0.5 | WHQ (1)
Telapak kaki Soobin menapaki rerumputan hijau di luar sana, membiarkannya bertelanjang menyambut gelitikan rumput yang sengaja ditanam dengan tujuan menambah daya tarik estetika. Helaan napas berat tak pelik ia keluarkan simultan dengan oksigen dihirupnya menyapa penghidu. Setidaknya di sini lebih nyaman dibandingkan di dalam bangsal rumah sakit, oksigen bersih saja masih tercampur dengan zat kimia. Ia tak menyukainya, terlalu memuakkan.
Amigdalanya seketika mereminisensi kontur wajah sang jelitanya. Berbagai spekulasi menyambanginya. Apakah hal seperti inilah yang dirasakan gadis Kim pujaannya? Baru sehari saja, ah tidak, lebih tepatnya baru beberapa jam saja ia ingin mengakhiri hidupnya. Sungguh sang jelitanya memang wanita paling kuat. Bagaimana bisa ia melewati hal pelik semacam ini? Tadi saja ia terlalu muak tatkala sebuah informasi menyusuri rungunya bahwa si tengil berengsek itu menetap dalam dirinya.
Sungguh, entah pertanyaan mana yang paling tepat diajukan sekarang. Apakah benar ia berada di dunianya sendiri? Apakah benar jika ia menjadi seorang yang lemah? Apakah ini sebuah lelucon yang dibuat siapapun sebab ulang tahunnya sudah di depan mata?
Manik jelaganya menatap sendu sang cakrawala yang kian temaram. Sang kumulus pun sudah bertandang menyapa, hanya menunggu waktu ia menumpahkan derai beban yang diembannya membasahi bumi.
Asumsi pemuda Choi itu mampu menjadi postulat. Sepersekon setelahnya, rintik air hujan menyentuh bagian epidermisnya. Manik matanya mengikuti setiap insan yang bergegas mencari tempat teduh, tempat yang paling tepat tentu saja gedung rumah sakit. Namun, Soobin enggan untuk masuk ke sana kendati sebelumnya ia sering keluar masuk ke tempat berbau khas zat kimia itu. Hanya saja kini tak seperti dulu, ia masuk ke sana bukan untuk menemani sang jelitanya bertemu dokter, melainkan kali ini dirinyalah yang berada di posisi sang jelita.
Ironis.
Bagaimana Areum bisa bertahan selama ini?
Hanya sepenggal pertanyaan tersebut yang terus berjubel dalam benaknya. Ia terus merepetisi untaian leksikal hingga tak mengacuhkan gawai yang sedari tadi bergetar di dalam saku baju khas rumah sakit. Sungguh, ia tak ingin diganggu. Kini ia butuh ruang spasial eskapisme. Jika ia tak berada dalam kondisi seperti ini, mungkin segala turbulensi yang dihadapinya langis dengan beberapa seloki yang menemaninya hingga hilang kesadaran.
Pandangannya kosong, wajahnya menengadah membiarkan likuid membasahi kontur wajah tegasnya. Entah berapa lama ia membikin seberinda daksanya basah dengan sengaja. Ia benar-benar tak ingin beranjak dari tempat itu. Bukan ia lemah untuk mendorong sendiri kursi rodanya, melainkan ia tak ingin menemukan dirinya sendiri basah bukan hanya karena air hujan, melainkan likuid dari pelupuk matanya yang ikut mengalir.
Kelopak matanya memejam, wajahnya semakin pucat, begitu pun tubuhnya kian menggigil. Biarlah, ia terkulai lemas tak sadarkan diri di sini. Bila perlu ia mati kedinginan kendati terasa konyol, yang terpenting ia bisa menyusul sang jelitanya di surga sana. Jika pertemuan itu terjadi, ia ingin lekas mendekapnya tanpa melepaskannya tanpa ada celah sedikitpun.
Seketika kelopak matanya menyingkap tatkala merasakan bahwa sentuhan sang likuid langit tak membelai parasnya lagi. Apakah hujan telah berhenti begitu saja? Lekas ia mengusap wajahnya simultan kelereng dupleksnya ganal-ganal melompat dari tempatnya tatkala menemukan eksistensi yang ia rasa lengkara berada di hadapannya saat ini.
"Anda tidak masuk, Tuan? Di sini hujan deras, anda bisa kedinginan."
Soobin termangu, netranya terfiksasi pada sang jelita yang menjadi penyebab ia tak merasakan hujan mengenai seluruh tubuhnya. Gadis yang mustahil ada di depannya ini meneduhi dirinya dengan payung.
Sungguh, bagaimana bisa? Oh, mungkin ia sedang bermimpi. Mungkin saja si tengil berengsek ini pun merupakan bagian skenario dari bunga tidur.
Baiklah, ia yakin ini mimpi. Lekas Soobin mendekap tubuh mungil sang gadis.
"Kim Areum, aku merindukanmu," ujar Soobin lirih. "Aku tahu ini mimpi. Setelah kematianmu, aku sangat merindukanmu. Jadi, sekarang biarkan aku mendekapmu hingga aku terbangun."
Gadis itu hanya termangu mencerna setiap silabel yang diucapkan pria yang baru ditemuinya itu. Lekas ia melepaskan dekapannya. Sungguh pria ini melantur, pikirnya.
"Maaf, Tuan, apakah anda mengenaliku? Saya memang Kim Areum, tetapi saya masih hidup," katanya membenarkan. "Dan ini bukan mimpi, Tuan."
"Maksudmu?"
Tunggu, jika ini bukan mimpi, lalu apa? Jika ini kehidupan sebenarnya dan Areum yang berada di hadapannya ini asli, apakah semua hal ini merupakan lelucon? Sungguh, jika itu benar, bukankah semua lelucon ini terlalu keterlaluan?
…
Btw, kalian dah nonton mv comeback txt kan? Gatau, lama kelamaan mereka makin adorable af, argh!!!
Okay, walau bagian ini pendek, jan lupa tinggalkan jejak berupa vote+comment, ya? ♡
—luv, ara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top