0.9 | Revoir (2)

Semilir angin konstan mengembus bagian epidermis dua insan yang saling berkonversasi dengan berbagai topik dari yang sebegitu tak penting hingga topik yang meresam dalam. Mungkin bagi sang jelita ini terkesan terlalu cepat untuk saling membuka diri, mengingat mereka hanya mengenal dalam kurun waktu yang sangat singkat. Sementara bagi pemuda Choi, entitas jelita yang berada tepat di depan batang hidungnya ini merupakan sosok yang ia kenal dalam hitungan warsa. Hingga sang waktu pun merenggutnya dari dunianya. Namun dengan konyolnya, sang waktu mengembalikan sang jelita dengan eksistensi yang pelik untuk dicerna oleh nalar. Bahkan, beberapa kalipun rasionya terkadang menolak teatrikal yang diputar saat ini.

Namun, Soobin hanya bertindak tidak terjadi apa-apa. Ia mencoba agar sealami mungkin dirinya baru mengenal gadis Kim yang persis di dunianya dulu. Manik jelaganya melamati setiap kontur parasnya yang jelita. Atensinya hanya terfiksasi pada gadis Kim yang terus berceloteh akan hal mengenai segala jenis bunga. Segala halnya memang sama persis dengan Kim Areum dulu.

"Jadi, apakah aku boleh memesan bunga ke tokomu?" tanya Soobin pada akhirnya.

Manik dupleks sang jelita semakin berbinar simultan dengan birai senyumannya yang tak memudar konstan terpatri pada parasnya. "Tentu saja. Apa kau akan menjadi salah satu langgananku, Tuan?" ujar Areum.

"Tentu saja, aku harus menjadi pelangganmu nomor satu. Kalau bisa, setiap hari aku akan memborong semua bunga di tokomu," Soobin tak mengira jika perkataan manisnya itu mencelos dari bibir tipisnya dengan bertendensi serius, sehingga membikin gadis Kim termakan oleh kelakarnya sendiri. Bahkan, segurat rona merah semu memoles pipinya simultan dengan mengatupnya labium sang gadis. Sebab ia tak bisa bercerak guna melanjutkan kelakarnya. Hanya kekehan tawa yang kentara diartifisial demi respons serta sebagai pencair suasana rikuh yang sempat menyelimuti.

Dehaman pelan, labium yang sengaja dibasahi menjadi ritual sebelum Areum kembali bercerak membuka konversasi baru. "Omong-omong, kau selalu check up tiap hari ini?" tanyanya meloloskan leksikal kata yang ada dalam inti jemalanya yang sebenarnya tak terlalu begitu penasaran. Ia hanya ingin memecah keheningan.

Sementara Soobin diam-diam terperangah. Tentu saja dengan sebaik mungkin ia menyembunyikan tindakannya itu sebab ia tak tahu harus menjawab apa. Ia tak tahu kapan jadwal Choi Soobin di dunia ini harus bolak-balik masuk ke tempat berbau khas zat kimia yang memuakkan. Bukan hanya itu, ia bahkan tak tahu bagaiman ia terjebak di dunia yang tak kapabel dicerna oleh rasio. Namun, ia tak kecewa jika bayarannya bertemu dengan sang terkasih.

Soobin tak bisa berlama-lama berkontemplasi mencari jawaban yang tepat, sehingga anggukan jemala terimplementasi sebagai respons. Begitu pun Areum direk menyetujui tanpa menuntut penjelasan lebih lanjut. Ia cukup tahu dan paham, terlebih dirinya hanya orang asing yang kebetulan berkenalan mengisi waktu satu sama lain dengan cengkerama sebati.

"Kau sendiri setiap hari mengunjungi nenekmu?" tanya Soobin berbasa-basi, sebenarnya ia tahu kebiasaan Areum di dunianya dulu selalu menjenguk Nenek Kim tak luput sehari pun, sebelum dirinya lemah selepas kepergian sang nenek. Sama persis Kim Areum di dunia ini, ia takkan membawa tangan kosong. Sebuket berbagai jenis bunga selalu memenuhi genggamannya.

"Uhm, aku tak bisa membiarkannya sendiri lebih lama. Jika saja aku memiliki banyak uang, lebih baik aku menemaninya di sini seharian tanpa pergi ke toko bunga dan tak perlu menyita waktu adikku, Beomgyu, untuk bergiliran menjaga nenek."

Ya, memang di usia pemuda tanggung seperti Beomgyu seharusnya dihabiskan bersenang-senang layaknya para remaja lain. Bermain bersama ataupun belajar ke tempat bimbel.

Areum menghela napasnya, lantas melanjutkan segala kemelut yang menderanya. "Ya, mau bagaimana lagi hanya toko bunga itulah salah satu sumber kami bertahan hidup. Walakin aku ingin sekali menghabiskan waktu bersama nenek sebelum momen itu sekonyong-konyong direnggut dariku," lanjutnya.

Mendengar untaian yang dicurahkan sang jelita membikin hati Soobin mencelos. Pasalnya, secara tidak langsung ujarannya itu mencabar dirinya bagai sindiran cerminannya di masa lalu. Ia kehilangan Areum demi pekerjaannya, di lain sisi gadisnya sangat membutuhkan dirinya di sisinya. Rasa sesal terus mendera hingga meluluhlantahkan kepercayaan pada dirinya sendiri, bahwa ia tak berguna bagi kekasih.

"Ah, maaf, aku malah menceritakan hal semacam ini. Tak seharusnya aku mengeluh padamu," tukas Areum tatkala sadar jika ia sudah bercerita terlalu jauh mengenai kehidupannya pada orang asing bagi dirinya. Namun, tidak bagi Soobin.

"Tak apa. Jika kau membutuhkan bantuan, hubungi aku saja," ujar Soobin.

Kekehan tawa artifisial mengudara di gegana, Areum mencoba menolak secara halus atas tawaran yang Soobin berikan. Ia terlalu sungkan kepada orang asing. "Terima kasih," Namun, hanya leksikal kata itu yang terlontar dari bibirnya.

"Kau tak perlu sungkan, aku melakukan ini demi membayar utang pada orang terkasihku."

"Ya?"

Lekas Soobin tersadar apa yang diloloskan dari bibirnya, lantas ia mencari objek ataupun topik untuk mengalihkan segala kekacauan yang dibuatnya sebelum menjadi rancu. Beruntunglah bagi Soobin jika dewi fortuna memihaknya tatkala dupleksnya menemukan entitas wanita baya menuju ke arah mereka berdua dengan bantuan pemuda tanggung yang mendorong kursi rodanya.

Birai senyum terpatri pada wajahnya yang kian mengeriput tak melangiskan cantiknya sang wanita baya. Secantik cucunya, begitu yang terus menginvasi benaknya.

"Selamat sore, Nek!"

Simultan Soobin menyapa kontan Areum berbalik mengikuti arah pandangan pria itu. Sosok wanita baya yang tak direk sedari tadi menjadi subjek konversasi kedua insan hingga membikin suasanya rikuh seketika.

"Ah, kita bertemu lagi dengan pemuda tampan. Kau tahu, melihatmu berpakaian seperti itu semakin gagah dan tampan," ujar Nenek Kim antusias. "Dan aku semakin bersemangat ingin menjadikanmu sebagai cucu mantu."

Tawa renyah menyusup pada lingkaran kecil mereka. Soobin tentu saja senang, sementara Areum berupaya menghentikan gurauan sang nenek. "Jangan begitu, Nek. Kau membuatku malu," rengek Areum.

"Mengapa? Pokoknya nenek harus melihatmu berada di altar bersama pria setampan dia sebelum nenek pergi."

"Nenek, jangan berbicara begitu lagi! Nenek tak akan kemana-mana, paham?"

"Aku sudah tua, kau harus menerima itu, Areumie. Kau harus segera menikah dengan pemuda tampan ini!" celoteh Nenek Kim.

Ya, bagaimana tidak tersipu, mungkin bagi Soobin gurauan Nenek Kim membikin afeksi hingga mengantarkannya menuju cekungan cakrawala. Namun bagi Areum, jelas-jelas memalukan di depan orang yang baru kenal baginya.

Baru kali ini Soobin kembali merekahkan tawa renyahnya semenjak kepergian Areum di dunianya dulu. Kendati di dua dunia bertimpangan, akan tetapi semuanya sama persis. Walakin ada beberapa hal yang memang berbeda. Sebenarnya kondisinya tak ada yang menguntungkan baik di dunia ini maupun dunia dulu. Hidup di kedua dunia ia tetap saja kehilangan entitas yang krusial dalam hidupnya. Di dunianya dulu ia kehilangan sang jelita terkasihnya, sementara di sini ia kehilangan sosok kakak tersayangnya. Agaknya dunia yang adikara ini menyimpan dendam padanya.

From : pengemis vomments
To : my beloved readers
Gimme ur vote + comment huhuㅠㅠ

—luv, ara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top