13

Mata Carmelize terbuka begitu mendengar perbincangan raja, ratu, dan Pangeran Vire.

Dia segera memposisikan dirinya untuk duduk di atas tempat tidurnya. Karena tidak menyadari ada darah yang tumpah, darah itu pun menintik di atas selimut dan piyamanya.

Carmelize meraih kotak tisu yang ada di nakas, lalu mengumpalkan tisu untuk menutupi kedua lubang hidungnya yang berdarah.

Diperhatikannya kamarnya dari sudut ke sudut. Ibunya tertidur di sampingnya dengan banyak dokumen dan sebuah laptop yang diletakan di atas kursi di dekatnya.

Kasur ukuran king size-nya, untuk pertama kali diisi oleh dua orang. Selama ini, Carmelize hanya tidur sendirian dan ditemani beberapa boneka besarnya. Setelah memeriksa, sepertinya Ibunya memindahkan semua boneka-bonekanya di tempat duduk yang ada di depan jendela kamarnya. Di sana memang ada ruang untuk duduk yang cukup luas.

Carmelize tidak berniat membangunkan Ibunya, jadi dia kembali berbaring dengan keadaan hidung bersumbat tisu. Dia sudah berpikir untuk menyumbatkannya sampai pagi, agar Lara tidak terus-terusan mengganti sprei.

Dipejamkannya kembali matanya agar bisa bermimpi lagi tentang Kerajaan Bayangan. Carmelize sudah memutuskan untuk langsung menemui Putri River dan menyampaikan bahwa Pangeran Vire baik-baik saja--walaupun mungkin Pangeran Alax juga pasti menyampaikan hal yang sama untuk menenangkan Putri River lebih dulu.

Carmelize tidak tahu apa yang Putri River lakukan terhadap Pangeran Vire, namun sedikit banyak, Carmelize sudah dapat menangkap kejadian garis besarnya.

Sihir yang dikeluarkan Putri River terlalu besar. Pangeran Vire mencoba menolong Putri River dan mengakibatkan dirinya yang terluka. Lalu Pangeran Alax yang tidak sengaja lewat, datang menyelamatkan mereka berdua, entah dengan cara apa.

Lalu tentang bayangan yang mengikuti Putri River ....

Carmelize tentu saja tidak mengerti dan mengetahui apapun. Saat orang pintar itu menjelaskan bahwa ada bayangan hitam yang mengikuti Carmelize, dia dalam keadaan terlelap dan tak tahu menahu apapun. Jadi, mendengar tentang bayangan yang mengikuti adalah hal baru untuk gadis itu.

Sebelum kesadarannya menghilang, dia benar-benar berharap bahwa Putri River akan baik-baik saja.

Carmelize kembali ke Kerajaan Bayangan. Karena tertidur bersama gumpalan tisu di hidungnya, dia pun sampai di Kerajaan Bayangan dengan kondisi yang sama.

Saat memeriksa halaman belakang kerajaan, Carmelize tidak menemukan Putri River atau Pangeran Alax yang tadinya mengatakan bahwa dia akan melihat Putri River lebih dulu.

Carmelize pun memutuskan untuk naik ke atas dan memeriksa kembali kamar Putri River. Namun dia melihat hal yang sama seperti tadi, keadaannya kosong tanpa ada Putri River di dalamnya.

Satu-satunya tempat yang dipikirkannya saat ini hanyalah kamar Pangeran Vire.

Carmelize berlari dari kamar Putri River menuju kamar Pangeran Vire. Sudah sampai di depan pintu yang mempunyai ukiran yang sama dengan pintu kamar Putri River, Carmelize mendengar suara dari dalam.

Suara Putri River.

"Maaf, kak. Maaf ...."

Pangeran Vire membalas, "Jangan menangis, River. Kau membuatku takut."

"Gara-gara aku Kak Vire terluka. Maaf, kak."

"Jangan minta maaf seolah keputusanku salah, River. Kau tahu, keputusan kakakmu ini tidak pernah salah," jawabnya.

Putri River menangis makin kencang, "Keputusanmu selalu salaaaah! Dari dulu selalu salah."

Setelah itu, hening selama beberapa saat.

"River, aku tidak suka melihatmu menangis," ucap Pangeran Vire, kali ini dengan suara yang tegas. "Putri Kerajaan mana yang menangis seperti itu?"

"Kalian jangan malah bertengkar." Raja melerai perdebatan mereka. "Alasan Ayah mengumpulkan kalian kemari bukan karena ingin melihat kalian adu mulut."

Kali ini ratu yang membuka suara, "Vire, Alax, dan River, dengarkan kami baik-baik." Ratu menjeda selama beberapa saat, "Hari ini kami akan memberitahu ramalan kalian semua."

Meskipun Carmelize sudah pernah mendengar ramalan tentang mereka bertiga, namun Carmelize tetap deg-degan. Dia berharap reaksi Putri River tidak membuatnya terkejut.

"Vire, kau akan menjadi raja di Kerajaan Bayangan dan Alax, kau akan menjadi penasehat Vire."

Jeda selama beberapa saat.

"Ramalan tentang River sangatlah berkebalikan dengan ramalan kalian berdua. Yang mana halnya, membuka peluang untuk memprediksikan dua keadaan yang berkebalikan," terang raja.

Pangan Alax mengeluarkan suara, "Kalau kami boleh tahu, apa ramalan tentang River?"

"Bahwa ada bayangan yang mengikuti River, dan River akan memiliki kekuatan besar yang mampu menghancurkan Kerajaan Bayangan."

Hening.

Masih hening, sampai-sampai membuat Carmelize yang semula di luar, akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Pangeran Vire.

Carmelize melihat mereka semua mengelilingi Pangeran Vire yang berbaring dan mendiskusikan hal itu dalam keadaan berdiri.

"Tetapi, kalian semua tidak perlu cemas. Ramalan Vire dan Alax menunjukkan bahwa Kerajaan Bayangan akan tetap ada. Itu artinya, kita masih mempunyai kesempatan untuk mengubah semua itu."

"T-tapi, bagaimana kita melakukannya?" tanya Putri River sambil meratapi kedua tangannya yang bergetar dengan ketakutan.

Baru kali itu, Carmelize melihat sosok Putri River yang biasanya kuat, terlihat selemah itu. Ingin sekali Carmelize menangis karenanya.

"Kami bisa berikan kekuatan kami untuk menghentikan bayanganmu, River," ucap ratu dengan nada lembut, sambil mengelus rambut putrinya. "Ibu dan Ayah sudah sepakat."

"Aku juga sepakat," ucap Pangeran Vire.

Pangeran Alax pun ikut bergumam pelan, "Aku juga."

Putri River terdiam selama beberapa saat. Jika dia menerima kekuatan itu, maka kekuatan mereka semua akan hilang, dan tidak ada lagi yang bisa menghentikannya jika dalam keadaan paling darurat sekali pun.

Bukan hanya itu, dia juga tidak bisa lagi berjumpa dengan Carmelize, karena dia sadar bahwa Carmelize adalah bayangan yang dimaksud Ayah dan ibunya.

"A-aku sebenarnya ingin, tapi--"

Mata amber Putri River bertemu dengan manik coklat milik Carmelize.

Carmelize hampir menghampirinya, namun tertahan karena sebuah tanda berhenti dari Putri River yang menghentikannya.

Putri River meratapi keadaan Carmelize. Wajah Carmelize sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan hari pertama mereka bertemu. Tisu yang menyumbat hidungnya juga sudah dipenuhi oleh darah. Tatapannya sayu, kulitnya pucat, pipinya tidak lagi berseri seperti awal perjumpaan mereka.

Putri River memejamkan mata.

Ah, Carmelize juga tidak baik-baik saja. Mengapa dia harus peduli denganku meskipun keadaannya juga buruk? Pikir Putri River.

"River? Kau sudah memikirkannya?" tanya ratu. "Atau kau perlu waktu untuk berpikir du--"

"Aku ingin melakukannya sekarang," ucap Putri River yang membuat Carmelize menatapnya bingung.

Carmelize tentu saja tidak mengerti bahwa dia adalah bayangan untuk Putri River dan sebaliknya, namun melihat Putri River yang menjawab hal itu dengan wajah yang sangat terpaksa membuatnya agak sedih.

Mereka semua mulai berpegangan tangan dalam posisi melingkar. Raja dan ratu sama-sama melafalkan mantra dengan kompak, sementara yang lain memejamkan mata.

Seketika, semua pemandangan yang dilihat Carmelize berubah menjadi hitam, terkecuali sosok mereka berlima yang masih terlihat terang.

Carmelize ingin melangkah mendekat, namun dia menghentikan langkahnya saat menyadari bahwa tidak ada pijakan lain di sekitarnya selain yang dipijaknya saat ini. Dia juga tidak bisa melihat apapun selain hitam dan sekeluarga kerajaan itu.

Suara-suara mulai terdengar saat itu.

"Kita berteman baik, namun tidak sengaja saling menyakiti. Menurutmu, pertemanan macam apa ini?"

"S-saling menyakiti? Kau tidak menyakitiku. Apa aku menyakitimu, River?" tanya Carmelize sedih.

"River," tegur Pangeran Alax, masih memejamkan mata. "Jangan lupa berpamitan."

"Kau tetap teman baikku, Carmelize. Sampai kapan pun," ucap Putri River pelan, namun masih bisa terdengar oleh Carmelize.

"Kau juga teman baikku, River!"

"Terima kasih untuk segalanya. Semoga kita bisa bertemu lagi. Dan juga, selamat ulangta--"

Mata Carmelize terbuka.

"Selamat ulangtahun, Carmel!"

Seruan Ayah dan Ibu Carmelize mengisi kamar Carmelize. Juga ada Lara dan ada banyak pelayan yang turut mengucapkan dari luar pintu kamarnya. Kue dan balon-balon menghiasi kamarnya.

"Semoga panjang umur! Ini, buat permintaan dan tiup lilinnya," ucap Ibu Carmelize sambil menyerahkan kue ulangtahun.

Carmelize menintikkan airmata, lalu menghapusnya sesegera mungkin dan tersenyum.

"Terima kasih. Ini ... Pertama kalinya ada Ayah dan Ibu yang ikut merayakan," ucapnya sambil menerima kue.

Mereka yang awalnya panik karena melihat Carmelize menangis, akhirnya lega mendengar hal itu. Rupanya, Carmelize hanya sedang terharu.

"Kalau Carmel sembuh, kami janji, akan merayakan ulangtahunmu bersama setiap tahun," janji Ayah dan ibunya sambil meremas bahu putri mereka. "Jadi, cepat sembuh, ya."

Carmelize menggangguk, lalu kembali menghapus airmatanya.

Itu kali terakhir dia bermimpi tentang Kerajaan Bayangan.

END

EH SALAH.

Tbc

13 Juni 2018

a/n

Waaah. Tidak kusangka. Aku ikutan nyesek dengan perpisahan mereka. Wkakakak.

Kalau kalian merasakan hal yang sama, aku beneran nggak bermaksud, serius.

Dan inilah akhir dari kisah Carmelize yang berumur sebelas tahun.

Tenang, next chapter kembali tenang.

See you tomorrow!

Cindyana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top