25

Pangeran Vire sudah pulih, hanya dalam dua hari.

Putri River juga tidak lagi dikunjungi oleh Carmelize.

Semuanya kembali seperti semula, tampak baik-baik saja—walaupun Pangeran Alax tahu bahwa bahaya besar mulai mengepungi Kerajaan Bayangan secara perlahan.

Terakhir kali Putri River masuk di kamar Pangeran Vire adalah saat mereka mengeluarkan sihir untuk memulangkan Carmelize. Dia belum memiliki keberanian yang cukup untuk menjenguk kakaknya lagi setelah itu.

"River mana?" tanya Pangeran Vire saat melihat hanya Pangeran Alax yang datang membawakan nampan untuk kakaknya.

"Di kamarnya."

Pangeran Vire tersenyum, "Jangan kau terus yang membawakan makananku. Sesekali, panggil pelayan atau River saja. Aku tidak mau merepotkanmu terus menerus."

"Ini tidak merepotkanku," gumam Pangeran Alax sembari menyerahkan makanannya.

Pangeran Alax belum mengatakan kepada Pangeran Vire tentang para pelayan dan prajurit yang telah raja perintahkan untuk kembali ke negeri mereka masing-masing, karena mereka akan segera mengosongkan istana. Banyak pelayan dan prajurit yang menolak untuk keluar dari istana karena sudah bertekad ingin mengabdi kepada Kerajaan Bayangan seumur hidup

Ada banyak dari mereka yang diam-diam masuk ke ruang bawah tanah, dengan harapan ketika raja dan ratu telah melakukan sesuatu, mereka bisa mengikuti perkembangannya.

Selain itu, Pangeran Alax juga belum menceritakan apapun tentang perihal rencana mereka berpindah ke dimensi lain karena Pangeran Vire masih berpikir bahwa Putri River-lah yang merupakan Cahaya (dan Pangeran Vire tidak terlalu peduli dengan Carmelize—yang dipikirnya adalah Bayangan). Pangeran Alax, raja dan ratu belum menemukan waktu yang tepat untuk mengakui bahwa putri kerajaan itulah yang merupakan sosok bayangan, kepada Pangeran Vire.

Raja, ratu dan juga Pangeran Vire telah kehilangan kemampuan mereka untuk melakukan sihir. Pangeran Alax dan Putri River masih bisa menggunakan sihir karena mereka berdua adalah Bayangan yang telah menyerap energi Cahaya.

Putri River belum berani menggunakan sihirnya kembali karena takut kejadian yang sama akan terulang kembali, sementara Pangeran Alax menggunakan sihir terakhirnya untuk mencoba satu persatu sihir yang bisa membawa mereka sekeluarga untuk pindah ke dimensi tempat Carmelize berada.

"River masih merasa bersalah?" tanya Pangeran Vire.

"Tidak akan ada yang tidak merasa bersalah jika telah melakukan itu kepada saudaranya sendiri," jawab Pangeran Alax. "Kakak mau makan sendiri atau perlu kusuapi?"

Pangeran Vire merebut sendok dan piring dari Pangeran Alax, "Jangan memperlakukanku seperti anak bayi, Alax."

Pangeran Alax ingin menyanggah, namun hari ini sudah terlalu sore dan dia belum menemukan apapun hingga sekarang. Raja dan ratu mengatakan kepadanya bahwa tengah malam ini, sihir ruang baca akan hilang dan mereka tidak akan bisa lagi mencari buku dengan cara yang lebih mudah—karena tidak lagi bisa melayang. Rasanya tidak ada waktu untuk berdebat dengan Pangeran Vire.

Andai saja Putri River telah memaafkan dirinya sendiri, mungkin dia bisa meminta adik kembarnya itu untuk menggantikannya menjaga kakak mereka. Di sini, selain menjadi penengah antara Pangeran Vire dan Putri River, Pangeran Alax juga menjadi satu-satunya sumber yang bisa diandalkan oleh raja dan ratu.

Sungguh hal yang berat untuk pangeran yang hanya berusia sebelas tahun itu.

"Eh? Sudah mau pergi?" tanya Pangeran Vire agak kecewa. "Tidak mau menemani aku bicara sebentar?"

"Aku agak sibuk," ucap Pangeran Alax. "Nanti malam aku akan datang lagi."

"Ayah dan Ibu juga sibuk, kau juga sibuk, memangnya kalian sedang mempersiapkan perang besar apa?"

Pangeran Alax tidak berbakat dalam berbohong, namun dia sangat bisa menjaga rahasia. Buktinya, Pangeran Vire yang biasanya sangat mudah menangkap seseorang menyembunyikan sesuatu, tidak mencurigainya.

"Tidak ada apa-apa, kami sedang mencari jalan keluar untuk masalah ini."

"Memangnya ada masalah apa lagi? Apa River terlalu terang sebagai cahaya? Atau Bayangan itu masih bisa kembali?" tanya Pangeran Vire sambil melipat kedua tangannya di depan dada, gletsur yang biasa dilakukannya jika sedang ingin menuntut jawaban.

"Kakak cepat sembuh saja, biar bisa membantu kami," bujuk Pangeran Alax.

"Ya sudahlah, kalau begitu." Pangeran Vire kembali memposisikan dirinya untuk berbaring.

Pintu kamar Pangeran Vire tiba-tiba terketuk, membuat perhatian keduanya langsung beralih ke sumber suara.

"Masuk saja."

Raja dan ratu di sana, menggenggam sebuah buku dan memperlihatkan ekspresi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pangeran Alax langsung menyadari apa yang ingin disampaikan oleh keduanya.

"Ketemu?" tanya Pangeran Alax langsung, nyaris saja beranjak untuk menghampiri raja dan ratu, namun Pangeran Vire menarik jubah belakangnya sebelum Pangeran Alax pergi—menahannya.

"Sudah menemukan solusinya? Sekarang jelaskan padaku, apa yang terjadi secara lengkap dan jelas," pinta Pangeran Vire tidak sabar.

Raja tersenyum ke arah putra tertuanya, karena dia tahu bahwa Pangeran Vire menangkap banyak kejanggalan dan memutuskan untuk tetap bersabar hingga saat ini.

"Alax, panggil River kemari. Kami yang akan menjelaskan kepada Vire."

Pangeran Alax mengangguk, lalu menatap ke arah Pangeran Vire dan memintanya untuk melepas jubahnya hanya dengan tatapan matanya.

"Baiklah," ucapnya pasrah, sembari melepaskan jubah adiknya.

Pangeran Alax keluar dari kamar itu, berjalan ke arah kamar Putri River yang jaraknya memang tidak terlalu jauh.

Keadaan kerajaan sangat sepi dan hening, itu dikarenakan raja telah meminta semua prajurit dan pelayan untuk kembali ke negeri mereka masing-masing, memberikan mereka kebebasan untuk tidak lagi terlibat dengan kerajaan ini—tanpa mengatahui bahwa ada banyak dari mereka yang menunggu di ruang bawah tanah.

Kerajaan Bayangan memang selalu identik dengan kegelapan dan kekelaman, namun Pangeran Alax tidak pernah setuju dengan kalimat itu. Ada Putri River yang selalu memeriahkan Kerajaan Bayangan, juga ada Pangeran Vire yang selalu membuat Kerajaan Bayangan ramai. Pangeran Alax juga harus menerima kenyataan bahwa hari ini, Kerajaan Bayangan akan berakhir sampai di sini.

Namun apa yang paling berharga dalam keluarga ini bukanlah rumah atau jabatan. Mungkin raja juga memikirkan hal yang sama.

Saat ini, Pangeran Alax sudah berada di depan pintu kamar Putri River. Ini adalah kali pertama Pangeran Alax merasa sangat berat untuk mengangkat kepalan tangannya dan mengetuk pintu kamar adik kembarnya. Namun dia harus melakukannya, karena sebentar lagi, semuanya akan selesai.

Pangeran Alax mengetuk empat kali.

"River, keluarlah. Ayo kita bicara."

Tidak ada balasan dari dalam.

"River."

"Kak Alax ...."

"Buka pintunya," pinta Pangeran Alax.

Pintu akhirnya terbuka, memperlihatkan Putri River dengan gaunnya. Jelas bukan perasaannya saja saat Pangeran Alax melihat Putri River masih menggunakan gaun yang sama seperti yang dikenakannya dua hari yang lalu.

"Ayo, ke kamar Kak Vire," ajak Pangeran Alax.

"Kenapa?"

"Ayah dan Ibu juga di sana."

Putri River memejamkan matanya untuk beberapa saat, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan tatapan dingin, "Tidak mau."

"Kak Vire sudah sehat."

"Pokoknya aku tidak mau!" seru Putri River keras kepala.

"Kalau kau tidak datang, kau tidak akan bisa bertemu dengan temanmu lagi," ucap Pangeran Alax.

"Bukankah bagus? Teman mana yang menyerap energi temannya untuk membuat dirinya semakin kuat?" tanya Putri River balik.

"Kau tidak bermaksud melakukannya. Carmelize juga pasti tahu soal itu."

Putri River langsung menoleh tajam, "Darimana kakak kenal Carmelize?"

Pangeran Alax tidak menjawab untuk pertanyaannya yang satu itu, ia malah mengatakan hal yang sama lagi, "Ayo, ke kamar Kak Vire."

"Kak Alax tidak mau menjawab? Kalau begitu—" Putri River hampir menutup pintunya kembali, namun ditahan oleh Pangeran Alax.

"Kau harus mendengar semua ceritanya dulu, sebelum kujawab."

"Pokoknya, aku tetap tidak mau."

Pangeran Alax kini mengerti perasaan Pangeran Vire yang selalu berdebat dengan putri keras kepala ini. Melelahkan.

Sebelumnya, Pangeran Alax belum pernah bertengkar dengan Pangeran Vire ataupun Putri River, dan perdebatan pertamanya hari ini dengan Pangeran Vire dan Putri River sungguh membuatnya kelelahan.

"River, jangan membuatku memaksamu."

Putri River malah merinding begitu mendengar nada Pangeran Alax yang berubah menjadi dingin. Saat Pangeran Vire yang mengatakan hal yang serupa dengan nada rendah saja, Putri River sudah ngeri, apalagi saat Pangeran Alax yang melakukannya. Seorang Pangeran Alax yang belum pernah marah sama sekali itu, melakukannya.

Sedangkan Pangeran Alax yang melihat perubahan wajah Putri River yang menjadi ketakutan, langsung menyesalinya detik itu juga.

"Tidak perlu masuk ke dalam, setidaknya kau mendengar ceritanya, nanti akan kujawab semua pertanyaanmu."

Putri River akhirnya mengangguk dengan patuh, lalu mengikuti Pangeran Alax melangkah menuju ke depan pintu kamar Pangeran Vire.

"Jadi, River adalah bayangannya?" tanya Pangeran Vire dari dalam kamarnya, yang membuat Putri River yang mendengarnya hampir saja berlari kabur dari sana, tetapi untungnya Pangeran Alax sudah lebih dulu mengenggam tangannya, mencegahnya kabur.

"Maaf sudah berbohong padamu, Vire. Kami hanya tidak ingin kau khawatir."

"Jadi, orang yang kupikir adalah bayangan itu ternyata cahayanya?" tanya Pangeran Vire lagi.

"Benar. Alax juga bayangan, tapi karena Alax tidak pernah berinteraksi dengan Cahaya, maka kekuatannya stabil."

"Dan River dalam bahaya sekarang? Mengapa kalian mengatakan hal sepenting ini sekarang?"

"Pertanyaanmu sudah kami jawab sebelumnya. Vire yang mengkhawatirkan River tidak akan sembuh dari lukanya dalam dua hari."

Pangeran Vire terdiam, begitupun dengan dua orang yang mendengar dari luar.

"River bisa menjadi kegelapan. Itu berbahaya sekali, Ayah...."

Kegelapan adalah ketidakpastian, kegelapan adalah dominasi. Pangeran Vire kini benar-benar berpikir keras untuk menemukan jalan keluarnya.

"Kami sudah menemukan sihir untuk melakukan perpindahan dimensi." Ratu menyerahkan sebuah kertas kecil dengan mantra singkat di atasnya. "Salinannya Ibu taruh di ruang diskusi, agar jika Cahaya-nya tidak sengaja kembali ke sini untuk yang terakhir kalinya, dia bisa tahu jika kita sudah ada di dunianya, mencarinya."

"Kurasa aksara kita dan aksara mereka tidak sama, tapi biarlah lagipula kita akan bertemu dengannya. Setidaknya kita meninggalkan catatan," timpal raja.

"Ini buku untuk melipatgandakan kekuatan sihir dan ini buku tentang perpindahan dimensi. Kita tinggal meminta Alax dan River untuk menggunakan kekuatan terakhir mereka, buku-buku ini akan menjadi pendukung," jelas ratu.

"Bagaimana?" tanya Pangeran Alax kepada Putri River.

"Tapi aku belum siap bertemu kembali dengan Carmelize," gumam Putri River, membalas genggaman tangan Pangeran Alax erat-erat. "Bagaimana kalau dia membenciku?"

"Carmelize tidak akan membencimu, aku yakin."

"Mengapa Kak Alax berbicara seolah kakak lebih mengenal Carmelize daripada aku?" tanya Putri River yang sebenarnya hanya tidak terima karena pemikirannya dipatahkan secepat itu oleh Pangeran Alax, padahal dalam hatinya, dia juga percaya bahwa Carmelize akan memaafkannya.

Hanya saja, Putri River belum bisa memaafkan dirinya sendiri.

Membuat Carmelize dan Pangeran Vire menderita ... Putri River memang sangat tidak tahu diri.

"Tidak masalah kalau kau belum siap bertemu dengannya, aku yang akan mewakilimu bertemu dengannya, sampai kau sudah merasa siap."

Putri River menatap Pangeran Alax dengan tatapan serius. Pangeran Alax yang tidak suka bersosialisasi dan berbicara dengan orang lain ... bersedia melakukan hal itu untuknya.

"Sungguh?" tanya Putri River.

"Iya, aku janji."

Usai mengatakan hal itu, Pangeran Alax membuka pintu kamar Pangeran Vire.

Pangeran Vire yang melihat kedatangan dua saudaranya, langsung mencoba berdiri untuk memeluk mereka berdua. Hampir saja pangeran tertua itu jatuh ke atas lantai, kalau saja raja tidak menahannya.

"Astaga, Vire! Kau tidur saja dengan tenang!" omel ratu sembari membantu Pangeran Vire untuk duduk.

"Maafkan aku, kak," lirih Putri River.

Pangeran Vire menepuk lengan Putri River, "Kau sudah mengalami hal yang sulit, ya."

Raja menatap ke arah Pangeran Alax, seolah bertanya apakah Putri River sudah mengetahui rencana mereka atau belum. Pangeran Alax menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Alax dan River, ayo kita mulai."

Tbc

30 Juni 2018

a/n

1700an lagi lol.

Oke, next chp udah balik ke masa mereka SMA. 

Dan udah tamat juga, wkwkwk.

Aku ketik duluuu~


Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top