19

Kedua mobil itu berhenti di sebuah bangunan tua antik cukup tua. Semula, sopir yang sudah mengantar Carmelize sejak ia kecil, mengira bahwa mobil yang seharusnya diikuti oleh mereka tengah mogok, terkejut sekali rasanya saat melihat melihat gerbang itu terbuka dan mobil itu masuk ke dalam sana.

Meskipun ragu-ragu, tetapi karena telah berjanji untuk membawa Carmelize ke sana, maka dia pun akhirnya masuk ke dalam perkarangan bangunan antik itu. Kebingungan dan kengerian menyusul, seiring mobil mereka bergerak ke depan.

"Ini rumah kalian?" tanya Carmelize sambil memperhatikan sekitar.

Terbiasa dengan bangunan Kerajaan Bayangan yang bernuasa gelap dan ukiran-ukiran yang jauh lebih menyedihkan daripada ini, Carmelize merasa bahwa bangunan dengan nuasa gelap dan kerap disebut-sebut sebagai rumah hantu oleh anak-anak di sekitar sana.

"Iya," jawab Pangeran Alax.

Rumah mereka mirip dengan bangunan khas masa penjajahan Belanda, kalau menurut Carmelize. Sedikit berbeda dengan rumah milik kakek dan neneknya, karena di sini jelas lebih luas dan memiliki banyak tanaman di antaranya. Juga, Carmelize yang tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi hal-hal paranormal, bisa merasakan bahwa rumah itu memiliki aura yang sangat gelap.

Seharusnya Carmelize juga bisa merasakannya saat dia datang di Kerajaan Bayangan, namun semua itu tertutup oleh bayangan dan semuanya terasa sangat samar, mengingat bahwa dia dalam proses bermimpinya.

Carmelize keluar dari mobil, lalu bisa melihat dengan jelas bagaimana sopir pribadinya menatapnya dengan gelisah.

Merasa bersalah, akhirnya Carmelize mengeluarkan ponselnya untuk menelepon ayahnya. Hanya dalam beberapa menit, sang ayah telah mengangkatnya.

"Halo, Carmel? Ada apa?"

Suara bising riuh dan tepukan tangan yang cukup keras terdengar di pendengaran Carmelize. Detik itu, dia baru ingat bahwa ayahnya sedang pergi keluar kota untuk mendatangi acara Fashion Show yang cukup bergengsi. Semoga saja dia tidak menganggu ayahnya.

"Pa, aku pergi ke rumah teman. Boleh, kan?"

"Boleh, tapi jangan pulang malam-malam," ucap Ayahnya dari seberang telepon, "dan jangan lupa beritahu mamamu juga."

Carmelize menghela napasnya dalam diam, "Oke, Pa."

"Nanti malam Papa telepon lagi, ya. Hati-hati di jalan."

"Iya, Papa juga."

Usai itu, ayahnya menutup telepon. Carmelize harus menelepon ibunya dulu untuk meminta izin. Bukannya tidak ingin memberitahu ibunya, tetapi Carmelize merasa sedikit ragu bahwa ibunya akan menyetujui.

Pintu rumah mereka sudah dibuka, Pangeran Vire dan Pangeran Alax menatap ke arah Carmelize yang masih bimbang antara memutuskan untuk menelepon Ibunya lebih dulu atau melaporkan setelah selesai nanti. Permintaan ayahnya pasti akan terus terngiang-ngiang dalam pikirannya, jika dia tidak segera mematuhinya.

"Sebentar, aku mau menelepon ibuku dulu," izin Carmelize, segera mencari kontak ibunya.

"Silakan," ucap Pangeran Vire dan Pangeran Alax bersamaan.

Carmelize mencoba menghubungi ibunya, namun panggilan ibunya sedang sibuk—yang ternyata membuat Carmelize merasa lega. Dia ingat bahwa ibunya mengatakan padanya untuk mengirimkan pesan singkat di whatsapp saja, jika Carmelize tidak bisa menjangkau teleponnya.

Ma, Carmel main ke rumah teman Carmel, ya.
Teman lama Carmel, namanya River.
Dia sudah kembali
.
Carmel akan pulang sebelum jam 6 sore.

Sebenarnya daripada kembali, Carmelize lebih suka menyebut bahwa Putri River sudah datang, karena sejak awal Putri River memang tidak pernah datang sebelumnya ke tempat Carmelize. Tetapi, daripada kalimat itu membuat Ibunya kebingungan, lebih baik Carmelize mempersingkat semuanya.

"Sudah." Carmelize melangkah maasuk pelan-pelan ke pintu yang terbuka itu.

Ada banyak orang yangmembuat barisan dan menunduk hormat kepada mereka bertiga. Seketika, detik itu perut Carmelize terasa mual. Carmelize tahu bahwa dia sedang sangat gugup akan sesuatu, jelas bukan karena barisan pelayan milik rumah ini yang membuatnya gugup, namun kenyataan bahwa dia dan Putri River sudah berada di bawah atap yang sama, membuatnya benar-benar gugup.

Lalu, Carmelize bisa melihat raja dan ratu yang tampak seperti menunggu mereka di ruang keluarga yang langsung bisa dilihatnya di depan matanya begitu dia melangkah masuk.

Penampilan raja dan ratu yang biasanya Carmelize lihat dengan pakaian formal khas kerajaan, kini berganti menjadi pakaian formal khas kantoran. Semuanya tiba-tiba terasa lucu untuk Carmelize, saat dia menatap balik kembali dan melihat dua pangeran dengan pakaian formal kerajaan yang kini berganti menjadi seragam sekolahnya saat ini.

Semuanya sudah tidak sama lagi seperti dulu.

"Selamat siang!" sapa Carmelize sambil menunduk.

"Selamat siang juga." Raja dan ratu membalas bersamaan.

Ini keadaan yang sangat canggung. Carmelize pikir, semuanya akan baik-baik saja saat dia melihat senyuman hangat dari ratu. Namun itu malah membuatnya merasa bersalah, karena senyuman ratu mengingatkannya kembali pada kejadian saat terakhir kali dia berada di Negeri Bayangan, saat ratu menangisi Pangeran Vire yang terluka karena ulahnya.

"Bu, ini—"

"Kau pacarnya Vire atau Alax?" tanya ratu dengan antusias.

Sementara Pangeran Vire ingin menyela, Carmelize pikir dia hampir mati karena jantungnya sudah meronta-ronta seperti ingin lepas dari rongganya. Tanpa sadar dia menahan napasnya dengan harapan untuk mengurangi kegugupan yang kini dirasakan olehnya.

"Bu, ini Carmelize," terang Pangeran Alax.

Raja dan ratu tersentak kaget. Mereka berdua langsung menoleh ke arah Carmelize dengan tatapan tidak percaya. Beberapa saat kemudian, ratu berjalan mendekati Carmelize, lalu menangkup kedua pipi Carmelize dengan lembut.

"Eh, kukira manusia yang bernama Carmelize akan lebih maskulin daripada River," canda ratu yang membuat jantung Carmelize nyaris berhenti.

"Sudah kubilang, tidak ada gadis lain yang lebih jantan daripada putri kita," balas raja dengan bangga, yang membuat Pangeran Vire terkekeh pelan.

"Kalian saja yang jelaskan padanya, aku mau ke kamar," ucap Pangeran Alax yang langsung ditahan oleh Pangeran Vire.

"Alax, Carmelize kan teman sekelasmu, kau perlu membantu kami menjelaskan," sergah Pangeran Vire.

"Aku mau memberitahu River dulu," balas Pangeran Alax.

"Pelayan, bilang pada River kalau aku menyuruhnya turun," pinta raja yang membuat Carmelize, Pangeran Vire dan juga Pangeran Alax tersentak kaget mendengar permintaan raja.

"Ayah, bagaimana kalau River belum siap?" tanya Pangeran Alax mulai waswas, saat melihat barisan pelayan itu mulai menaiki tangga dan pergi menuju kamar River.

"River tidak selemah itu, Vire," balas raja dengan angkuhnya—dan jelas sangat memamerkan Putri River yang memang agak lain itu.

"Tapi, bukankah kemarin hanya River yang tidak setuju agar kita sekeluarga pindah ke dimensi ini?"

Carmelize mulai memiliki firasat yang buruk tentang alasan Putri River tidak ingin pindah ke dimensinya. Lalu,hal yang membuat Carmelize mulai bertanya-tanya adalah, apa alasan sebenarnya mengapa mereka harus pindah di dimensi ini?

Lalu tulang berulang apa yang dilihatnya terakhir kali di ruang bawah tanah itu?

"Sebelumnya, Carmelize, apakah kau tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya raja.

Carmelize tampak menimbang-nimbang dengan hal yang dipikirkannya, lalu menjawab hal yang diketahuinya, "Ada bayangan yang mengikutiku dan ada bayangan yang mengikuti River? Lalu ternyata itu adalah bayangan kami yang saling menyakiti?"

Raja mengangguk-angguk, "Apakah kau tahu mengapa bayangan kalian bisa saling menyakiti?"

"Karena River tidak sengaja mendapatkan kekuatanku? Erm, dulu River pernah menjelaskannya kepadaku, tapi aku sudah agak lupa," jelas Carmelize.

"Apa yang terjadi denganmu setiap kau bangun?" Kali ini ratu bertanya.

"Demam, mimisan dan terkadang sesak napas," balas Carmelize sejujurnya.

"Mungkin karena itu, River seperti ini."

Carmelize mengerutkan kening, "Maksudnya?"

"Mungkin River sekarang—"

"Hentikan, Ayah!"

Suara dari atas membuat mereka semua mendongak.

Mata Carmelize melebar, saat dilihatnya sosok yang selalu ingin dilihatnya berdiri di sana dengan piyama yang masih melekat di tubuhnya di siang menjelang sore ini.

Di sana, ada Putri River.

Putri River menemukan Carmelize yang mendongak. Carmelize menemukan River. Hampir lima tahun sejak perpisahan mereka dan hari ini, di hari pertamanya sekolah, Carmelize bertemu dengan teman dari dunia mimpinya.

Tbc

20 Juni 2018

a/n

1/2 update tonight.

Aku akan bacot di a/n next chapter. Siap-siap aja yaa kalian wkwkwk



Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top