7

Sesi pertama diakhiri dengan suara gong yang berbunyi keras dan mampu memekakan seisi ruangan itu. Bersamaan dengan itu, jam pasir yang melayang di atas langit-langit mulai berputar perlahan, membalikkan tabung agar pasir kembali mengisi bagian yang kosong.

Putri River memberikan arahan kepada Carmelize untuk mengikuti raja dan ratu lewat belakang, agar mempersingkat perjalanannya. Mengikuti para peramal itu memang akan membawanya pada ruangan yang dimaksud Putri River, tapi perjalanan mereka agak jauh--kalau menurutnya.

Usai kepergian Carmelize, barisan peramal gelombang kedua pun melangkah pelan-pelan mendekati ketiga pewaris kerajaan.

Berhubung karena raja dan ratu sudah tidak ikut mengawasi, kegiatan mereka pun diawasi oleh prajurit dan pelayan tambahan yang akan memastikan bahwa ramalan per peramal tidak melewati batas, satu persatu.

Putri River yang kebosanan setengah mati karena harus meletakan tangannya di atas meja yang dilapisi bantal setiap peramal-peramal itu datang.

Nantinya, peramal itu akan berlutut di depan mereka, lalu meminta dengan kedua telapak tangannya, memohon agar pangeran atau putri bersedia menaruh punggung tangan mereka di atas tangan peramal.

Bagi beberapa peramal, adalah sebuah kehormatan untuk meramal keturunan raja dan ratu. Meskipun dilarang menatap mata dan berbicara dengan mereka, kadang ada peramal yang terlalu bahagia sampai-sampai menolak upah yang diberikan oleh kerajaan.

Di sesi kedua, ketiga kakak-adik itu sudah kebosanan--terlihat dari Pangeran Vire yang diam-diam menghela napas (karena raja dan ratu tidak mengizinkan mereka menghela napas, kesannya seperti mengeluh dan tidak menyukuri).

Putri River sudah melepaskan sepatunya dan mengayunkannya ke belakang dari kolong saat tidak ada yang melihatnya, meskipun sebenarnya kedua kakak laki-lakinya menyadari hal itu. Mereka hanya diam karena sudah hafal betul dengan gelagat adik bungsu mereka. Dan lagipula, gaunnya cukup panjang untuk menutupi kaki telanjangnya.

Putri River beberapa kali mengetuk lantai marmer dengan telapak kakinya, tidak sabaran. Pangeran Vire sampai cemas bahwa lantai marmer itu akan retak untuk yang ke sekian kalinya. Lalu, Pangeran Alax dan dirinya akan turut dihukum bersama Putri River karena mereka tidak mencoba menghentikan adiknya.

Pangeran Alax sudah bersandar pada tangannya. Sikunya bertumpu pada tangan kursi kebesarannya, terang-terangan memperlihatkan kebosanannya yang teramat sangat, walaupun sesekali dia akan mengucapkan terima kasih pada peramal yang membungkuk hormat padanya.

Intinya, mereka bertiga bosan.

Dan ini bahkan belum seperempat waktu sejak sesi kedua dimulai. Masih ada satu sesi lagi, sebelum semuanya berakhir.

Peramal itu memang sengaja dibagi menjadi tiga kelompok. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyepakatan diam-diam selama perjalanan ke ruang rahasia. Membaginya menjadi tiga berarti, menemukan minimal dua jawaban yang sama untuk menemukan kebenarannya.

"Kak, aku bosan," keluh Putri River pada kedua kakaknya.

Masih ada lebih banyak pasir di tabung atas daripada bawah, dan itu artinya mereka masih harus berada di sini lebih lama. Putri River juga sudah bersiap-siap mengirimkan sihir untuk mematahkan pelindung yang dibuat ratu sementara waktu. Kalau ini tidak berhasil, itu berarti Carmelize harus berada di sana sampai sesi kedua berakhir.

"Jadi? Kau ingin bermain permainan?" tanya Pangeran Vire yang sebenarnya lebih terdengar seperti pertanyaan sarkas.

Putri River juga tahu, adalah hal yang mustahil bermain di tempat seperti ini, di depan khalayak ramai yang memperhatikan mereka dan juga harus tetap menprioritaskan telapak tangan mereka untuk diperlihatkan pada satu persatu peramal yang berbaris.

"Ayo," ajak Pangeran Alax.

Sebuah kemustahilan yang membuat Putri River dan Pangeran Vire menoleh cepat ke putra kedua dari raja dan ratu dari Kerajaan Bayangan itu. Mimpi apa mereka semalam sampai tiba-tiba Pangeran Alax yang tenang dan pendiam itu tiba-tiba mengajak mereka bermain?

"Memangnya kita bisa bermain apa?" tanya Putri River, sebenarnya masih mengira bahwa dia salah mendengar dan ingin mendengar jawaban Pangeran Alax untuk memastikan bahwa hal yang didengarkannya memang bukan mimpi.

"Aku tidak mau bermain siapa yang melafalkan sihir tercepat. Kemarin River mengucapkan salah sedikit saja, satu dapur kerajaan hampir terbakar habis. Apalagi kalau bertiga?" Pangeran Vire sebenarnya berseru, namun dengan suara kecil agar tidak ada yang bisa mendengarkan.

"Api yang kubuat itu kecil. Kak Vire yang ikut-ikutan salah dan membuat api tambah besar," sanggah Putri River dengan tidak senang.

"Kita akan--"

Pangeran Alax menjeda. Pertikaian kecil dari Pangeran Vire dan Putri River terhenti seketika, karena rasa penasaran mereka.

"Kita akan menebak apa ramalan kita masing-masing," ucap Pangeran Alax.

Pangeran Vire mengangkat sebelah alisnya, mempertanyakan kesungguhan Pangeran Alax yang ingin memainkan permainan itu, sedangkan Putri River mengangkat kedua alisnya, karena dia memang tidak tahu cara mengangkat sebelah alis.

"Itu menarik, tapi aku tidak yakin kalau tebakan kita bisa tepat semua," ungkap Pangeran Vire sejujurnya.

Ada beberapa hal yang membuat Pangeran Vire ragu. Ayahnya pernah berbicara secara privasi padanya dan memintanya untuk fokus pada beberapa hal yang diminta Sang raja, karena kakak tertua-lah yang akan menggantikan posisinya kelak.

Masalahnya, Pangeran Vire merasa bahwa Pangeran Alax yang bijaksana dan tenang lebih pantas untuk memimpin kerajaan. Tetapi, raja tetap bersikeras meminta Pangeran Vire untuk melakukannya.

Pangeran Vire kadang merasa tidak adil, hanya karena dia terlahir lebih cepat daripada Pangeran Alax.

"Ini seru! Aku ikut!" Putri River mengucapkannya dengan riang, sampai-sampai dia tidak sengaja mengangkat tangan kanannya.

Tangannya yang tengah diperhatikan oleh seorang peramal pun diangkatnya dari bantal. Peramal itu pun mendongak dan tidak sengaja bertukar pandang dengan Putri River. Dia langsung menunduk kembali dan terbata-bata karena sangat gugup. Menatap mata seorang putri kerajaan, itu sangat tidak sopan.

Putri River segera menurunkan tangannya salah tingkah, membiarkannya kembali melihat telapak tangannya.

"Baiklah. Mulailah memikirkan apa yang terjadi pada kalian. Sampai di kamar nanti, tuliskan pada halaman belakang buku kalian."

Di saat itu, Putri River segera mengeluarkan sihir untuk mematahkan sihir. Berharap bahwa Carmelize berhasil keluar dari sana.

Kembali lagi, Putri River memperhatikan jam pasir. Sudah setengah pasir yang tumpah. Lama juga Carmelize di dalam sana. Mungkin dia telah mendengar ramalannya, ini akan mempermudahkannya dalam tantangan Pangeran Alax.

Beberapa saat kemudian, Carmelize kembali ke tempat itu.

Putri River tersenyum pada Carmelize dan Carmelize juga tersenyum balik.

Namun belum sempat mengatakan apapun ...

Putri River mengerjapkan mata, lalu tanpa sadar berdiri dari duduknya, menatap Carmelize.

"Itu kenapa?" gumamnya.

Carmelize ikut mengerjapkan mata dan mencari-cari apa yang dimaksud Putri River.

"berdara--"

"Carmelize!"

Suara ayah Carmelize yang memanggilnya dengan frustrasi membuat Carmelize langsung terbangun. Tanpa mengerti apapun, Carmelize sudah berada di dalam dekapan ayahnya.

"Pa?"

Ayahnya menarik putrinya untuk melihat keadaan anak tunggalnya, lalu mengelus rambutnya dengan pelan.

"Astaga. Untunglah kau bangun," ucap ayahnya sambil menghapus air matanya yang mengalir.

Baru kali itu, Carmelize melihat ayahnya yang tangguh itu menangis di depannya.

"Papa kenapa?"

"Tidak apa-apa," ucapnya cepat, kembali mendekap Carmelize. "Kita ke rumah sakit, ya?"

Carmelize yang tengah bingung dengan apa yang terjadi, langsung menemukan bercak merah pada kemeja putih bagian bahu ayahnya, lalu melirik bed cover dan selimutnya yang juga memiliki bercak yang sama.

Lalu, Carmelize merasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya.

Darah.

Carmelize mimisan.

Sambil menunggu ayahnya mengumpalkan tisu pada kedua hidungnya, Carmelize teringat kembali dengan apa yang diucapkan para peramal itu tentang ketiga pewaris takhta.

Tbc

7 Juni 2018

a/n

//ngumpet//
A-apakah ini seru?

Seruku dan seru kalian mungkin saja berbeda.

//paus mengecil//

Oke, see you tomorrow!

Cindyana🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top