6. Senang Bertemu Denganmu
"Apple!" teriak seorang wanita dengan riasan tebal.
Wanita itu langsung menerobos kamar begitu mendengar suara benda jatuh. Benar saja, nampan beserta alat-alat medis tercecer di lantai. Lychee hampir menginjak gunting di bawahnya. Sedangkan Apple berusaha mencekik gadis dalam cengkeramannya sampai wajahnya membiru.
"Apple!" Wanita tua itu berteriak lagi.
Lexyan menoleh dengan melepas leher di tangannya secara kasar. Lychee pun terbatuk-batuk sembari menjauhi sosok Lexyan. Ia mencari ketenangan dari balik punggung sang bibi. Apa benar dia adalah Apple yang kukenal? Batin Lychee terguncang. Matanya hampir tidak bisa menutup ketika mendapati raut wajah Apple yang kelewat datar.
"Kamu sudah gila, ya? Beraninya kamu melukai orang yang sudah memohon ampun atas kesalahanmu! Lyly juga sudah merawatmu sepenuh hati. Dasar tidak tahu diri!" hardik wanita tersebut seraya menuding ke arah Apple. Biasanya gadis itu langsung menunduk takut saat dimarahi, tetapi sekarang dagunya terangkat.
Lexyan mendecih, "Memang kesalahan saya apa? Anda tidak lupa, kan, kalau saya masih hidup?"
Wanita itu terdiam. Sebenarnya Lexyan tidak mengingat memori tentang Apple sama sekali. Namun, ia yakin pada mimpi yang pernah mengusiknya di malam hari. Gadis cantik bak dewi bulan melompat dari lantai tiga untuk menolak tuduhan dan hinaan.
"Kalau ingatan Nyonya sangat buruk, biar saya ulangi ... jika saya mati, artinya saya memang berhubungan dengan suami Nyonya. Akan tetapi jika saya masih hidup, Nyonya harus minta maaf atas tuduhan palsu yang Nyonya lontarkan! Itulah yang saya katakan malam itu. Anda tidak lupa, kan?"
Lihat, dia tidak bisa membantah. Lychee sedikit ragu untuk menyentuh lengan bibinya seperti benalu. "Emm, Bibi Meil, sepertinya Apple sedang sensitif hari ini. Mungkin kita harus membiarkannya istirahat di kamar selama beberapa waktu."
Lexyan memutar bola matanya, jengah. 'Kalian mau mengurungku?'
Perkataan Lychee sangat lembut dan halus membuat orang bodoh yang mendengarnya akan terlena. Nyonya Meilen mengernyit. "Kamu benar, Lyly. Apple butuh istirahat lebih banyak. Jangan biarkan orang lain masuk karena dia akan menjalani masa pemulihan."
"Baik, Bibi." Lychee tersenyum miring.
Apple lalu membalas senyuman tersebut dengan tarikan sudut bibir yang lebar, membuat siapa pun yang melihatnya merasa ngeri. Akhirnya mereka berdua pergi dengan bulu kuduk berdiri. Setelah dilihat dari cermin, tampang Lexyan memang mengerikan.
"Ugh, jahitan ini ...." Lexyan meraba pipi yang semakin bengkak, padahal dia hanya sedikit berbicara. "Hah, aku yakin ini bukan benang untuk menjahit kulit manusia. Ini untuk kulit sepatu."
Samar-samar terdengar seseorang mengucapkan 'terima kasih'. Lexyan menggeleng pelan karena tidak mendapati orang lain di ruangan ini. Ia menghampiri jendela, kemudian menarik tirainya ke samping. Gelap. Tidak ada siapa-siapa.
"Terima kasih, Lexyan." Suara itu menggema. Kali ini sungguhan, sebenarnya di mana pemilik suara tersebut?
"Wah, kamu tahu namaku dan tidak berani menunjukkan wujudmu. Apa kamu pembunuh bayaran?" tanya Lexyan kagum. Pembunuh bayaran adalah profesi yang dia idam-idamkan.
"Aku Apple. Aku terjebak dalam pikiranmu, jadi aku tidak bisa keluar menunjukkan wujudku."
"Hah? Kenapa kamu bisa terjebak?"
"Ini adalah hasil perjanjian kita berdua, Lexyan. Aku menolongmu dari kematian dengan membiarkan rohmu menempati tubuhku, lalu kamu menolongku dengan membersihkan namaku yang tercoreng. Aku baru bisa keluar dari pikiranmu jika keinginanku sudah terpenuhi," terang Apple.
Lexyan membulatkan mata. "Tu-tunggu, apa kamu sudah mati?"
"Iya, bisa dibilang begitu."
Jawaban Apple membuat Lexyan terperangah. "Loh, bukankah itu artinya kamu memang berhubungan dengan suami orang lain? Maksudku, suami Nyonya Meil?!"
"Tidak!" tegas Apple, tidak terima. "Ini salahku karena terlalu percaya pada keajaiban. Manusia jenis manapun pasti akan mati kalau jatuh dari lantai tiga. Iya, kan?"
Lexyan menggaruk tengkuk. "Iya juga."
Ini baru lantai tiga, tubuh Lexyan malah terjatuh dari ketinggian 200 meter! Ia meneguk ludah. "Namun menurutku, keajaiban itu memang ada. Buktinya kamu berhasil memanggilku ke sini hidup-hidup."
"Itu bukan keajaiban, Lexyan, dan kamu sama sepertiku. Ragamu sudah mati di duniamu," ralatnya.
"Tapi aku masih hidup di sini, sedangkan kamu tidak. Lalu apa namanya kalau bukan keajaiban?"
"Karena di sini kamu punya wadah, yaitu tubuhku. Sedangkan di sana aku tidak bisa menempati tubuh milikmu yang sudah hancur."
Lexyan mengernyitkan alis. Kemudian tertawa. "Baiklah, tetap saja ini keajaiban. Kalau begitu ... tugasku hanya membersihkan namamu, kan?"
"Iya."
"Itu mudah. Masalah dengan wanita itu sudah selesai. Sekarang apa lagi?"
"Tidak semudah itu, Lexyan. Sebenarnya ada satu orang lagi yang langsung mengerutkan kening setelah mendengar namaku. Dia mengecapku wanita bar-bar karena dibesarkan di rumah Quince. Agar bisa keluar dari sini, kamu harus mengubah pandangannya terhadapmu sebagai wanita baik-baik."
Masalahnya adalah Lexyan bukan wanita baik-baik. Ia menyibak tirai jendela dan melongok ke bawah. Silau. Halaman yang luas dengan pagar pembatas menjulang tinggi. Konsep bangunan Rumah Quince tidak jauh beda dengan asramanya dulu. Untungnya tidak ada CCTV.
"Apple, apa kamu bahkan pernah bermimpi tentang hidup di luar?"
"Entah. Setahuku di luar sangat berbahaya. Nyonya Meil membawaku kemari waktu aku masih kecil. Ingatan terakhir tentang dunia luar hanya sekumpulan preman yang memalak pengemis." Apple bertahan dari semua siksaan rekan-rekannya karena itu. Ia benci menghadapi tekanan hidup yang keras.
Rumah Quince merupakan satu-satunya tempat berteduh paling aman bagi Apple. Namun bagi Lexyan, Rumah Quince atau asrama yayasan sama saja. Tidak ada kebebasan di mana pun jika terus memagari diri.
"Aku ingin keluar," ujar Lexyan sembari mendorong jendela. Sebelah kakinya sudah ancang-ancang di tepian.
"Hei! Kamu belum menyelesaikan permohonanku yang terakhir!" Apple berteriak keras di pikiran, membuat Lexyan menutup telinga secara spontan dan hilang keseimbangan.
"Oh, tidak!" Lexyan akan jatuh. Padahal Lexyan hanya ingin keluar dari kamar. Ia belum punya niatan untuk keluar dari Quince.
Dalam hitungan detik, ia mengubah posisi serta mencari area jatuh yang aman. Matanya menyipit menyadari seseorang di bawah sana. Lexyan membeku. Melalui dua belah mata itu, cahaya bulan memantul dengan tajam.
"Refleksmu cukup bagus," puji Lexyan sebelum berterima kasih kepada penyelamatnya. Ia telah membayangkan mereka berdua akan sama-sama mencium tanah. Itu konyol meski sekedar dibayangkan.
"... Bar-bar."
"What?" Lexyan menaikkan sebelah alis.
Laki-laki itu mengkerutkan dahi. "Seperti biasa, kamu memang wanita bar-bar."
"Ini dia orangnya," bisik Apple. Gadis lucu saat tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. "Lexyan, tolong ubah pandangan orang ini terhadap wanita Quince! Jadilah wanita baik-baik. Tidak semuanya dari kami adalah wanita bar-bar."
Lexyan mengembuskan napas. "Oke. Pertama-tama, senang bertemu denganmu. Bisa turunkan saya sekarang, Sir?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top