1.8 | Catastrophe (1)
[Lee Hi - Breathe]
Lamat-lamat desibel resonansi menginvasi rungu Soobin kendati ia berada dalam kelamnya alam bawah sadar. Teriakan orang panik serta berbagai epitel amikal maupun takzim yang diserukan padanya kapabel terdengar. Kendati demikian, ia pelik menyingkap kelopak matanya.
'Soobin, sadarlah!'
'Soobin, bertahanlah!'
Teriakan histeris yang melengking tepat pada rungu membikin Soobin berharap sejemang tatkala ia belum pasti membedakan suara sang empu. Hingga ia sadar, itu bukanlah alunan desibel yang dirindukannya akhir-akhir ini.
Sungguh, Soobin merasa dirinya mati rasa seketika. Bernapas pun sangat sulit, ganal-ganal itu adalah embusan napas terakhir. Seperti ada sesuatu benda cadas yang menghantam dada kirinya, menekan pompaan darah hingga sirkulasi tertahan membuatnya sesak.
'Aku di sini. Kau jangan takut, Sera ada di sini.'
Bisa-bisanya ia merasa kecewa dalam keadaan seperti ini tatkala mengetahui bahwa kini yang berada di sampingnya saat menjelang maut adalah Oh Sera, bukan Kim Areum. Oh, Choi Soobin, seharusnya kau tak begitu. Seharusnya kau bersyukur bukan dia. Jika itu Areum, kau takkan mudah meninggalkannya menuju perbatasan jembatan pelangi. Begitu suara Sera langis dari rungunya, ia sepenuhnya tak sadarkan diri.
***
Sebuket bunga krisan tak pernah absen setiap minggunya dari genggaman Areum untuk sang nenek. Alasan melakukannya agar neneknya menuangkan rasa rindu terhadap bunga-bunga kesayangannya terimplementasi. Tidak hanya itu, neneknya bisa merasakan bahwa bangsal yang ditempati terasa seperti rumahnya yang tak luput dari semerbak harum dan indahnya berbagai kelopak bunga yang tertata.
Ulasan senyum selalu terpatri pada eloknya paras Areum. Begitu ia melesak ke dalam bangsal neneknya dirawat, tak ada sambutan seperti biasa berupa kurva manis yang menghangatkan. Bahkan sang nenek tak menyadari eksistensinya.
Kim Miseok tampak berkontemplasi kendati pandangannya ditujukan ke luar jendela. Ia bukan tengah menikmati sapuan kroma biru yang menghiasi cakrawala, tetapi ia tengah mengurai sengkarut dalam mindanya. Walakin kesehatannya jauh dari kata baik, ia masih bisa memikirkan jalan keluar dari spasial yang menyekapnya. Bukan, bukan dirinya, melainkan cucu kesayangannya, Kim Areum.
"Nek?"
Desibel suara lembut yang mengalun direk menyadarkannya. Ia menolehkan kepala dan mendapati presensi yang sedari tadi berjubel dalam mindanya. Miseok mengulas senyum, serta merentangkan lengannya, lekas Areum menyambutnya.
Areum selalu merasa tenang dalam dekapan hangat sang nenek, dekapan Beomgyu, dan... Soobin. Ah, kenapa harus silabel nama itu yang ada dalam benaknya. Namun, memang benar adanya. Ia tak bisa mendistorsi jika dalam dekapan Soobin, ia merasa aman. Lupakan soal Soobin, kini ia sudah mendekretkan untuk menghapus segala hal apapun tentangnya. Karena dengan begitu, kedua belah pihak mendapatkan kebahagiaan dengan caranya masing-masing walau mereka tak bersama.
Namun, dirasa dekretnya gagal karena ucapan sang nenek yang sekonyong-konyong direk membikin hatinya semakin benjut. Sungguh, ini semua bagai katastrofe yang menderanya. Lekas ia mengayunkan tungkainya secepat mungkin menuju destinasi. Tak peduli lelehan intan membanjiri pipinya. Dengan tak sabaran ia terus memencet tombol elevator. Ia memejamkan matanya dengan masif. Tanpa berpikir panjang, ia memilih untuk menuruni anak tangga. Karena tindakannya yang gegabah itu membuat kakinya tersandung pada anak tangga hingga membuat jalannya kini terseok-seok. Persetan dengan rasa ngilu yang dideritanya.
Tungkainya akhirnya segera mencapai tujuan. Tangannya hendak menyentuh gagang pintu, tetapi ia terpaksa mengurungkannya tatkala netranya menemukan eksistensi gadis yang berhak ada di samping Soobin kini tengah menggenggam tangannya. Areum melihat setiap tindakannya dari luar kaca pintu. Ia merasa seolah-olah deja vu.
Areum menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Ia menertawai tingkahnya yang imbesil. Seharusnya ia tahu jika faktanya, Oh Sera akan selalu berada di samping Soobin. Tak ada celah yang bisa ia masuki, ia sadar diri.
Areum membalikkan daksanya, ia tak berniat kembali ke bangsal di mana neneknya berada. Ia tak mau menemuinya dalam keadaan kacau yang mungkin bisa saja malah membebani neneknya. Areum tak ingin jika orang-orang di sekitarnya ikut merasa sakit, cukup ia yang menderita.
Kepalanya menunduk menatapi langkahnya yang terseok. Dari tindakan refleks tadi tatkala mendengar epitel Soobin disebut, ia sadar bahwa ia belum bisa mengabaikan segala hal yang berkorelasi dengan Choi Soobin. Ia masih terikat semu dengannya. Kendati demikian, ia akan berusaha melangiskan segala hal tentangnya walau tak secara permanen.
...
Gimme ur luvs, babes /send a million luvs from me/
-luv, ara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top