Apapun Dirimu 2
Bagian 2
Selisih Paham
Beberapa hari kemudian.
Satoru yang masih berada di kantornya merasa heran dengan absennya Nagisa ketika jam makan siang datang dan mengajak Satoru makan. Hari ini Nagisa sama sekali belum muncul, dan itu membuat perasaan Satoru tidak tenang.
Akhirnya ia berdiri dan bergegas menemui sang sahabat untuk menyeretnya makan. Akhir-akhir ini Satoru sendiri yang memastikan Nagisa selalu makan tepat waktu, dan sukses mengembalikan berat badan Nagisa dibanding terakhir kali.
Dari kejauhan Satoru dapat melihat Nagisa tengah menunduk oleh teriakan Kurenai dan disaksikan beberapa karyawan yang lain.
"Kali ini kau melakukan kesalahan yang amat fatal Nagisa-kun. Kau membuat seluruh pekerjaanku menjadi BERANTAKAN!" Kaurenai menggebrak meja Nagisa dengan tanganya. "Bagaimana mungkin kau salah memasukan data sampai 4 kali? Apa kau bekerja sambil tidur? Maka hari ini aku akan membuatmu tidur sambil bekerja." Nagisa dimarahi habis-habisan dengan disaksikan para karyawan yang kini mulai tertarik dengan apa yang terjadi.
"Ada apa ini?" Satoru mendekat untuk mencari tahu.
"Ha-Hasegawa-sama. Ini hanya sebuah kesalahan seorang karyawan yang akan segera ia perbaiki." Kurenai menjelaskanya pada Satoru sambil melirik Nagisa dengan murka.
"Saya akan memperbaikinya Kurenai-san. Saya berjanji besok pagi file sudah akan ada di meja anda."
"Tentu saja harus seperti itu Nagisa. Kau perlu lebih berhati-hati dalam tindakanmu. Karena kesalahan sekecil apapun akan mendampak besar pada hasil akhirnya. Kau harus segera menyelesaikanya. Sekarang!" Bentak Kurenai.
"Ehm..." Satoru berdeham membuat seluruh kerumunan menoleh padanya. "Ngomong-ngomng ini sudah waktu istirahat makan siang bukan? Kenapa masih berkumpul di sini? Aku tidak ingin ada karyawanku yang masih makan di jam prodiktif," mendengar pernyataan dari sang direktur, seluruh karyawan langsung bubar dari kerumunan dan bergegas menuju kantin perusahaan. Satoru berbalik menghadap Kurenai yang sedang bertanpang geram pada Nagisa. "Aku akan memastikan Nagisa mengerjakan tugasnya nanti. Kami akan makan siang bersama sebentar lagi. Apa kau ingin bergabung bersama kami Kurenai-san?" Satoru tersenyum penuh arti pada Kurenai. Membuat empunya merasa malu sekaligus takut.
"Ti-tidak, Hasegawa-sama. Silahkan pergi terlebih dahulu. Saya harus mengurus sesuatu yang lain," Kurenai terbata gugup.
"Baiklah," Tanpa menggapi wajah merah Kurenai yang terpesona, Satoru langsung menarik Nagisa untuk ikut dengannya.
Dilarang copy fic ini
Nagisa dan Satoru saling diam di depan makanan mereka.
"Makanlah!" Kata Satoru melihat Nagisa hanya melamun dihadapannya.
"Kenapa kau membelaku?" Nada sedih terpancar dari suara Nagisa.
"Aku tidak membelamu Nagisa. Itu memang hakmu."
"Hak seperti apa yang diberikan pada seseorang yang belum mampu mengerjakan kewajibanya." kedua telapak tangan menutup seluruh permukaaan wajah. Meredam seluruh stres yang kini menyelimuti hati dan pikiran.
"Kewajibanmu sudah terlaksana, hanya saja belum sempurna. Jadi cepat makan dan kau bisa menyelesaikan tanggunganmu." Satoru tegas.
"Aku tidak lapar Nobi-chan, aku mau segera menyelesaikan tugasku saja."
"Jangan berdiri dari kursi sebelum piringmu kosong. Kalu tidak, kau tidak akan bisa memberi makan peliharaanmu."Satoru berkata sambil menyeruput coffee ice kesukaanya.
Nagisa tidak berani membantah bosnya bila menyangkut celengan. Ia duduk kembali dan menatap Satoru seolah memohon.
"Apa lagi Nagisa?"
"Aku ingin makananmu." Kata Nagisa lirih.
Tanpa basa-basi, Satoru langsung menukar makanan mereka. Tertawa kecil oleh tingkah konyol Nagisa di tengah konflik yang mendera.
Dilarang copy fic ini
Pukul 11.00 malam. Setelah menandatangani kontrak yang disetujui, saatnya Satoru meinggalkan kantor. Jam pulang karyawan adalah pukul 07.00. Tapi karena hari ini banyak hal yang perlu diselesaikan. Terpaksa ia harus pulang lebih malam dari jam seharusnya. Tetapi sebelum pulang ia akan memastikan satu hal lagi.
"Kau belum selesai?" Kata Satoru tiba-tiba. Cukup mengagetkan bagi Nagisa yang saat itu dalam konsentrasi tinggi. Ia masih duduk di tempat kerja dan mengutak-atik data yang harus ia kumpulkan besok.
"Aku akan lembur Nobi-chan. Puanglah!" Jawabnya sama sekali tidak menatap Satoru.
Sekali lagi, Satoru melihat Nagisa dalam keadaan pucat dan tertekan. Tanpa peduli pendapat Nagisa, Satoru langsung menutup layar laptop si pria kecil dengan kasar.
"HEY... Apa yang kau lakuukan!" Nagisa berteriak marah.
"Kemasi seluruh data yang dibutuhkan. Hari ini kau akan menginap di rumahku. Aku akan membantumu mengerjakanya." Satoru langsung mengambil laptop milik Nagisa dan membawanya pergi. Nagisa tidak punya pilihan lain selain membereskan barang-baranng, mengambil dokumen yang diperlukan, dan mengikuti Satoru menuju parkiran mobil.
Seandainya Nagisa tau kejadian selanjutnya, mungkin ia akan memlih menyelesaikan tugasnya di kantor saja. Tapi saat nasi telah menjadi bubur, siapa yang bisa mengubahnya menjadi beras lagi. Hal itulah yang menggambarkan kondisi Nagisa setelah ini.
Dilarang copy fic ini
Sesampainya di kediaman Hasegawa.
BRAK—
Suara pintu mobil ditutup terlalu keras mengiringi kepergian Nagisa menuju pintu masuk kediaman Hasegawa.
"Tunggu aku di ruang tengah, aku akan membantumu mengerjakannya" Kata Satoru yang kini juga telah keluar dari mobil.
Nagisa menghentikan langkahnya tapi menolak untuk menoleh dan berhadapan dengan Satoru.
"Tidurlah!" Satu kata itu, dan Nagisa langsung meninggalkan Satoru yang tak bergeming dari posisi.
Satoru menghembuskan nafas berat sesudah memarkir mobil dalam parkiran. Tergambar jelas dalam benak pertengakaran yang baru saja terjadi. Pertengkaran hebat antara Satoru dan Nagisa yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Ini bukanlah yang di inginkan Satoru saat mengajak Nagisa ke rumahnya. Karena pertengkaran mereka, saat ini Nagisa memilih mengerjakan laporanya sendiri di ruang tengah megah kediaman Hasegawa. Sedangkan pemilik rumah lebih memilih tak perduli dan tidur seperti perintah Nagisa.
Satu jam kemudian. Waktu telah menunjukan pukul 01.00 dini hari. Tetapi Satoru masih tidak bisa tidur dan lebih memilih membaca buku sambil menanti kantuk yang tidak kunjung datang. Ia sedikit merasa bersalah karena telah berkata kasar pada Nagisa, dan membuatnya menagis. Tapi dia juga tidak ingin meminta maaf, karena merasa semua itu bukan kesalahannya.
Berdebat dengan batinya beberapa saat, akhirnya Satoru menyerah dan mencoba menemui Nagisa diruang tengah.
Dugaannya ternyata seratus persen benar. Nagisa telah pulas di hadapan laptop yang masih menyala. Pekerjakan Nagisa masih kurang 40 % dari yang seharusnya ia selsesaikan. Tidak tega dengan kondisi sahabatnya, Satoru segera mengangkat Nagisa bride style dan membaringkan di kamarnya.
Satoru kembali ke ruang tengah dan meneruskan pekerjaan Nagisa. Jam telah menujukan pukul 03.00 ketika Satoru menekan Ctrl+S kemudian mematikan laptop. Waktu yang cukup singkat untuk menyelesaikan sebuah laporan rumit. Tapi seperti kata pepatah, tidak ada yang tidak mungkin bagi Hasegawa.
Kembali dalam kamar remang yang ditempati Nagisa. Satoru berjalan perlahan menuju ranjang dan merebahkan diri pada ruang kosong di samping sahabatnya. Sejenak memperhatikan Nagisa yang telah terbuai alam mimpi, kemudian Satoru memutuskan untuk menyusulnya.
Dilarang copy fic ini
Pukul 7 pagi, terbagun dengan rasa kantuk dan kepala berdenyut karena kurang tidur. Satoru melihat Nagisa yang masih tertidur dalam damai tidak tega untuk membangunkan. Ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum membangnkan sahabatnya.
Setelah seluruh ritual pagi harinya selesai. Satoru yang telah berbaju rapi dan wangi, bergerak mendekati Nagisa.
"Nagisa! Bangun! sudah pukul 07.30. Hey BANGUN!" Kata Satoru keras, karena hanya sedikit sekali respon yang ia terima saat membangukan kerbau tidur satu ini.
"Engh..." Nagisa mulai terbagaun dan memulai gerakan perenggangan.
Teng—
Lagi-lagi pusing dan mual pagi hari Nagisa menyerang. Bahkan sebelum ia sempat membuka matanya. Nagisa bermaksud lari menuju kamar mandi.
DUAK...
Suara keras tabrakan antara kepala dan tembok membuat Satoru mengernyit sakit. Rupanya Nagisa mengira saat ini ia masih berada di apartemen miliknya, dan kamar mandi hanya berjarak beberapa langkah di sebelah kiri, malah berujung menabrak tembok kamar Satoru dengan keras dan pingsan ditempat.
Melihat cara pingsan Nagisa yang jauh dari kata elit. Membuat Satoru ingin tertawa sekaligus cemas. Segera ia menghampiri Nagisa untuk lagi-lagi menggendongnya menuju kasur. Sekarang ia benar-benar cemas. Kondisi Nagisa jauh dari kata baik-baik saja. Tubuhnya panas, wajahnya pucat, dan keringat dingin membanjirinya.
Satoru berteriak memanggil Tori yang merupakan kepala pelayan dalam kediaman Hasegawa, meminta padanya untuk membawakan air hangat dan selimut tambahan. Kemudian menekan nomor dokter pribadi keluarga untuk segera datang kerumah.
Beberapa menit kemudian dokter datang dan segera menangani Nagisa. Morinaga adalah seorang dokter professional yang bekerja di rumah sakit milik keluarga Hasegawa.
Setelah memeriksa Nagisa dengan pemeriksaan dasar, dan memberikannya bebeberapa suntikan obat. Morinaga menemui Satoru untuk membicarakan perihal apa yang terjadi pada pasiennya tersebut.
"Untuk diagnosa awal mungkin hanya gejala kelelahan dan stres. Kalau demamnya tidak kunjung turun sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. Apa dia sering sakit seperti ini Satoru?" Tanya Morinaga menggunakan bahasa non formal pada Satoru. Wanita 45 tahun itu telah mengabdi pada Hasegawa bahkan sebelum Satoru lahir. Hingga membuat hubungan antara keduanya terlihat lebih seperti seorang nenek pada cucunya.
"Tidak saat di kondisi normal. Tapi, dia interseksual Morinaga Sensei. Dia berkelamin ganda, dan salah satunya berfungsi. Yaitu organ reproduksi wanitanya. Ketika dalam masa mesntruasi, Ia sering mengalami kejadian seperti ini." Satoru menjelaskan.
" Kalau begitu ia mungkin dalam masa pra menstruasinya. Ketika hormone esterogen meningkat dan menekan hormone tetosteron milik Nagisa. Sehingga berdampak buruk bagi tubuhnya. Aku sarankan dia untuk tidak terlalu capek dan setres." Morinaga menjelaskan teorinya.
"Tetapi dia baru saja mengalami siklusnya sebulan yang lalu. Ia biasa melalui masanya 3-4 bulan sekali. Seharusnya masih tersisa 2-3 bulan lagi untuk menuju pra menstruasi," sanggah Satoru.
"Aku tahu kau orang yang kritis Satoru. Tapi jika kita teruskan pembicaraan kita, hanya akan ada dugaan, dan itu bukan gayaku. Kalau kau ingin informasi yang akurat, kau bisa mengantarnya ke rumah sakit untuk pengecekan, dan aku akan menjabarkanya sampai kau puas," Morinaga menenteng tasnya, dan bergerak meninggalkan ruangan. Satoru yang berterimakasih dan mengantarkan Morinaga sampai depan pintu kediaman Hasegawa.
"Sepertinya dia bukan seorang yang biasa saja bagimu. Melihatmu cukup paham mengenai dirinya. Apa mungkin kalian?" Morinaga memiringkan kepala tanda bertanya, "Ah... Sudahlah. Itu urusan kalian. Kau bisa menghubungiku lagi kalau demamnya naik lagi. Kalau begitu sampai jumpa." Morinaga keluar dari kediaman Satoru.
Satoru kembali ke kamar tempat Nagisa terbaring tak berdaya. Ia mengawasi Nagisa dan kulit pucatnya. Teringat kata kata Morinaga tentang kondisi Nagisa yang terlalu kelelahan dan stres. Satoru sama sekali tidak ingin melihat kondisi sahabatnya yang seperti ini. Kelelahan akibat bergadang, dan stres akibat pekerjaan. Atau mungkin pertengakaran mereka kemarin. Pertengkaran yang menyebabkan Nagisa harus drop pagi ini. Masih segar di ingatan Satoru apa yang terjadi tadi malam.
--Flash Back--
Di dalam mobil Sport milik Satoru.
Nagisa menyandarkan punggunya yang kaku pada kursi depan tepat di samping Satoru yang bersiap untuk mengemudi.
"Aku tidak pernah bosan mengagumi mobilmu Nobi-chan. Ini sangat keren! Kalau aku punya mobil sport seperti ini, pasti banyak cewek yang bakalan takluk di hadapanku." Sambil melihat tiap detail dari mobil milik Satoru.
"Apa lagi-lagi kau akan menambah celengan konyolmu untuk membeli mobil seperti ini? Kau sungguh tidak masuk akal. Kalu hanya untuk pamer kau bisa meminjamnya padaku." Satoru mengemudikan mobilnya dalam kecepatan standart.
"Kenapa kau selalu sensi sama peliharaanku Nobi-chan! Mereka adalah satu-satunya harapanku di masa depan." tidak terima Satoru menghina celenganya.
"Karena hal itu merusak kesenanganmu. Kau merusak masa mudamu yang berharga. Disaat kita bersenang-senang dengan gaji pertama kita. Kau malah lebih memilih mendekam dirumah dan menabung uangmu. Aku heran, aku tahu kau bukan orang yang pelit atau kikir pada hartamu. Tapi hobimu mengoleksi celengan sungguh di luar batas dan mematikan gaya hidup normal seorang yang masih berumur 24 tahun. Seharusnya kau lebih menikmati uangmu tanpa harus terikat dengan celengan konyolmu," entah kenapa tiba-tiba Satoru tersulut emosi. Ia telah memendam kekecewaanya pada Nagisa selama ini, kemingkinan hari ini adalah saat ledakan itu harus terjadi.
Nagisa yang menyadari kemarahan Satoru, memilih untuk bersabar dan menyatakan pendapatnya dengan hati-hati.
" Kau tau, aku masih belum menyerah untuk mendapatkan uang oprasi kalaminku. Aku akan mengumpulkan uang itu, walau itu harus terjadi ketika umurku tidak lagi muda. Walau mungkin aku akan mati dalam prosesnya,"
DEG
Kata-kata Nagisa menampar Satoru dengan keras. Membayangkan Nagisa meninggal di ruang oprasi bukanlah sesuatu yang baik bagi jantunganya. Akhirnya ia memutuskan untuk menepikan mobil untuk menenangkan diri.
Nagisa pun juga terkejut dengan kata-katanya sendiri. Kalimat itu langsung keluar tanpa pemikiran sama sekali.
"Tetapi setidaknya aku telah mendapat kejelasan tentang satusku," lanjut Nagisa. "untuk menjadi seorang yang normal sepertimu, Haruka, ataupun Takashi. Semua teman-teman yang meragukan identitasku. Dan yang paling penting adalah, setidaknya aku tidak perlu merendahkan diriku lagi," Nagisa melanjutkan kata-katanya dengan suara yang bergetar menahan tangis.
"Dan apa yang kau harapkan setelah menjalani oprasi itu?" Kata Satoru jauh lebih tenang dari pada kondisinya beberapa saat yang lalu.
"Aku ingin kehidupan yang normal Satoru. Aku ingin bisa menikah dan memiliki pasangan," kata Nagisa tegas.
"Kau tidak perlu menjalani oprasi itu. Pasti akan ada seseorang yang akan menerimamu apa adanya kelak."
"—Mungkin ada." Kata Nagisa memotong perkataan Satoru,"Tapi aku tetap tidak akan bisa membuatnya bahagia. Secara harfiah, aku tidak memiliki kejantananku Satoru. Aku tidak bisa— dan tak akan pernah bisa memuaskan pasanganku!" Kata Nagisa hampir menangis.
"Kau bisa Nagisa. Kau tidak hanya punya satu pilihan. Kau punya dua. Dan aku tahu salah satunya berfungsi. Kau bisa mejadi seorang wanita tanpa harus menjalani oprasi." Lagi-lagi adu argument bersama Satoru selalu bisa membuat Nagisa kalah telak.
"Siapa Satoru? Siapa laki-laki normal yang mau menerima orang cacat sepertiku! Mungkin juga hanya kalangan Gay penyuka sesama jenis. Tapi apa mereka tidak akan jijik melihat miliku yang aneh dan juga sisi pria dalam tubuhku?" Berkata bersama air mata yang sudah tak terbendung. Satu persatu meluncur dari pipi yang tak lagi pucat. Berganti warna menjadi merah, karena menahan tangis dan amarah.
"Kalau memang tidak ada satu laki-laki pun yang mau meminangmu. Maka aku akan melakukanya. Kau bisa bersamaku. Kau bisa bergantung padaku. Aku akan menikahimu." Satoru mengkhiri kalimatnya dengan tatapan kesungguhan.
Melihat kesungguhan Satoru pada tiap kata-katanya, membuat Nagisa semakin marah dalam menyuarakan pendapatnya.
"Aku dari dulu ingin bertanya padamu Satoru. Sebenarnya apa arti sebuah pernikahan untukmu? Dengan mudahnya kau mengtakan ingin menikahiku, padahal ada Haruka disisimu." Satoru hanya terdiam dengan perkataan Nagisa. Dan itu adalah pertanyaan yang selama ini berada di benak Satoru. Apa sebenarnya arti pernikahan untuknya. Secara teori mungkin Satoru mengerti, bahwa pernikahan adalah sebuah bukti cinta. Tapi secara penerapan, apa yang akan ia lakukan dalam pernikahan selain sex dan kompromi di dalmnya. Apa pentingnya hal itu? Kalau dengan kumpul kebo saja semua syarat yang ada dalam pernikahan sudah terpenuhi. Untuk apa ada pernikahan.
Sampai saat ini, ia sama sekali tidak menemukan jawabanya.
"Sudahlah Satoru, aku ini cacat. Aku tidak ingin mengubahmu menjadi cacat dengan menjadikanmu Gay. Akan aku lupakan segala yang kau katakan. Kau tidak perlu khawatir untuk urusan oprasi. Lagi pula uangku tidak akan cukup untuk melakukanya sekarang. Kau cukup fokus saja pada pernikahanmu, pasanganmu, dan kehidupanmu. Urusanku akan aku tangani sendiri. Kau tidak perlu ikut campur di dalamnya. Ayo kita pulang, aku ingin segera melanjutkan laporanku."
Setelah kata-kata terakhir Nagisa. Perjalanan menuju kediaman Hasegawa Satoru ditemani oleh kediaman yang mencekam dalam mobil.
--End of Flash Back--
Satoru masih duduk disamping ranjang Nagisa. Mengusap lembut rambut coklat sahabatnya. Kemudian sekali lagi memandang dengan pandangan yang lembut memohon.
"Aku lebih senang bila kau marah dan memukuliku, dari pada kau menyiksaku dengan sakitmu. Cepatlah sembuh,"
Satoru membenarkan letak selimut yang dikenakan Nagisa saat bunyi Smart Phone bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Saat itulah Satoru harus menghela nafas karena panggilan pekerjaan sedang menunggunya.
Bersambung.......
Maaf mungkin up date untuk cerita ini akan aku lakukan seminggu sekali. Cerita ini sudah sampai bab 7 di fanfic. Dan aku sadar hampir seluruh pembaca Apapun Dirimu di wattpad ini adalah pembaca setia di fanfic Apaun dirimu SasuNaru version. Aku masih belum memberitahukan pada teman-teman yang lain perihal kepindahan cerita ini di wattpad. Aku akan memberitahu mereka saat Bab 8 telah di update di Wattpad.
Cerita ini akan lama dan rencananya akan mencapai 20 chapter. Bagi yang bersedia untuk membantu saya untuk lebih semangat menulis. Tolong follow akun ini sebagai pemacu kerja keras saya menyelesaikan beberapa bab berikutnya.
Akhir kata, terimakasih bagi semua yang telah hanya sekedar melihat, memberikan Vote, bahakan memfollow saya. Sampai jumpa....
Ada yang pingin tahu Up dateanku gak? Kalau ada silahkan kunjungi Twetter ku Cup_chocochip ya... aku tunggu..
^,^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top