10

"Di--apa tadi?" tanya Putri River sambil memincingkan mata ke arah Carmelize.

"Desainer." Carmelize mengulang perkataannya. "Pekerjaannya adalah menggambar bangunan!"

"Oh! Begitu rupanya." Putri River mengangguk-anggukkan kepala seolah telah mengerti. "Kalau ibumu?"

"Ibuku ..." Carmelize tampak berpikir agak lama. "Sebenarnya aku kurang tahu, tapi ibuku sangat sibuk. Setiap dia pulang, selalu membawa kertas setebal ini." Carmelize memisahkan jarak ibu jari dan jari telunjuknya sejauh dua centimeter.

"Apa yang ibumu lakukan dengan kertas sebanyak itu?" tanya Putri River yang pada akhirnya dijawab oleh dirinya sendiri. "Membuat pengumuman?"

"Huh?" Carmelize malah bertanya balik.

"Wow, wow. Lupakan apa yang kukatakan, Carmelize. Terakhir aku melihat kertas sebanyak itu saat ayahku meminta orang-orang membuat undangan untuk memanggil peramal."

Carmelize akhirnya memutuskan untuk hanya diam dan menyimak.

"Sudah sebulan berlalu sejak ramalan itu, dan aku bahkan masih belum tahu apa yang mereka ramalkan tentang aku."

Putri River bersandar pada batang pohon, duduk di atas rumput hijau dan mendongak menatap celah dedaunan yang menghalangi matahari.

"Maafkan aku karena tidak bisa menemukan jawabannya," sesal Carmelize.

"Eh? Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu. Lagipula kau tidak sehat saat itu."

Putri River mengucapkan dengan sedih saat dia mengingat bagaimana paniknya dia saat melihat Carmelize mimisan di depannya.

"Kau benar-benar baik-baik saja? Sepertinya sejak itu, kau mulai lebih sering menghabiskan waktumu untuk mengunjungi kerajaan--ah, tunggu, maksudku kau mulai lebih sering menghabiskan waktumu untuk tidur. Tidakkah kau juga merasa begitu?"

Perkataan Putri River tidak salah sama sekali, karena Carmelize juga merasakan hal yang sama. Bahwa jam tidurnya sepertinya mulai mengkhawatirkan.

Dua minggu yang lalu, Carmelize demam tinggi dan dia tidak terbangun sampai siang, menyebabkan dia bolos sehari, padahal dia sudah punya prinsip untuk tidak pernah absen dari hari-hari sekolahnya, selama dia memang tidak bisa hadir. Hari itu Lara tidak tega membangunkannya, Carmelize tidak bisa marah padanya.

Carmelize tidak masuk sekolah selama tiga hari, menyebabkan pihak sekolah meneror telepon karena mengira bahwa anak donatur terbesar di sekolah itu akan pindah ke sekolah lain.

Carmelize tidak berani mengatakan kepada Putri River, bahwa belakangan ini banyak orang-orang tak dikenalnya yang datang di rumahnya atas undangan kedua orangtua-nya. Mereka berpakaian hitam dan mereka punya aroma bunga yang sanggup membuatnya mual. Siapa pun mereka, Carmelize tidak menyukai mereka.

"Ngomong-ngomong ..." Carmelize memperhatikan sekitar. Tampak kosong dan sepertinya memang tidak ada yang sedang mengintai Putri River. "Ke mana semua orang?"

Melihat Putri River duduk seorang diri di atas permadani rumput hijau yang dipotong rata adalah hal yang tidak wajar. Biasanya, salah melakukan satu hal sedikit saja, Putri River akan diomeli panjang lebar oleh ratu. Terlebih kalau semisal itu menyangkut tentang statusnya yang merupakan seorang putri yang kurang anggun.

Bagi Carmelize, Putri River masih termasuk anggun, walau tidak seanggun putri dalam cerita buku bergambarnya. Tapi setidaknya Putri River masih bersedia menggunakan gaun dan sepatunya. Dia juga baik-baik saja saat dirias untuk sebuah pesta penting.

Yang tidak wajar hanya bagian saat ratu memaksanya belajar tersenyum dan Putri River selalu berakhir tertawa seperti paman yang ada di bar-bar. Lalu, dia akan kabur dan bersembunyi dari ratu dengan cara memanjat pohon, dalam keadaan masih menggunakan gaun. Ratu tetap akan menemukannya, berapa kali pun Putri River mencoba kabur.

"Mereka sedang menghadiri undangan pernikahan kerajaan sebelah. Raja dan ratu mengajak Kak Vire. Aku sudah minta pada pelayan dan prajurit untuk tidak merusak hari indahku," terang Putri River dengan senang.

Carmelize tidak bertanya apapun soal Pangeran Alax, karena pangeran yang satu itu sudah bisa ditebak. Dia pasti menghabiskan waktunya di dalam kamarnya untuk menulis ulang semua simbol sihir--seperti yang selalu dikatakan Putri River jika Carmelize menanyakan apa yang dilakukan kedua kakaknya.

Ada perbedaan yang mencolok di antara Pangeran Vire dan Pangeran Alax.

Pangeran sulung lebih suka melakukan aktivitas di luar kerajaan. Dia yang mengajari Putri River cara berpedang dan memanah--dengan syarat Putri River tidak boleh mengatakan bahwa dialah biangnya.

Pangeran Vire sangat berkharisma di depan publik dan mampu menyesuaikan keadaan dengan baik. Bertingkah layaknya pangeran sungguhan membuat Putri River merinding (ini kata Putri River). Ini yang menyebabkan raja selalu membawanya ke pesta atau undangan lain.

Ada banyak putri dari kerajaan lain yang menyukai Pangeran Vire yang ramah dan berusaha dekat dengan Putri River untuk mencari perhatian, tetapi mereka selalu berakhir kewalahan lebih dulu dengan Putri River yang sangat jahil dan iseng. Tidak ada keputrian sama sekali.

Sedangkan Pangeran Alax, pangeran mahkota kedua dari Kerajaan Bayangan lebih suka merangkum ulang semua buku pelajaran sihirnya yang tebal daripada membuka mulutnya.

Konon, ada kabar burung yang menyebarkan cerita tidak benar tentang Pangeran Alax, bahwa jika Pangeran Alax bersuara, maka orang yang mendengarkan akan mendapatkan ujian besar di hidupnya. Putri River terpingkal-pingkal saat mendengar kabar itu.

Carmelize kaget saat melihat Putri River mengulurkan tangan miliknya ke tangan Carmelize. Keadaannya masih sama seperti biasanya, Carmelize masih bisa ditembusi layaknya hologram, hanya bisa dilihat dan tidak bisa disentuh atau dirasakan.

"Kalau kau bisa menyentuh sesuatu di sini, aku pasti akan memintamu mengajariku menggambar," ucap Putri River dengan kesal.

Carmelize tertawa, "Tapi menggambar di duniaku dan menggambar di dunia ini berbeda, lho."

"Berbeda bagaimana?"

Menggambar dalam dunia nyata tidak terbatas, setiap garis dan goresannya adalah kebebasan. Tidak ada apapun yang berhak mengatur. Carmelize menyukai sensasi saat dia menggoreskan satu warna dan memadukannya pada warna lain. Dia menyukai hasilnya. Setiap dia memperlihatkannya kepada ibunya, ibunya selalu memuji dan mengatakan bahwa Carmelize mewarisi bakat ayahnya yang merupakan seorang desainer.

Kalau ibunya yang terlalu realistis itu saja memujinya, jangan tanya ayahnya. Ayahnya bahkan masih menyimpan gambar pertama yang dibuat Carmelize, membingkainya, dan memajangnya pada ruang kerjanya.

Menggambar dalam dunia ini adalah sesuatu yang menggerikan--menurut Carmelize. Dia pernah melihat Putri River yang jari-jarinya dilibas menggunakan rotan karena salah sedikit goresan aksara sihir. Jari-jarinya merah, tetapi Putri River selalu tersenyum dan mengatakan bahwa itu tidak sakit.

"Oh, menggambarnya berbeda ya?" tanya Putri River menyayangkan.

"Iya."

"Ngomong-ngomong, kau tahu tidak mengapa kerajaan ini diberi nama Bayangan?" tanya Putri River, mengganti topik tiba-tiba.

"Karena bangunannya berwarna gelap?" terka Carmelize.

Putri River yang mendengar jawaban polos Carmelize pun tertawa puas, namun hanya sejenak karena Putri River tiba-tiba memperhatikan sekitarnya dengan waswas, takut jika dia dipergoki oleh sang ratu. Di saat yang sama, dia kembali teringat bahwa ratu sedang tidak berada di tempat.

"Bukan, bukan karena itu," sahut Putri River. "Karena, saat kerajaan ini berhasil bebas dari perang, awan tebal menutupi matahari dan membuat di sini sangat gelap."

"Perang?" Carmelize merinding sendiri saat membayangkan pertumpahan darah.

"Ah, kau tidak perlu takut. Kejadian itu sudah lama sekali. Bahkan kakekku belum lahir."

Penjelasan Putri River membuat Carmelize agak tenang.

"Bicara soal kelahiran, bukankah kau pernah mengatakan kalau sebentar lagi kau akan bertambah umur?"

Carmelize mengangguk, "Ya, umurku akan menjadi 11, minggu depan."

Putri River tidak peduli apa itu minggu depan, tetapi dia merasa senang.

"Kalau kau sudah berumur sebelas, kita sudah seumuran," ucap Putri River dengan riang.

Carmelize ikut senang.

"Apa yang kalian lakukan saat menyambut hari itu?" tanya Putri River penasaran.

"Kami biasanya membuat pesta, mengundang orang-orang yang disayangi, makan bersama, dan mereka akan memberikan hadiah kepada yang berulang tahun."

"Itu seru sekali," komentar Putri River.

"Iya, itu seru. Aku selalu tidak sabar untuk berulang tahun."

"Tapi, bukankah setiap kau bertambah u--berulang tahun, kau akan semakin tua?"

Carmelize tersenyum tipis, "Jangan mengatakan ini pada siapapun, tapi sebenarnya aku sangat ingin cepat-cepat besar, bekerja, mendapatkan uang dan memberikan hadiah untuk orangtuaku."

Putri River mengangguk-angguk, "Lagipula aku tidak bisa menceritakan ini pada siapa pun. Itu ... c-cita-cita yang mulia." Putri River menatap ke Carmelize dengan tatapan tidak yakin. "Tunggu, ejaanku benar tidak?"

"Sudah benar."

Putri River tersenyum makin lebar, "Aku juga ingin cepat-cepat dewasa dan melakukan hal yang baik untuk negeri ini."

Pemikiran seorang putri, Carmelize pikir ada masanya Putri River bisa berpikir rasional dan dia bisa bersikap dewasa seperti itu. Itu hal yang baik.

Semoga saja, harapan mereka berdua bisa terkabul, begitu pikir Carmelize.

Tbc

10 Juni 2018

a/n

Aqua masih 0 kata. Kayaknya nggak perlu ditungguin untuk hari ini. Oke?

Dan hohohoooo Carmelize sudah mau ulangtahun HOHOHO.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top