21
"Wuah! Terbakar, Kak!" seru suara yang nyaris terdengar seantero istana.
Pangeran Alax yang saat itu hendak berjalan ke ruang makan untuk sarapan, langsung menoleh ke pintu dapur. Suara itu jelas adalah milik Putri River, Pangeran Alax juga langsung bisa menebaknya begitu mendengarnya mengatakan "Wuah!", tadi.
"Tunggu, River, jangan panik dulu, kau membuatku lupa dengan aksara air. Apa itu tadi...."
"Yang bergelombang ke atas, Kak!" seru River.
Pangeran Alax langsung mengasumsikan bahwa Pangeran Vire, kakak tertua juga ada di dalam sana. Dan hal mengerikan yang akan terjadi adalah ...
KREK, PRANG!
"Astaga, River! Mengapa kau malah mengeluarkan aksara api?! Apinya semakin besar!"Pangeran Vire ikut panik.
"Yang bergelombang ke depan?" tanya Putri River ragu.
"Itu aksara minyak. Astaga, River, kau belajar apa saja selama ini?"
"Lho? Kak Vire sendiri juga lupa dengan aksara air, kan?" protes Putri River tidak terima.
"Tadi aku hampir mengingatnya, kau menggangguku!" tuduh Pangeran Vire, "Dan siapa yang lupa dengan aksara namanya sendiri?"
"Aksara namaku sungai, bukan air. Kakak mau satu istana ini dibanjiri air antah berantah?" Belum cukup sampai di sana, Putri River menambahkan, "Dan siapa yang terlalu suka dengan aksara namanya sendiri sampai berniat membakar istana?"
"Aksara namaku sumber!" bantah Pangeran Vire.
"Sumber api!" timpal Putri River, tidak mau kalah.
Pangeran Alax menarik napas panjang, lalu membuka pintu dapur. Di sana, bukan hanya ada Pangeran Vire dan Putri River, namun juga ada banyak pelayan yang meratapi semuanya dengan cemas dan panik. Hanya keturunan raja yang menguasai sihir, dan tidak ada satu pun dari mereka yang berani mendekati tempat penyimpanan air untuk memadamkan api. Hal ini dikarenakan Putri River dan Pangeran Vire telah memerintahkan mereka untuk tidak berikut campur dalam misi pembuatan sarapan.
"Alax, aksara air bagaimana?"
"Kak Alax, aksara air bagaimana?"
Keduanya bertanya dengan kecepatan yang sama. Pangeran Alax lebih dulu melukiskan gelombang di belakang di udara. Air dari tempat penampungan air pun bergerak layaknya memiliki wadah ke sumber api yang ada di luar tungku, api pun padam seketika.
"Sudah kuduga! Gelombang ke belakang!" jerit Putri River frustrasi.
"Tadi kau bilang gelombang ke depan," bantah Pangeran Vire dengan kesal.
Pangeran Alax yang baru saja hendak pergi, tiba-tiba saja merasakan aura yang mengerikan dari punggungnya.
"Kalian bertiga! Datang ke ruang baca istana dan tata ulang semua bukunya!"
*
Di antara semua hukuman yang menyangkut tentang buku, hukuman inilah yang paling menyebalkan di dunia, setidaknya itulah yang dipikirkan Pangeran Alax.
Raja tahu benar bahwa semua anak-anaknya paling tidak menyukai situasi ini, menata ulang buku yang bahkan belum mereka baca keseluruhannya, di sebuah ruangan yang lebih besar dibandingkan kamar mereka bertiga yang disatukan menjadi satu.
Tinggi ruang baca itu juga keterlaluan tingginya. Untuk membaca buku yang ada di paling atas, mereka harus menaiki tangga. Semua tangganya hampir memutari seisi ruang baca--yang mana halnya, jika ingin mengambil buku paling atas, mereka harus memutari satu ruang baca itu berkali-kali agar bisa menemukan tangga.
Raja pernah memberikan cerita seram soal ruang baca kerajaan. Konon katanya, saat masa penjajahan di seluruh pelosok negeri, ada salah satu penyusup yang masuk ke ruang baca dan terus naik sampai atas untuk mencuri buku terbaik. Penyusup ini sepertinya percaya bahwa banyak buku yang bisa memberikannya kekuatan dan cara untuk menguasai negeri ini dan semua buku itu ada di deretan rak teratas di tangga tertinggi.
Tetapi, raja juga bercerita bahwa penyusup itu pada akhirnya meloncat ke bawah sebelum sampai di lantai teratas, karena tidak sengaja membaca buku dengan sihir gelap yang membuatnya mengakhiri nyawanya.
Ruang baca selalu menyimpan misteri dan segala hal yang menakutkan bagi anak-anak kerajaan, namun tidak bagi ketiga pewaris Kerajaan Bayangan saat ini. Mereka percaya bahwa hanya orang-orang dengan niat buruk yang akan mendapat perhatian khusus dari ruang baca, sedangkan untuk orang-orang yang malas membaca akan dikeluarkan secepat mungkin dari sana.
Menata ulang semua ini seharusnya sulit, tetapi ...
"Kenapa?" tanya Pangeran Vire yang sedang melayang-layang, saat Pangeran Alax terbang mendatanginya sambil menyerahkan beberapa buku.
Memang, raja dan ratu sudah menyihir satu ruang baca agar mereka bisa terbang melayang tanpa bantuan apapun dan di sinilah mereka sekarang, di ruang baca, ketinggian lebih dari sepuluh meter.
"Ini aksara nama kita bertiga," balas Pangeran Alax yang membuat Pangeran Vire tertawa terbahak dan mengelus kepalanya.
"Aku tidak pernah lupa dengan aksara kita bertiga, tenang saja."
"Tapi kau selalu melupakan aksara yang lebih sederhana," balas Pangeran Alax sembari menatapnya datar.
"Aku bukan buku yang bisa menampung semua aksara, aku juga bukan kau yang bisa mengingat semua aksara dengan cepat," ujar Pangeran Vire yang membuat Pangeran Alax terbungkam, "atau coba berikan pada kembaranmu. Sayang sekali, satu-satunya yang ajaib darinya adalah tingkahnya."
BRUK! Sebuah buku melayang tepat di kepala Pangeran Vire.
"Kau perlu cermin, dasar pangeran tak tahu diri!" seru Putri River dari atas, jauh sekali dari keberadaan mereka. "Ngomong-ngomong, maaf karena aku bukan Putri River yang rapuh dan lemah."
Setiap mereka beradu mulut, Pangeran Vire selalu saja melupakan fakta bahwa adiknya itu adalah seorang putri--seorang perempuan--yang sangat cepat tanggap jika mempelajari hal yang seharusnya dipelajari Pangeran Vire dan Pangeran Alax.
Mereka masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pangeran Vire lebih condong dalam negosiasi, pertarungan jarak dekat, pemikiran kritis, dan penyusunan strategi.
Pangeran Alax lebih unggul dalam sihir, pertahanan, ingatan yang kuat, dan tipe preventif (Pangeran Alax pernah mengatakan pada raja bahwa itu bukanlah kelebihan, namun raja tetap bersikeras menyebut hal itu sebagai sebuah keunggulan).
Putri River ahli dalam pertarungan jarak jauh (hal yang tidak diketahui raja dan ratu), dia juga sering tepat sasaran, jika telah menargetkan target panah. Mungkin jika orangtua mereka tahu, hanya raja yang akan berbangga hati pada putri satu-satunya itu.
"River, kau tahu kan, kalau raja paling tidak suka dengan orang yang memainkan buku?" tanya Pangeran Vire sambil mengusap kepalanya, karena ternyata ujung buku yang terkena kepalanya, sementara Pangeran Alax melayang turun untuk menangkap buku itu.
"Aku tidak melemparnya," balas Putri River tidak peduli.
"Memangnya dia punya kaki, bisa jalan sendiri?" tanya Pangeran Vire kesal.
Sementara itu Pangeran Alax yang berhasil menangkap buku itu, melihat langsung bagaimana ada sepasang kaki yang keluar dari buku itu, lalu meronta-ronta dari tangan Pangeran Alax, berusaha melepaskan diri.
"Kupikir buku ini memang punya kaki," komentar Pangeran Alax sembari memeluk buku itu, agar si buku lebih sulit untuk melepaskan diri.
"Ini konyol! Mengapa aku harus menyusun semua buku ini?"
Putri River menurunkan dirinya agar sejajar dengan Pangeran Vire, "Ada aku juga di sini, lihat?"
"Tapi kan ini salahmu," omel Pangeran Vire.
Pangeran Alax menatap mereka berdua dengan tatapan datar. Mengapa tidak ada dari mereka yang mempermasalahkan dirinya yang juga ikut terlibat dengan hukuman ini? Padahal dialah yang sesungguhnya polos tidak terlibat.
Baru saja mengalihkan pandangannya sebentar dari kedua saudaranya, mereka sudah berperang melempar buku di atas sana. Putri River dan Pangeran Vire berlomba-lomba melempar dan menghindari buku. Sudah menerapkan tekad untuk tidak pernah membiarkan buku tergeletak di atas lantai, mereka berdua menggunakan sihir mereka agar buku-buku itu tidak jatuh--tetap melayang seperti tidak ada gravitasi.
Pangeran Alax segera menyelipkan buku berkakinya di sela rak dan mengabaikan kenyataan bahwa buku berkaki itu akan keluar dari sana dan melarikan diri. Dia segera terbang ke atas, hendak menghentikan mereka.
Sebuah buku bersampul emas dilemparkan oleh Pangeran Vire tiba-tiba terbuka tepat di depan Putri River. Seberkas cahaya muncul selama beberapa saat, Putri River yang semula hendak menghindar malah terpana selama beberapa saat, sebelum akhirnya halaman buku yang terbuka itu mendarat tepat di wajah Putri River.
Putri River menjauhkan buku itu dari wajahnya, "Apa itu tadi?"
"Namanya lemparan cinta, dengan harapan agar adik manis-ku semakin cerdas," jawab Pangeran Vire tanpa tahu bahwa Putri River sedang serius.
"Kak, kalau semua orang tahu tentang kenakalanmu ini, tidak ada yang mau berdiri di sampingmu."
"Alax mau berdiri di sampingku," balasnya sembari mengejek Putri River.
Putri River melanjutkan adu mulutnya dan melupakan cahaya yang menyilaukannya tadi, tetapi Pangeran Alax yang juga melihatnya secara langsung, tidak bisa melupakannya.
Tbc
21 Juni 2018
a/n
Semalam aku kecapekan, maafkaaan.
Nanti malam kuusahakan up sekali lagi. Harusnya boleh begadang, mengingat besok adalah sabtu mwhehehee.
Mengapa membuat scene adu mulut Vire dan River sangat menyenangkan sekali ya? xD
Cindyana
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top