20

Kalau kau diberi pilihan untuk meninggalkan kenangan yang indah atau memulai hidup baru yang tidak kau ketahui kepastiannya, pilihan mana yang akan kau pilih?

***AQUA WORLD***

Tengah malam, aku keluar dari tenda perempuan. Hanya membawa pemantik, aku mendatangi tenda laki-laki.

Aku harus merasa sedikit beruntung karena hujan sudah berhenti sejak tadi. Tadinya, kalau hujan tidak berhenti, maka kami semua akan tidur di satu tenda yang kecil dalam keadaan bersempitan. Pasti akan sulit sekali keluar dari tenda dalam keadaan beramai-ramai dan semuanya tidur dengan posisi sarden (ini adalah candaan untuk mengatakan tidur berhimpitan/rapat-rapat).

Berbekal rasa penasaran yang terus menari-nari di kepalaku, aku akhirnya termotivasi untuk bangkit dari tiduranku, walau suhu saat ini amat mendukung untuk memintaku tidur kembali.

Sepertinya aku melewati tenda laki-laki di waktu yang tepat, karena begitu aku memeriksa kain yang kupercaya sebagai pintu masuk, orang yang kutunggu-tunggu akhirnya menampakkan batang hidungnya.

Ralat, bukan orang.

"Apa yang seorang Skye lakukan malam-malam di luar tenda pria larut malam begini?" tanyanya yang terdengar seperti sindiran berat untukku.

Aku berusaha memaklumi tanpa menunjukkan rasa gelisah yang kulakukan karena pertengkaran kecil kami tadi sore.

"Dan apa yang dilakukan oleh sesosok Ath?" Aku bertanya balik.

"Eh? Kukira kau masih marah karena aku tidak sengaja menandaimu?"

Aku mengelus tengkukku dengan canggung, "Bisakah kita tidak membicarakan ini di sini?"

Ya, bahaya saja kalau ternyata ada yang mendengarkan.

"Oh, iya. Kebetulan. Aku sangat dehidrasi." Ath memperlihatkan kulitnya yang berwarna jingga akibat cahaya api dari pemantik yang kubawa. Kulitnya kering, sama seperti manusia pada umumnya. Bedanya, dia bukanlah manusia.

"Tentu saja. Sudah lebih dari enam jam, kau di daratan," ucapku.

"Aku senang, kau sangat memperhatikanku," balas Ath dengan nada mengejek.

Aku memutuskan untuk mengabaikan ucapannya yang satu itu. "Ayo kita ke sana."

Ath menurut saat aku membawanya ke arah pinggiran Kota Apung. Bersama dengan Ath, hanya berbekal sebuah pemantik. Sengaja, aku juga memakai life jacket untuk jaga-jaga. Bukan hanya karena aku trauma dengan kejadian yang menimpaku kemarin malam, tapi juga karena aku tahu persis bahwa ada banyak papan angin berlubang yang bisa saja membawa tubuhku ke dalam air, kalau salah menginjak.

Saat berbalik ke belakang untuk memeriksa Ath, aku sangat terkejut karena mendapati kedua matanya mengeluarkan cahaya biru toska.

Hampir saja aku menjerit, kalau Ath tidak segera membungkam mulutku dengan tangannya.

"Kenapa harus teriak, sih? Kan kau sudah tahu kalau aku ada di belakangmu," ujarnya yang terdengar kesal.

"Y-Ya, maaf! Aku kan juga terkejut melihat matamu bercahaya tiba-tiba! Kupikir ..."

Kata-kataku tertahan dalam tenggorokanku.

Kupikir ... Apa?

Kupikir makhluk air yang naik ke darat untuk menenggelamkanku lagi?

Tapi 'kan, Ath juga salah satu dari mereka.

Takut salah tingkah terlalu lama, aku mencoba mengalihkan topik.

"Matamu tidak mengeluarkan cahaya, waktu itu," sahutku.

"Itu karena aku menebak kau akan bereaksi seperti tadi. Kupikir karena kau sudah tahu, jadi tidak apa-apa kalau aku melakukannya," ucapnya, sebelum akhirnya dia memejamkan mata.

Aku tahu dia sedang memejamkan matanya karena dua cahaya biru toska itu kini lenyap dalam kegelapan.

"Ya sudahlah, ayo kita jalan."

Suara langkah kakiku membuatku menyimpulkan dengan cepat, tanpa izin.

"Kau tidak jadi mengeluarkan kekuatan cahaya lasermu?" tanyaku.

"Kekuatan cahaya laser apa maksudmu?" tanyanya balik dengan nada protes. "Itu untuk menyesuaikan penglihatan kami dalam kegelapan."

Lalu, aku tahu apa fungsi sebenarnya dari cahaya mata itu.

Dan kepalaku terus menerus memaksaku untuk menanyakan siapa dia sebenarnya dan apa tujuannya kemari.

SPLASH!

Suara air membuat langkahku berhenti secara mendadak. Kuarahkan pemantikku ke belakang, hanya untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mengikuti kami sampai kemari. Menyadari bahwa tempat itu lumayan jauh dari tempat pengungsian penduduk, aku menurunkan pemantikku hingga ke lutut untuk melihat keadaan di air.

Tidak ada Ath.

Apakah dia pergi?

Sudah kuduga, seharusnya aku harus segera mempertanyakan segala hal yang ingin kutanyakan.

Ada banyak isi kepalaku yang menyalahkan perbuatan bodohku. Dan mengapa dia harus membuatku mengantarkannya sampai di sini?

SPLASH!

Ath memunculkan kepalanya tiba-tiba, hampir saja mengenai pemantikku. Rambutnya hampir saja terbakar kalau tidak dalam keadaan basah kuyup.

Aku juga refleks memundurkan tubuhku dan membuatku tak sengaja jatuh dalam posisi terduduk.

Di detik berikutnya, pemantikku terpisah dari tanganku, lalu cemplungan kecil di air membuatku percaya bahwa pemantikku telah tenggelam. 

Dan tersisalah Skye dan kegelapan.

"Sedang apa kau?" Suara Ath bertanya bingung.

Oh, dan ada Ath, rupanya.

Tidak langsung menjawab, aku memperbaiki posisi dudukku menjadi lebih anggun.

"Sedang duduk."

"Aku mengagetkanmu?" tanyanya yang pada akhirnya membuatku terdiam.

Aku kesal, tapi ... Ath tidak jadi pergi? Atau bagaimana?

"Kau kira aku akan pergi, ya?"

"Kau bisa membaca pikiran?" tanyaku balik.

"Oh, berarti kau sedang memikirkan itu?"

Aku mengangguk samar, "Hampir benar."

Alih-alih bertanya lagi, Ath malah tertawa. Lewat suara bahaknya yang leluasa, aku bisa merasakan bagaimana puasnya dia tertawa. Cahaya bulan yang mendadak tampak juga membuatku mampu melihat tubuhnya mengapung di atas air dan hampir saja terseret ombak yang menggulung liar (dan dia sama sekali tidak berpikir untuk berhenti tertawa).

"Itu tidak lucu!" hardikku sambil memposisikan diriku untuk berdiri, tetapi karena papan angin yang tiba-tiba oleng, membuat aksiku terhenti lagi.

Ath malah tertawa makin keras di permukaan air.

"Aku serius, itu tidak lucu!" ucapku, kali ini dengan perasaan jengkel setengah mati.

"Itu lucu."

Ath berhenti mengapung di permukaan air. Entah kapan, dia sudah berpegangan dengan papan angin yang membuatnya tidak lagi terseret ombak.

"Memangnya, buat apa aku datang kemari, kalau aku akan pergi?"

Aku terdiam selama beberapa saat.

"Maksudmu, kau datang kemari memang untuk sebuah misi?" tanyaku.

"Ya, itu benar," jawabnya.

"Apa?" tanyaku. 

"Menghancurkan satu-satunya kota yang tersisa di muka bumi ini," jawabnya yang membuatku diam mematung selama beberapa saat.

Aku sukses terbungkam detik itu.

"Jadi, kau--"

Ath tertawa terpingkal lagi, membuatku makin kebingungan. Kini dia sudah naik ke darat dan menahan perutnya untuk tertawa lebih puas lagi. Bagiku, dia terlihat seperti ikan yang dibawa ke darat dan melompat-lompat akibat kehabisan napas.

"Kau harus lihat wajahmu saat aku mengatakan soal misi bohongan itu. Wajahmu lucu sekali. Aku yang tidak melihatnya dengan jelas saja, hampir mati karena menertawakanmu."

Aku menggeram marah, "Aku bertanya dengan serius. Jangan bercanda terus!"

"Apa hidup manusia itu penuh dengan keseriusan? Kalau iya, berarti kau sangat membosankan," sahutnya.

"Maaf, kalau aku memang membosankan!" balasku, masih emosi dengan candaannya yang tadi.

Ath kali ini berhenti tertawa--terdengar dari nada bicaranya yang terdengar serius, "Aku tidak tahu kalau kau akan semarah ini. Aku bercanda tentang misi tadi, dan juga tentang Skye yang membosankan. Kau tidak membosankan, aku lebih suka berbicara denganmu daripada dengan manusia lain yang ada di sini."

Suhu malam ini sangat dingin. Kulit tanganku tahu tentang itu, tetapi wajahku malah kepanasan tanpa bisa kuprediksikan.

"Kau ingat saat aku mengatakan bahwa aku diundang ke Pasifik?" tanya Ath tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.

"Iya, kenapa?" tanyaku.

"Setelah kutelusuri, ternyata tempat yang kucari itu ada tepat di bawah Kota Apung. Mungkin itu sebabnya mengapa kau dan masyarakat di sini bisa bertemu dengan banyak dari kami." Ath menerangkan dengan cepat.

Tempatnya ... ada tepat di bawah Kota Apung?!

Belum sempat aku menjawab apapun, dia melanjutkan lagi, "Lalu, tidak ada yang salah dengan pemikiran manusia di kota ini, karena sejak awal misi Pasifik adalah untuk membunuh manusia sebanyak mungkin."

Kepalaku terasa kosong selama beberapa saat, lalu beberapa gambaran tentang kegelapan di air dan ratusan pasang mata yang menatap ke arahku--bayangan saat aku ditarik masuk ke air--terputar dengan cepat.

Tempat itu ... Markas bagi makhluk air, ada tepat di bawah Kota Waterfloatt.

"Ath ... juga?" tanyaku, terbata-bata.

"Aku 'kan, dari Atlantik. Aku kemari hanya untuk memenuhi undangan," jawabnya yang membuatku lega selama beberapa saat.

Dia bukan dari Pasifik.

"Terlepas darimana aku berasal, aku tetap adalah salah satu dari mereka. Iya, kan?"

Mendengarnya mengatakan begitu, bulu kudukku merinding untuk ke sekian kalinya, hari ini.

Itu bukti bahwa selain dikelilingi oleh air, kami juga dikelilingi oleh makhluk yang berniat buruk terhadap manusia.

Bahkan Ath sendiri juga tidak menyangkal fakta itu sama sekali. Semua yang dikatakan Ath memang sepenuhnya benar.

Tunggu ... Apakah benar begitu?

"Jadi, apakah kau menyesal karena sudah berjalan denganku sampai sejauh ini?" tanya Ath lagi.

Sebenarnya aku hampir bertanya tentang kemungkinan Ath memiliki kekuatan membaca pikiran lagi, tetapi keadaan dan suasana yang mencekam ini membuatku mengurungkan niat.

Aku sangat yakin bahwa Ath berbicara tentang aku yang berjalan dari tenda sampai ke pinggiran kota tanpa merasa curiga dengan makhluk air di sebelahku. Dia pasti menilai bahwa aku sangat tidak punya pertahanan dan sangat mudah mempercayai siapapun.

"Benar, ya? Kau menyesal?" tanyanya lagi.

Aku tidak menjawab. Baru beberapa menit yang lalu, dia menertawakan kebodohanku dan mengganggapnya sebagai candaan yang paling lucu di muka bumi. Sekarang, dia menanyakan hal itu dengan nada penuh intimidasi yang membuatku tidak dapat menerka apapun.

Semakin mengenal Ath, aku semakin bingung. Aku tidak bisa mempercayainya, tetapi ada sudut hatiku yang mempercayainya. Ini aneh dan benar-benar membingungkan. Diberikan dua opsi untuk menggunakan akal sehat ataupun perasaan bahwa Ath sebenarnya tidak seperti dugaanku, aku tidak bisa memilih apapun. Isi kepalaku sendiri juga tidak mampu diajak bekerja sama.

Seperti ...,

Skye, apakah kau benar-benar akan mengikuti sembarang orang ke ujung kota seperti ini? Terlebih kau tahu bahwa dia adalah musuhmu?

Tetapi, rasanya semua itu terasa tidak benar di benakku. Ada rasa yang aneh, memintaku untuk menyangkalnya.

Semakin aku berpikir, semakin tidak masuk akal pula pemikiranku.

"Aku ... tidak menyesal," bisikku pelan.

"Benar?" tanyanya dengan nada serius.

"Iya, benar," jawabku.

"Kau serius?" tanyanya dengan nada tidak meyakinkan.

Fakta bahwa dia tidak mempercayaiku, entah mengapa membuatku murka. Dalam keadaan seperti ini, aku tidak bisa berekspresi sepuasnya.

Sebenarnya aku juga tidak terlalu yakin, aku ragu. Namun kata yang telah terucap tidak dapat ditarik kembali. Aku bukan tipe manusia putus asa yang akan langsung mengganti jawaban.

Dari hatiku yang terdalam, aku mengungkapkan pikiranku.

"Aku serius. Kalau aku tidak mengikutimu sejak awal, aku tidak akan sampai di sini hari ini. Aku tidak tahu apa maumu dan alasan mengapa kau berusaha membuatku takut denganmu, tetapi apapun rencana yang sedang kau rancang untuk nantinya, semua itu tidak bisa menutupi kenyataan kalau aku adalah penyelamat hidupku."

Hening.

Mengapa aku bisa mengatakan hal yang memalukan seperti itu dengan lancar?!

"A-aku tidak tahu siapa kau sebenarnya, tapi menurutku kau berbeda dengan mereka."

...Sial. Aku benar-benar berbicara terlalu panjang.

Selang beberapa saat setelah keheningan panjang itu, Ath akhirnya bersuara, "Kau ini benar-benar sesuatu, ya."

Kukira Ath akan tertawa lagi. Namun, dia malah mengulurkan tangannya kepadaku.

"Skye, kau mau ikut aku?" tanya Ath.

Aku mengerjapkan mata, "Ikut kemana?"

"Ke bawah sana, ke Pasifik."

"Buat apa?"

"Aku ingin mereka bertemu denganmu," jawab Ath. "Kau manusia yang aneh dan unik, mungkin dengan bertemu denganmu, pandangan mereka bisa berubah."

Aku tidak bisa marah saat dia menyebutku "aneh". Mendengar niatnya saja, entah mengapa membuatku luluh. Aku tidak yakin bahwa aku bisa menjadi alasan mereka berhenti, tetapi kalau seandainya itu bisa terjadi, mungkin saja itu akan menjadi hal yang menyenangkan saat ini.

Bumi akan damai dan terbebas dari peperangan.

Ini memang bukanlah peperangan tentang saling merusak lingkungan tempat tinggal, ini lebih daripada peperangan perebutan wilayah dan rasa tidak rela karena daerah mereka telah terjajah habis. Alam yang memilihnya, manusia tidak bisa berbuat apa-apa.

Matanya mendadak mengeluarkan cahaya biru lagi. Aku bisa melihat bayanganku di pantulan mata birunya yang bercahaya lembut. Biru terang yang semula membuatku ketakutan, mendadak membuatku merasa tenang.

"Tapi ..."

"Aku bisa membuatmu bernapas dalam air," ujar Ath seolah dapat membaca pikiranku. "Percayalah."

Alih-alih manjawab, aku mendongakkan kepala, menatap ke langit malam. Tidak ada bintang jingga di sana, tetapi mataku terus melihat bintang paling terang, seolah itulah alasan tujuanku hidup sekarang.

Seberapa besar rasa sayangku pada Bumi, aku harus ke Mars.

Aku ingin ke planet itu, tinggal bersama Ayah dan kedua kakakku yang belum pernah kujumpai sebelumnya. Ibu juga akan ada di sana. Kami akan jadi keluarga yang paling bahagia setelah lima belas tahun perpisahan kami.

"Kau tidak mau?" tanyanya.

"Aku ... bingung."

"Hanya sebentar, setelah itu kita kembali lagi," ucapnya.

"Tapi ...."

Cahaya di mata Ath meredup, diperhatikannya satu arah tepat di belakangku, lalu kembali mengulum senyum tipis.

"Atau, coba saja kau tanyakan kepada manusia yang sudah pernah ke Pasifik."

Aku berbalik dan menemukan Dillon membawa penerang yang redup, menatap Ath dengan tatapan tajam. Sedangkan Ath masih memasang wajah tenangnya, belum menghilangkan senyumnya.

Dillon bersuara pelan, "Sudah kuduga, kau pasti makhluk a--"

"Mengapa menyebut kami makhluk air? Padahal kau tahu sebutan aslinya," potong Ath dengan suara seolah menantang Dillon.

Aku membatu. Habis sudah. Sekarang, selain mengetahui bahwa aku telah berbohong, Dillon juga tahu bahwa Ath bukanlah manusia. Dan lebih daripada itu, rupanya Dillon mengetahui lebih banyak hal dibandingkan aku.

"Aku tidak ingin mengucapkannya," jawab Dillon, menatap Ath dengan tatapan datar.

Aku menatap Ath dan Dillon bergantian dengan penuh tanda tanya di kepala, "A-apa yang sebenarnya sedang kalian bicarakan?"

"Skye, dia sedang mencoba mempengaruhimu agar ikut dengannya! Kau lihat matanya yang menyala barusan, kan?!"

Dillon melangkah ke arahku.

"Tiba-tiba, kau merasa aneh dan merasa ingin ikut dengannya, kan? Segera menjauh dari monster itu!" pinta Dillon.

Sesuatu dari kepalaku tiba-tiba saja menyela tanpa bisa kupikir masak-masak.

"Ath bukan monster!"

Tepat saat aku mengatakan hal itu, aku membatu.

Mengapa aku bisa mengatakan hal seperti itu?

Aku tersentak, lalu menolehkan kepala, menatap Ath.

Ath tersenyum arogan, memamerkan wajah penuh kemenangan terhadap Dillon yang mematung diam, menatapku tidak percaya.

***TBC***

1 Desember 2018, Sabtu.

[A/N]

Sengaja update sekarang, karena besok sabtu. Mungkin ada dari kalian yang masih UAS hari senin. Anggap saja update-an Aqua World sebagai hadiah terindah kalian di  awal bulan Desember.

Aku ingin menyampaikan beberapa hal.

1. The Lost Memories akan open PO bulan ini, jadi bagi yang ingin membeli, silakan disimak ya.

2. Aku baru saja mempublikasikan cerita baru, LFS 2 yang berjudul Red String, genre-nya Fantasy-Teenfict. Aku update sekali seminggu. Yang mau baca, monggo.

3. Aku tahu scene hari ini sangat menyebalkan dan terasa pendek, tetapi sebenarnya yang kalian baca itu sudah over 2000 kata, lho. Menyebalkannya pula, aku hanya bisa menulis soal Ath, Skye dan Dillon. Menyebalkan. Pokoknya kalau Aqua World tamat nanti, bagian ini dan chapter kemarin akan aku satukan agar tidak membuat tanganku gatal.

4. Sebenarnya aku berharap kalian membaca updatean Aqua di pagi hari. Siapa tahu kamu habis mimpi buruk dan badmood mendadak. Namun aku juga sangat yakin, ada makhluk-makhluk kalong yang kesenangan dan auto langsung baca, begitu melihat update-an Aqua World. Untuk yang baca ini sebelum tidur, semoga kamu segera ngantuk. HPnya jangan lupa dicharge.

5. Tadinya aku hampir saja membuat rahasia Ath terkuak lebar, tapi untungnya aku edit lagi di laptop, jadi nggak semuanya terbuka. Kita pelan-pelan saja, daripada kalian kebingungan.

Jadi, bagaimana chapter Aqua hari ini?

Maaf sekali, aku lama banget updatenya. Aku senang kalian antusias dengan cerita Aqua World dan cerita ini nyaris tidak pernah putus terror (hampir diterror setiap hari) oleh reader-reader sekalian yang hanya mengikuti cerita Aqua World di lapak ini. Mungkin kalian nggak tahu apa yang sebenarnya aku lakukan, tapi tidak apalah.

Harapanku nggak banyak, aku hanya berharap tidak ada lagi spam tanda seru di sebelah capslock update. Seperti ini: "UPDATEEEE!!!" Karena entah kenapa itu agak ... ya, kesannya agak lucu saja.

Yaaaaaa, situ enak nulis "UPDATE!!!1!!!1", aku yang ngesot-ngesot mencari signal dan ide di sini apakabare? :'D

Lalu terima kasih untuk reader-reader yang mengekoriku ke manapun aku update. Baik itu dari yang penting sampai yang enggak penting. Aku sayang kalian!

Terakhir, aku benar-benar berterima kasih kepada kalian. Aku harap ini bukan update-an terakhirku di cerita Aqua World tahun ini. Semoga kerjaan di rl mendukung keinginanku dan keinginan kalian.

With a lot of water,

Cindyana



Mata 466k
Bintang 63.2k

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top