"D-Dillon kembali dengan sampan tipe U."

Begitu aku mengatakan begitu, Zuo langsung berlari ke arah di mana aku datang tadi. Dia mengikuti petunjuk yang ada di ponselnya. Sepertinya dia juga membuka fitur SOS-nya.

"Kenapa dia pingsan?" tanya Nael.

"Mungkin kelelahan. Entahlah."

Yyil membicarakan soal rencana mereka untuk mengeluarkan udara pada sampan tipe U agar dapat menyimpannya alih-alih membiarkannya terapung-apung. Kupikir wajar saja karena sampan tipe U mempunyai fitur untuk mengisi angin berulang-ulang dengan alasan penghematan tempat.

"Kalian tidak apa-apa, kan?" tanya Nael lagi, untuk memastikan.

Aku baik-baik saja, tetapi sesuatu dalam diriku bergetar ngeri. Ada hal janggal yang berhasil kutangkap dan menyadarkan hal menyeramkan itu.

Aku yakin makhluk air yang berbicara denganku adalah perempuan. Rambut hitam panjangnya sangat samar terlihat terurai di air. Suaranya juga menjelaskan hal itu.

Makhluk air yang menarik Dillon tadi adalah perempuan. Aku sangat yakin.

Dan satu hal lagi yang sejak tadi membuatku sangat penasaran.

Walaupun tidak melihatnya, aku tahu dia berbicara di atas permukaan air laut, karena suaranya terdengar sangat jelas.

Dia bisa bernapas di darat.

Tentu saja.

Warna matanya yang bercahaya tadi juga berwarna biru tosca, mirip seperti milik Ath.

Mungkin, makhluk air yang kuat.

***TBC***

31 Mei 2019, Jumat.

[A/N]

Haloooow!

Maaf untuk updatenya yang agak lama! Tapi setidaknya aku menepati janji untuk melakukan update di bulan ini.

Ini 3300 kata! Panjang banget, kan?

Ngomong-ngomong, foto paling pertama adalah apa yang dilihat oleh Skye saat sedang ditarik oleh makhluk air untuk ditenggelamkan saat sedang menjadi umpan. Yap, semua titik biru adalah mata! Hehe. Apakah indah?

Pertanyaan:

1. Bagaimana cara kalian menemukan cerita Aqua World?

2. Apa yang membuat kalian membuka Aqua World?

3. Saat membaca chapter berapa, kamu memutuskan untuk mengikuti cerita Aqua World?

4. Scene mana yang merupakan favorit kalian dalam Aqua World? Mengapa?

5. Kalian team mana? #AthSkye #DillonSkye #NaelSkye (sertakan alasan logis).

👀616k
🌟84.8k
(DOKUMENTASI)

Baca juga ceritaku yang lain:

1. LFS 1 - Air Train (Fantasy) ✔

2. LFS 2 - Red String (Teenfict)

3. ADK I - MIZPAH (Fantasy) ✔

4. ADK II - APPETENCE (Fantasy) ✔

5. ADK III - ZEMBLANITY (Fantasy) ✔

6. DN (Paranormal) ✔

7. Mamerah (Horror)

8. Revive (Scifi)

Big love,
Cindyana / Prythalize

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top