Apapun Dirimu 8

Bagian 8

Kenangan

Hari yang cerah, saat matahari menyinari kediaman Hasegawa dengan segala bunga yang mekar di taman indahnya. Mengundang burung-burung untuk hinggap pada pohon berbiji, dan kupu-kupu untuk mencari nectar pagi.

Saat itu Nagisa tengah berdiri di balkon depan kamar utama, merasakan dan memperhatikan indahnya suasana di taman kediaman Hasegawa di pagi hari. Hasegawa muda yang saat ini masih tertidur di kamarnya tidak tahu bahwa teman tidurnya telah beranjak pergi.

Akhir-akhir ini mual yang dialami Nagisa pada pagi hari mulai berkurang dan hanya terjadi sekali waktu di saat ia benar-benar kelelahan. Berita yang lain juga datang dari Satoru yang saat ini lebih menyukai membawa pulang pekerjaanya dan pulang lebih awal yaitu pukul 7 malam. Bahkan pernah sampai pukul 5 sore ketika mendengar kabar dari Tori bahwa Nagisa ingin memanjat sebuah pohon Cerry di belakang rumah ketika ingin mengambil buahnya yang sedang ranum. Yang berakhir dengan peristiwa langka yaitu Satoru bersedia memanjat pohon menggantikan Nagisa untuk mengambil buah Cerry itu.

Sudah ampir sebulan ini Nagisa berada di Kediaman Hasegawa. Satoru mendapati pakaian yang dipakai Nagisa banyak yang tidak muat dan terlihat tidak nyaman di tubuhnya. Lalu apa yang ia lakukan menanggapi hal tersebut? Kita tanyakan langsung pada mereka.

Cup.chococip

No copas

"Apa ini Satoru?" Tanya Nagisa ketika mendapati segantungan penuh baju-baju ibu hamil berwarna cerah soft dari mulai warna biru muda, kuning muda, pink muda, semua warna-warna lembut yang lebih cocok dipakai oleh perempuan dibanding laki-laki seperti Nagisa. Baju-baju tersebut ada yang berupa kaos oblong, jemper, celana kain, celana dalam (Satoru tau ukurannya), dan jaket. Yang paling membuat Nagisa risih adalah sebuah jamper putih lembut dengan telinga kelici di tudungnya.

"Untukmu." Kata Satoru masih dengan ekspresi datar.

"Kau berfikir aku akan memakai baju berwarna pink? Dan kenapa jemper kelinci itu ada di sana?" Nagisa memberikan pandangan sebal pada Satoru.

"Aku membacanya dalam buku. Untuk mencegah stres pada Ibu hamil, disarankan untuk memakai baju berwana cerah." Kata Satoru.

"Aku tidak stres Nobi-chan! Aku tidak butuh baju-baju itu. Aku bisa memakai baju-baju lamaku." Kata Nagisa dengan nada tinggi karena marah.

"Stres menyebabkanmu mudah marah Nagisa. Coba lihat apa yang kau lakukan sekarang."

"Aku tidak marah!" Kata Nagisa marah.

"Dan stress tidak baik untuk tekanan darahmu!" Satoru menambahi.

"Aku tahu. Tapi aku masih punya baju." Kata Nagisa sedikit melunak.

"Bajumu sudah banyak yang tidak cukup. Lihat baju yang kau pakai sekarang. Itu terlihat tidak nyaman dan terlalu kecil. Apa kau ingin Raito tidak bisa bergerak bebas di dalam?" Satoru melihat kaos lama, jelek, dan sempit yang tengah dikenakan Nagisa seharian ini.

" Tapi aku tidak mau memakai baju-baju dengan warna-warna perempuan seperti itu Nobi-chan!" Nagisa memprotes kembali.

"Akhir-akhir ini warna seperti ini juga sedang digemari oleh laki-laki Nagisa! Tapi kalau kau masih menolak, jangan salahkan aku, kalau baby Raito tidak bisa bergerak bebas hingga ia hanya memiliki tinggi badan yang sama sepertimu." Nagisa membelakan matanya tanda terkejut. Setelah itu tanpa ba-bi-bu ia langsung membuka bajunya tepat di depan Satoru. Membuang kaos lamanya, dan memakai kaos biru muda cerah pemberian Satoru dengan tulisan I Love Papa di tengahnya.

Nagisa tidak ingin anaknya memiliki tinggi badan yang hanya 162 seperti dirinya. Setidaknya Nagisa ingin anaknya meniru Satoru yang memiliki tinggi 180. Ternyata dia tidak terlalau menyesali tindakanya. Kaos yang ia pakai saat ini ternyata memiliki bahan yang halus dan longgar di tubuhnya. Pasti mahal. Pikir Nagisa.

Satoru terkejut dan juga ingin tertawa pada waktu bersamaan melihat tingkah konyol Nagisa. Menurut Satoru tidak ada yang lebih mengibur dari pada menggoda dan menjahili Nagisanya.

Cup.chococip

No copas

Hari baru dimulai. Nagisa memulai harinya dengan sebuah telfon di pagi hari oleh nomor yang selama ini tersimpan dalam Smartphone-nya dengan baik. Tidak lain adalah Iruka-Sensei.

Saat ini Nagisa tengah menunggu giliranya untuk mandi. Satu hal yang diketahui Nagisa setelah tinggal berdua bersama Storu (seranjang pula) adalah ia sangat menyukai ritual yang bernama mandi. Dia bisa menghabiskan waktunya berjam-jam di kamar mandi. Nagisa sempat curiga apa saja yang dilakukan tuan muda itu di dalam sana. Pernah ia mencoba bertanya, dan berakhir dengan ajakan mandi bersama. Alhasil Nagisa enggan bertanya lebih lengkap perihal hal tersebut dan memilih bungkam.

("Nagisa, kami sedang kurang tenaga pengajar. Apakah saat ini kau tidak dalam liburan musim panasmu?") Kata Iruka Sensei yang selalu melupakan bahwa Nagisa kini bukan anak SMA lagi.

"Sensei! Aku ini pria dewasa berusia 24 tahun dan bukan pelajar SMA yang memiliki libur musim panas atau musim dingin." Kata Nagisa jengkel.

("O ia, aku lupa. Huft~ Tapi aku benar-benar membutuhkan bantuan saat ini. Mereka terlalu banyak untuk aku urus sendirian. Guru bantu hanya datang pada hari jumat, sabtu, dan minggu. Sedangkan untuk hari-hari yang lain. Aku, Gai, dan Seito harus merawat sekaligus mengajar anak-anak. Kau akan kaget mengawasi para guru yang dibuat panik karena tingkah mereka yang sungguh hiperaktif. Mungkin hanya kau yang dapat menjinakan mereka.")

Nagisa pernah bekerja paruh waktu sebagai pengajar di panti asuhan. Walau gajinya tidak besar, dan harus bermodal tenaga dan kesabaran tinggi, tetapi Nagisa menyukai pekerjaan itu karena ia senang dengan anak-anak.

Mungkin saat ini adalah waktu paling tepat untuk berdeikasi penuh pada bidang itu, karena ia juga dalam masa cuti hamil yang kelewat lama sampai ia bosan berada dalam kamar besar milik Satoru. Dia ingin keluar dan bekerja untuk hidupnya. juga untuk menjaga harga dirinya sebagai seorang laki-laki sehat, yang tidak ingin menggantngkan diri dari belas kasih seseorang. Pekerjaan ini adalah yang paling tepat bagi Nagisa mengingat kondisi hamil 4 bulannya yang hanya mampu melakukan aktifitas dalam taraf sedang.

"Sensei. Aku rasa kita harus bertemu terlebih dahulu sebelum kau menawariku pekerjaan ini." Kata Nagisa.

("Baiklah. Kau bisa datang kapanpun di panti asuhan. Aku akan selalu menunggu kedatanganmu.")

"Baiklah aku akan menemu nanti. Sementara ini aku akan bembicarakannya terlebih dahulu dengan Satoru." Nagisa mengakhiri telfonya tepat saat Satoru keluar dari kamar mandi.

"Satoru, Aku ingin bekerja di panti asuhan." Kata Nagisa seoalah meminta sesuatu dalam masa ngidamnya.

"Hah?" respon Satoru yang belum dapat mencerna apa yang dikatakan Nagisanya sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.

"Iruka Sensei menelfon, dan mengatakan tengah membutuhkan bantuan tenaga pengajar. Maka dari itu aku akan menemuinya besok." Kata Nagisa menjelaskan.

Satoru harus mengendalikan diri dengan ekstra sabar. Akhir-akhir ini emosi dan keinginan Nagisanya menjadi seenaknya sendiri dan aneh-aneh. Satoru sedang dalam posisi tidak ingin marah-marah ataupun menentang Nagisanya secara kasar ketika menaggapi permintaan anehnya, hingga terkadang ia harus menggunakan jurus rayuan gomabal untuk menghentikan tindakan konyol Nagisa. Karena Nagisa kini menjadi lebih meneyebalkan ketika dalam masa kehamilanya.

"Aku tahu kau ingin membantu. Tapi kondisimu saat ini, tidak dalam keadaan yang tepat untuk melakukan aktifitas yang berat. Kau lihat." Satoru menyentuh kaki Nagisa yang membengkak sejak beberapa hari yang lalu. " Bahkan kakimu belum sembuh." Beberapa hari yang lalu Satoru sangat terkejut dengan kondisi kaki Nagisa yang tiba-tiba membengkak. Padahal Nagisa sendiri tidak mempermasalahkan hal tersebut karena sama sekali tidak sakit. Tetap saja Satoru memanggil Ito datang ke rumah untuk memeriksa Nagisa. Akhirnya diagnosis sementara menyatakan Nagisa tengah mengalami gejala Edema. Sama sekali bukan perkara serius. Hanya sebuah gejala yang umum menyerang ibu hamil di saat kehamilanya mencapai trimester dua dan tiga.

"Kau lebih pintar dariku Satoru. Dan kau tau penyebab Edema terjadi karena aku kurang bergerak dan kurang melakukan aktifitas. Kau megurungku dalam kamar, dan meminta tubuhku untuk baik-baik saja. Itu mustahil."Nagisa yang merasa over protective Satoru telah kelewat batas..

"Ayolah... Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu Nagisa." Satoru yang menjulurkan tanganya bermaksud untuk mengacak-ngacak rambut Nagisa, harus menghentikan aksinya di tengah jalan, lantaran Nagisa langsung menghindar dan turun dari tempat tidur setelah mengetahui maksud Satoru.

"Ini adalah keinginanku. Kalau kau tidak mau mengabulkanya. Aku tidak akan berbi-"

"-Apa? Kau akan mendiamkanku? Kau sudah pernah melakukanya, dan kau sendiri yang melanggarnya. Kau ingin mencobanya lagi?" Kata Satoru tiba-tiba menyela dan menantang Nagisa. Mungkin ia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kesabaranya pada Nagisa telah mencapai batas, hingga tanpa sadar tengah memancing pertengkaran diantara mereka.

Nagisa diam di tempatnya. Merasa terkejut oleh amarah Satoru yang langsung ditujukan padanya. Benar sekali apa yang dikatakan Satoru. Dirinya pernah mendiamkan Satoru di masa lalu. Kejadian yang terjadi saat mereka masih SMA.

Satoru itu playboy.

Siapa yang tidak tahu itu. Dijodohkan dengan haruka sejak umur 12 tahun tidak membuatnya tobat untuk bermain api. Playboy sejati tidak terbatas jumlah, tapi tergantung kualitas. Wanita bohay, seksi, cantik, imut, adalah mangsanya. Siapa pun itu, bila telah masuk daftar listnya, berart adalah wanita istimewa. Bila diibaratkan Satoru adalah sejenis luwak, maka para mantanya adalah biji-biji kopi terbaik yang pernah ia telan, dan akan menjadi incaran para lelaki lain setelah diputuskan. Selain itu Satoru selalu membiarkan para gadis mengerumuninya. Hingga membuat Nagisa merasa kasihan dengan Haruka, yang masih saja diam oleh tingkah Satoru yang menyelingkuhinya.

Akhirnya, Nagisa dengan gagah berani datang ke kediaman Hasegawa, menantang para bodyguard yang mencegahnya bertemu dengan Satoru. Untung saja Sang Majikan keluar tepat waktu, sebelum tubuh kerempeng Nagisa patah menjadi seribu. Tapi rupanya kata kalah tidak ada dalam kamus otak Nagisa. Bahkan dengan lantang mengancam Satoru depan para pengawalnya.

"Aku tidak akan berbicara padamu, sampai kau minta maaf pada Haruka, mengusir para fans grilmu, dan para selingkuhanmu," Kata-kata yang masih teringat jelas dibenak Nagisa hingga kini.

Keesokan harinya, ancaman itu rupanya hanya dianggap angin lalu oleh Satoru. Hal yang dilakukannya saat ini semakin membuat Nagisa geram. Dengan santainya semakin akrab dengan fans girl dan pacar-pacarnya. Nagisa yang kalap, langsung menerjang, mencengkram kerah baju Satoru untuk berdiri, dan disertnya menuju tengah kantin yang bebas dari kursi.

Tidak ada aba-aba pada pukulan pertama, hanya sebuah suara keras yang kelur dari tangan dan rahang yang saling membentur. Semua orang menoleh kaget, tersikap oleh peristiwa yang terjadi, dan pukulan kedua yang kini menyerang.

"Kenapa aku bisa berteman dengan pria brensek sepertimu. Nobita BAJINGAN!" Kata Nagisa di sela pukulanya yang masih membabibuta.

Persetan dengan perjanjianya. Yang pasti saat ini ia sedang ingin menghajar Satoru sampai sadar akan kesalahannya. Tapi tindakan Satoru selanjutnya malah membuat Nagisa jengkel setengah mati.

Nagisa masih terengah-engah setelah selesai meluapkan amarah dalam pukulannya. Satoru yang tidak sedikitpun membalas perlakuan Nagisa, masih terduduk di lantai sambil mengusap bibir yang robek. Semua orang dalam kantin menatap dua orang itu dalam pandangan heran dan takut. Karena mereka adalah saksi mata, peristiwa pemukulan anak pengusaha kaya, oleh seorang yatim piatu miskin.

"Kau! Berani-beraninya kau masih bermesraan dengan mereka, bahkan ketika Haruka bersamamu! Kalau kau tidak mencintainya, kumohon jangan menyakiti dia!" Amuk Nagisa dalam amarah. Kemudian menatap ke arah Haruka yang terlihat menguap lebar menonton pembelaanya, seolah tidak tertarik dengan apa yang ia lakukan untuknya.

Heran dengan tingkah Haruka yang tidak peduli, Nagisa melihat lagi ke arah Satoru yang masih duduk pada posisi setelah ia pukuli. Mengetahui tatapan penuh tanya Nagisa, Satoru memilih menyeringai. Untuk kemudian berdiri, memamerkan tinggi badanya yang agung, dan badan yang lebih jangkung. Menatap lawanya dengan penuh cerca, seraya megutarakan maksud.

"Kalau memang kau tidak suka dengan tindakanku. Katakan saja langsung! Jangan bawa-bawa Haruka," Satoru tersenyum dengan bibir robeknya. Menantang lawan melalui matanya, dan tangan yang mulai terangkat tepat pada kepala Nagisa.

Nagisa bergeming. Memejamkan mata siap menerima balasan pukulan, tapi nyatanya tidak pernah terjadi. Tangan Satoru malah mencapai surai coklat Nagisa, mengacak-acaknya dengan lembut, kemudian pergi bahkan tanpa menoleh sama sekali.

Satoru meningglkan kantin dengan suasana yang lebih damatis. Ditemani Haruka yang mengamit lengan tunanganya dengan santai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, seolah ia baru saja tertawa oleh sebuah lelucon yang di bawakan Nagisa.

Haruka yang bersamanya, menganggap tingkah Nagisa hanya angin lalu. Bukan perkara berat yang melibatkan dirinya, bukan masalahnya, dan bukan urusanya. Sama sekali tidak ada perasaan marah ataupun kesal yang ditampakan Haruka, pada Satoru yang dengan jelas berselingkuh di depanya.

Jadi apa gunanya ia memukuli Satoru? Bila Haruka tidak peduli dengan pembelaan yang dia lakukan.

Dan untuk apa dirinya marah? Ketika tunangannya sendiri menerima tindakan serong sang kekasih yang jelas-jelas berkencan dengan gadis lain.

Jadi kenapa dia marah?

Malu.

Itulah satu-satunya rasa yang ia terima saat itu. Ketika dirinya sadar, telah melakukan tindakan sia-sia. Pembelaan yang tidak berguna.

Cinta sehati, membuang seluruh rasa cemburu yang ada di dalam hati. Mungkin itu yang dirasakan kedua sahabatnya. Saling percaya yang dilakukan oleh Haruka dan Satoru, sudah tidak dapat dinalar oleh akalnya. Sedang Nagisa yang sama sekali belum pernah merasakan cinta seorang kekasih, tidak mengerti akan hal tersebut. Itu adalah apa yang ada di benak Nagisa. Tapi ia tidak tahu, bahwa hakikat cinta menyatakan;

'besar perasaan cinta, adalah sebesar perasaan cemburu yang menyertainya.'

****

"Kenapa kau diam?" Kata Satoru saat mendapati Nagisa tiba-tiba bergeming dengan mata berkaca-kaca. Satoru yang menyadari bahwa perkataan kasar sangat mudah melukai perasaan ibu hamil di depanya, mulai merasa bersalah, dan mencoba untuk meminta maaf .

"Nagi-"

"Tetap di sana dan jangan mendekat!" perintah Nagisa ketika melihat pergerakan Satoru.

Ia marah. Merasa harga dirinya terluka sekali lagi oleh ingatan masa lalu. Kenangan pahit yang membuatnya tiba-tiba merasa malu, dan diperlamukan. Nagisa berusaha sekuat mungkin menahan emosi yang akhir-akhir ini sulit di tebak. Mungkin juga karena efek kehamilnya, Ia merasa menjadi lebih mudah marah dan cengeng hanya karena hal-hal kecil. Seperti sekarang. Ia merasa marah pada Satoru dan Haruka hanya karena sesuatu yang hampir terlupa. Bahkan ingin menangis sekeras-kerasnya karena kenangan menjengkelkan itu.

Satoru bingung. Bagiamana cara menenagkan emosi Nagisa yang berubah secara tiba-tiba. Atau cara meminta maaf pada kesalahan yang sama sekali tidak ia ketahui.

"Baiklah, aku minta maaf ok. Sekarang hari minggu. Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Aku akan mengantarmu kemanapun kau mau," Satoru mencoba mendekati Nagisa lagi.

"Jangan mendekat dan jangan mengalihkan pembicaraan!" Nagisa mundur beberapa langkah dengan gegabah. Membuat Satoru was-was, takut ibu hamil itu terjatuh dan melukai dirinya.

Merasa jarak telah aman, Nagisa melanjutkan kalimatnya, "Sebelum kau mengijinkanku untuk mengajar di panti asuhan, aku tidak mau kau mendekatiku dalam jarak lebih dari dua- oh tidak, tiga meter. Kau-kau tidak boleh mendekatiku dengan jarak lebih dari tiga meter." Kata Nagisa terbata.

Satoru menyipitkan matanya, menatap Nagisa dalam keraguan.

"Kau kekanak-kanakan lagi Nagisa," cemoh Satoru dalam ekspresi bosan.

"Terserah kau mau menyebutku apapun itu. Yang pasti, saat ini, kau tidak boleh mendekatiku. Titik!" Nagisa menyalak marah.

"Ya sudah, kita lihat. Siapa yang pertama melanggar janji. Maka dia yang harus menuruti keinginan pemenangnya. Bagaimana Na-gi-sa?" Kata Satoru menantang dengan optimis.

"Baiklah, kita mulai sekarang!" Nagisa tidak mau kalah.

Deklarasi perang telah berkumandang. Dengan masing-masing dari mereka yang ingin menang dan menuruti egonya.

Bersambung....

Siapa yang menang?

a. Nagisa

b. Satoru

c. Seri

Di tunggu jawabanya di review.. siapa tahu dapet kejutan dari Ochi....#jgnpercya

Hola... Akirnya episode baru..........

Aku lebih suka 2k aja. Soalnya kalau 3K ngetiknya booo......

Tapi belum koflik.... Kofliknya nanti aja.....

Fast Up date 120 vote... atau tunggu sabtu depan....

Bay-bay......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top