Apa pun Dirimu 9

Bagian 9

Pertarungan

"Sebelum kau mengijinkanku untuk mengajar di panti asuhan, aku tidak mau kau mendekatiku dalam jarak lebih dari dua— oh tidak, tiga meter. Kau—kau tidak boleh mendekatiku dengan jarak lebih dari tiga meter." Kata Nagisa terbata.

Satoru menyipitkan matanya, menatap Nagisa dalam keraguan.

"Kau kekanak-kanakan lagi Nagisa," cemoh Satoru dalam ekspresi bosan.

"Terserah kau mau menyebutku apapun itu. Yang pasti, saat ini, kau tidak boleh mendekatiku. Titik!" Nagisa menyalak marah.

"Ya sudah, kita lihat. Siapa yang pertama melanggar janji. Maka dia yang harus menuruti keinginan pemenangnya. Bagaimana Na-gi-sa?" Kata Satoru menantang dengan optimis.

"Baiklah, kita mulai sekarang!" Nagisa tidak mau kalah.

Deklarasi perang telah berkumandang. Dengan masing-masing dari mereka yang ingin menang dan menuruti egonya.

Apa pun Dirimu

(maaf judulnya ternyata salah dari awal)


Ronde 1

Satoru

Segar adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Nagisa ketika dirinya baru saja keluar dari acara berendam air hangat sebelum tidurnya. Ketika ia mendapati Satoru telah tertidur nyenyak di atas tempat tidur mereka.

Nagisa menyipitkan matanya saat mendapati sesuatu yang ganjil dalam kamar. Melihat Satoru telah tertidur pada jam-jam yang biasa ia gunakan sebagai waktu lembur hingga pukul 12 malam untuk mengerjakan tugas kantor yang ia bawa pulang. Membuat Nagisa sedikit menebak-nebak tentang sesuatu yang terjadi.

'Mungkin ia kelelahan,' pikir Nagisa spontan. Kemudian hendak menyusul Satoru untuk mengistirahatkan diri di kasur, sebelum dia teringat sesuatu.

tiga meter

'Em... pantesan,' pikir Nagisa. Sadar akan siasat Satoru untuk membuat dirinya mendekat dan kalah. 'Lihat saja!' Kata Nagisa dalam hati.

.

Cup. Chocochip

.

Ronde 2

Nagisa

Satoru menunggu cukup lama dalam pura-pura tidurnya. Ia ingin Nagisa segera keluar dari kamar mandi, menaiki kasur, dan melanggar perjanjian mereka. Tapi entah mengapa Nagisa tidak kunjung datang. Sehingga Satoru memutuskan membuka mata, dan menemukan Nagisa telah tidur di atas sofa yang berjarak 5 meter dari tempat tidur mereka.

Nagisa terlihat gelisah dalam tidur, oleh ketidaknyamannan akan posisi dan sofa tempat ia berbaring saat ini. Berkali-kali Satoru melihat Nagisa merintih dan mengubah posisi tidurnya dengan gelisah. Tidur dalam kasur empuk miliknya saja, Nagisa masih sering mengeluhkan punggungnya yang sakit. Apa lagi tidur di sofa. Alhasil Satoru merasa tidak tega dan bangun dari posisi tidurnya saat ini.

Sebuah tangan kekar tiba-tiba menyusup di antara leher dan kaki Nagisa. Kemudian mengangkatnya dari sofa. Nagisa yang merasa rencananya telah berhasil, segera membuka matanya untuk kemudian berteriak.

"KENA KAU!" Teriak Nagisa. Tapi bukan mata hitam dan rambut bergelombang yang ia temui. Melainkan mata abu-abu dan rambut hitam berminyak milik Tori.

"Ada apa Nagisa-sama? Apakah anda mengigau?" Tanya Tori kaget. Nagisa kini sudah ia turunkan dari gendongan dan mendarat mulus di atas kasur.

Nagisa melihat sekeliling beberapa kali, tapi tidak menemukan orang yang ia cari.

"Tuan Satoru tidur di kamar sebelah. Ia memerintahkan saya untuk memindahkan Nagisa-sama ke tempat tidur." Penjelasan Tori.

"Baiklah, terimakasih Tori-san. Kau bisa melanjutkan istirahatmu." Kata Nagisa dan langsung menyamankan posisi di atas kasur, tapi ia malah merasa aneh dengan situasinya kini. Tidak ada nafas kedua yang mengirigi nafas miliknya. Kamar Satoru terliahat sangat besar dan terlampau mewah untuk ditempati sendiri. Kesepian yang merayap pelan dalam kamar, membuatnya secara tidak sadar merasakan kerinduan. Yang akhirnya terobati saat menemukan sisa kehangatan dari bantal yang Satoru pakai beberapa saat yang lalu.

Ronde 3

Satoru

Bip—bip—bip—bip—bip

"Nagisa, Nagisa!"

Nagisa terbangun oleh sebuah suara dari tempat yang tidak jauh dari dirinya. Ia mulai menguap dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Masih dengan mata mengantuk dan nyawa yang masih belum terkumpul.

"Nagisa! Ambilkan ponselku. Bawakan kemari. Itu dari klien penting!" Kata seseorang dalam kamar mandi yang ternyata adalah Satoru.

"Ambil sendiri Nobi-chan. Aku masih ngatuk!" Nagisa menolak dan ingin meneruskan tidurnya beberapa menit lagi. Tapi harus terganggu oleh suara telfon Satoru yang tidak kunjung berhenti.

Bip—bip—bip—bip—bip

"AH, BERISIK!" Teriak Nagisa geram.

"Itu tidak akan berhenti sebelum aku mengangkatnya. Bawakan telfonya padaku. Aku ada di depan pintu kamar mandi." Kata Satoru.

"Pakai handuk, dan ambil sendiri!" Kata Nagisa masih terlalu malas untuk beranjak.

"Aku masih berbalut busa sabun Nagisa. Bawakan kemari, atau aku akan telanjang saat mengambilnya!" Kalimat terakir yang sukses membelakan mata Nagisa, hanya dalam waktu sekejab.

" Aku hitung sampai lima.... empat..."

" OK! aku akan mengantarkanya padamu." Nagisa mengambil Smartphone yang ada di atas meja dan memulai langkah menuju kamar mandi. Sebelum ia melihat nomor yang tertera dalam ponsel itu, menujukan dua kata 'Second Phone'. Nagisa berhenti mendadak dan memutuskan mengangkat sendiri telfon itu.

"Hallo, dengan keluarga Hasegawa. Maaf, kalau boleh tahu, dengan siapa saya berbicara?" Kata Nagisa terlampau sopan. Kebiasaan yang ia bawa karena pernah menjadi seorang sekertaris.

("Ya—eng-ini dari Ansuransi jiwa—") Seperti hanya seseorang yang mampu mengetahui aroma kedai Eien Ramen dari jarak 100 m, Nagisa pun dapat dengan mudah mengenali suara Satoru yang berbicara sambil menutup hidung.

"KAU TIDAK PERLU MENGANSURANSIKAN JIWAMU YANG SUDAH GILA NOBI-chan BRENGSEK!" Kemudian langsung menutup telfonya.

Akhirnya Satoru hanya dapat menyesali kondisinya yang terkapar di kamar mandi dengan telinga berdarah-darah. Tentu saja hasil dari gendang telinga yang jebol dari teriakan Tarsan Nagisa.

.

Cup. Chocochip

.

Ronde 4

Nagisa

"Hem... Baunya enak sekali. Sup tomat untuk menu hari ini?" Satoru yang baru saja memsuki rumahnya sepulang kerja, mendapati harum sup tomat tercium dari seluruh ruangan.

"Okaerinasai." Suara halus Nagisa menggema di dapur elegan depan ruang makan kediaman Hasegawa. Nagisa sedang memngaduk sesuatu dalam panci yang diketahui Satoru adalah sup tomat kesukaanya. Melihat ibu hamil itu mengenakan apron merah berrenda dengan tulisan Sweet Bunny, membuat Satoru ingin menjadi serigala yang memangsa Nagisa seketika.

"Kemari dan cicipi. Hem... Enak sekali" Kata Nagisa menggunakan manguk kecil untuk mencicipi masakannya.

'Yang mana yang harus aku cicipi dulu? Keduanya terlihat enak,' suara hati Satoru.

"Benarkah?" Satoru tertarik mendekat untuk mencicipi salah satunya. Ia merasa ide mencicipi Nagisanya jauh lebih menggoda di bandinding sub tomat terlezat di dunia.

Ciiiiiiiit.....

Rem cakram Satoru langsung bereaksi ketika kakinya memasuki zona merah tiga meter milik Nagisa. Ia terdiam di tempat dan menatap lawanya dengan memelas.

"Huft~ Aku tidak bisa makan malam bersamamu. Pekerjaanku menumpuk. Biar Tori saja yang mengantarkan makannanku nanti." Dengan nada kecewa. Satoru hendak meninggalkan ruang makan, sebelum suara Nagisa menghentikan langkahnya.

"Aku tidak akan membagi supku padamu bila kau tidak mengambilnya sendiri sekarang!" Kata Nagisa sadar triknya gagal.

"Kalau begitu kau bisa memakanya sendiri." Satoru langsung beranjak tanpa berpaling.

"Kau jahat Nobi-chan!" Teriak jengkel Nagisa.

.

Cup. Chocochip

.

"Satoru-sama, saya membawakan makan malam anda." Tori membawa sebuah troli makanan dalam ruang kerja Satoru. Semangkok sup tomat, nasi, air putih, dan kopi kesukaanya .

"Nagisa sama menyuruh saya mengantarkan makanan ini," Tori menaruh semua makanan di atas meja kerja Satoru yang telah dikosonkan dari dokumen-dokumen penting.

'Kau terlalu baik untuk jadi picik,' pendapat Satoru dalam hati, seraya tersenyum mendapat perhatian dari Nagisa. Segera Satoru mengambil sendok untuk melahap makanan kesukaannya.

Srup.....

Satoru langsung memejamkan matanya, meraih segelas air, dan meminumnya dengan terburu-buru.

Asin...

Tersenyum dengan tingkah konyol Nagisa yang berhasil mengerjainya. Ia menuangkan air putih kedalam sup untuk menetralisir rasa yang berlebihan itu. Hingga dengan lahap dapat menghabiskan kuah keasinan buatan Nagisa tanpa sisa.

.

Cup. Chocochip


Ronde 5

Nagisa

BRAK....

Satoru membuka pintu kamar dengan keras, dan melihat Nagisa tengah duduk di lantai sambil memegangi perutnya.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Satoru masih berdiri di depan pintu sambil memandang Nagisa dengan intens.

"Perutku sakit Satoru. Tolong aku!" Nagisa menengadahkan kedua tangan, meminta Satoru mendekat dan meraihnya.

"Tunggu sebentar!" Satoru mengambil telfon dan mencoba menghubungi seseorang. "Ito-Sensei, Nagisa sakit."

Nagisa seketika melotot kaget dengan siapa yang Satoru telfon. Seketika ia kehilangan dialog ekting pura-pura sakitnya di depan Satoru."Satoru—"

"Apa disuntik? Sepuluh kali?" Kata Satoru setengah berteriak hingga dapat terengar jelas oleh Nagisa.

Nagisa menyadari situasi yang akan menimpanya, bila meneruskan sandiwaranya ini. Langsung berdiri dari posisinya, dan.

"Tu-wa-tu-wa-tu-wa.... Coba lihat Satoru" Nagisa melakukan gerakan olahraga lengan dengan kelewat antusias. "Sakitnya hilang. Aku sepertinya hanya ingin poop. Aku akan kembali sebentar lagi. Da-da...." Nagisa langsung berjalan cepat menuju kamar mandi. Mmeninggalkan Satoru yang masih terpaku di depan pintu sendirian.

Perasaan tertekan masih menyelimuti hati dan pikiran Satoru. Ia mulai merasa kehilangan semangat untuk bermain permainan ini.

Saat ini masih pukul 1 siang, dan dia dengan kecepatan luar biasa, langsung meninggalkan kantor setelah mendapat E-mail dari Nagisa bahwa perutnya sakit. Sesampainya di rumah, ternyata Tori juga sudah sempat menawarkan bantuan pada Nagisa, tapi tetap ditolak olehnya, dan bersikeras memanggil Satoru pulang. Dari hal tersebut Satoru menyimpulakan sakitnya Nagisa kali ini hanya trik, atau bagian dari permainan mereka.

Tidak taukah Nagisa, seberapa cemas dirinya ketika mendapat pesan E-mail seperti itu. Maka Satoru mulai menyusun rencana final agar Nagisa menyerah pada tujuannya.


Cup. Chocochip


Ronde 6

Satoru

Nagisa berada dalam kendaraan mewah Satoru yang kini melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya yang sepi. Baru saja dia melaksanakan cek kehamilan yang ia lakukan tiap dua minggu sekali. Untuk wanita hamil normal mungkin cukup 1 bulan sekali, tapi untuk Nagisa yang seorang IS, harus memeriksakan kandunganya dua minggu sekali. Masih teringat kata-kata Ito-Sensei padanya.

"Raito-can sehat. Dia mungkin akan aktif bergerak beberapa hari lagi. Cek Up selanjutnya, ajaklah Satoru bersamamu. Kita akan melihat, apakah nama Raito akan benar-benar menjadi namanya kelak. Kita akan memastikan jenis kelaminnya."

Nagisa tersenyum sendiri memikirkan bagaimana anaknya kelak. Raito atau Shizuka, tidak masalah baginya. Asal bayi mereka sehat.

Tori yang saat ini berada di kursi depan di samping kemudi, tengah mengawasi Nagisa yang duduk sendirian di kursi penumpang sambil tersenyum sendiri. Menekan tombol earphonenya dan membisikan sesuatu pada benda itu.

("Tahap pertama dimulai!") Kata suara dalam earphone.

Tori memberikan kode pada supir dengan anggukan sekali, yang dibalas tindakan serupa oleh lawan bicara.

Ciiiiiiiiiiiiitttttt

Tiba-tiba mobil berhenti dan membuat Nagisa kaget. Untung saja dirinya telah mengenakan sabuk pengaman dengan baik. Kalau tidak mungkin dirinya sudah terpental ke depan.

"Ada apa Tori-san?" Tanya Nagisa.

"Ada kucing liar yang hampir tertabrak Nagisa-sama."

"Apa?" Nagisa segera membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil.

Nagisa melihat seekor kucing kecil bergetar lemah, kurus, dan tidak terawat di tengah jalan. Masih terlihat syok dengan benda besar yang hampir menabraknya. Melihat dari tidak adanya kalung tanda pengenal di leher, Nagisa tahu kucing itu adalah kucing terlantar yang membutuhkan pertolongan.

"Oh... Jangan takut. Kemarilah." Sejenak sang kucing hanya memandang Nagisa dengan bingung. Tapi kemudian ia pun mendekat, dan kini telah berada di dekapan Nagisa.

Perjalanan pulang mereka menuju kediaman Hasegawa dilanjutkan kembali. Dengan tambahan satu penumpang yang kini tertidur nyenyak di atas paha Nagisa.

"Baik, sasaran telah mengambil umpan." Kata Tori. Kembali berbisik pada earphonenya.

("Hemh... itu pasti....") Jawab seseorang yang menjadi lawan bicara.

Beralih pada sebuah ruangan besar dengan banyak dokumen. Seorang laki-laki tengah menelfon sambil menadang keramaian Tokyo dari dalam kantornya.

"Lanjutkan rencana kita, dan aku pastikan malam ini adalah akhir dari permainan." Kata pria itu, yang sesungguhnya adalah dalang dari peristiwa yang akan segera terjadi. Seseorang yang tengah berada di kantor besar miliknya, yang kini sangat percaya diri dengan keberhasilan rencananya.

("Hai, Satoru-sama,") suara Tori menimpali.


Cup. Chocochip


"Satoru, coba lihat! Dia manis kan?" Kata Nagisa dengan wajah berseri-seri sambil menghampiri Satoru dengan jarak aman, ketika Nobi-channya pulang dari kantor.

"Kau memugut sesuatu yang tidak berguna lagi Nagisa." Kata Satoru menghenyakan diri di atas sofa empuk di ruang tamu.

"Apa maksutmu dengan sesuatu. Dia mahluk hidup, dasar Nobi-chan tidak punya hati. Tapi... Ijinkan aku memeliharanya ok! Please... please...." Nagisa memohon.

"Kalau begitu kemarikan, biar aku melihatnya." Satoru menadahkan satu tanganya. Meminta Nagisa mendekat dan menyerahkan kucing itu padanya.

"Tori-san. Antarkan Tama-chan pada Satoru." Nagisa hampir menyerahkan kucing kecil itu pada Tori. Sebelum Satoru meneruskan pembicaraan.

"Aku memintamu, bukan Tori. Kau harus menyerahkan langsung padaku." Satoru menyeringai licik.

"Ayolah Nobi-chan, kasian Tama-chan. Dia hampir tertabrak tadi. Kita pelihara ya...." Nagisa memohon sambil mengelus-elus kucing kecil yang kini tertidur di lengannya.

"Itu mudah Nagisa. Kau hanya perlu kemari, serahkan kucing itu padaku dengan tanganmu, dan aku akan menyetujui permintaanmu untuk memeliharanya."

"Kau sangat jahat Nobi-chan. Aku hanya memintamu untuk menampungnya, selanjutnya biar aku yang merawatnya!" Nagisa mulai menyadari siasat Satoru.

"Kalau kau tidak mau, aku akan menyuruh Tori mengembalikan kucing itu di tempat pertama kau menemukannya." Satoru menatap Nagisa dengan pandangan menantang.

"Kau hanya ingin memangfaatkan tama untuk membuatku menyerah bukan?" Nagisa kehilangan kesabaran, dan menunjukan tatapan marah pada Satoru.

"Itu terserah keputusanmu Nagisa. Nasib kucing itu sekarang tergantung padamu. Kau bisa membawanya kemari dan menyelamatkanya, atau menyerahkanya pada Tori," Satoru membalas amarah Nagisa dengan senyuman keji. Merasa dirinya telah memenangkan pertarungan.

Tapi sayanganya Nagisa tidak semudah itu untuk menyerah, dan menuruti keinginan lawannya. Walau matanya kini panas dan berair oleh amarah yang tertahan. Ia memilih menggunakan jurus muka datar ala Satoru yang ia pelajari dengan sembunyi-sembunyi. Mencoba menunjukan kebolehanya memanipulasi ekspresi. Hingga mampu menatap Satoru dengan mimik wajah yang menantang.

"Jangan harap aku akan mengikuti permainanmu Hasegawa Satoru. Kalau kau tidak bersedia memeliharanya, maka aku akan melakukanya sendiri!"

Segera setelah mengatakan hal tersebut, Nagisa langsung pergi meninggalkan Satoru untuk menuju pintu keluar kediaman Hasegawa.

Bersambung....

.

Maaf ya teman-teman.. sedikit ngaret. Aku sekarang lebih sering di akun @Chinko_pachinki

Jadi kalau aku telat lagi, obrak-abrik aku di sana...

Bay-bay....

Up cepat 140 vote, atau sabtu depan....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top