Apa pun Dirimu 32
Chapter 32
Happy Ending
Hallo, sebelumnya aku ingin menginfokan. Bahwa Putra Yakuza telah tayang di WEB COMIC. Jadi bagi para penggemar PUTRA YAKUZA, silaahkan berkunjung dan memberikan sumbangsih LIKE bagi cerita itu untuk promosi sekaligus memberiku dorongan untuk terus berkaraya.
Terima kasih.
Apa pun Dirimu
Boleh vote dulu?
Terima kasih
Nagisa termerjap bangun saat menyadari ada banyak suara bising mesin serupa baling-baling helikopter. Ia menatap sekitar. Nagisa ingat bahwa tadi ia tengah mengupas kentang di atas kursi. Namun yang ia lihat saat ini, tumpukan kentang untuk makan malam itu telah hilang dari meja dan dia yang malah tertidur di atasnya.
Tagame masuk dalam ruangan seraya membawa satu baki penuh kentang yang telah dikupas dan dicuci bersih. Nagisa jadi merasa bersalah karena menelantarkan pekerjaanya. Seminggu sudah saat terakhir Satoru memberitahukan rencananya untuk membawa pulang Nagisa, sejak itu Satoru jarang membahas lagi keinginanya untuk pulang, dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk membantu membangun desa.
"Tagame-san, kenapa sangat ramai di luar sana?" tanya Nagisa akhirnya.
"Sepertinya Hasegawa telah memberitahukan keberadaanya."
Nagisa langsung berdiri karena terkejut. Dan dengan langkah cepat ia meninggalkan ruangan untuk meliat situasi. Betapa terkejutnya dia saat membuka pintu, mendapati keramaian yang terpampang jelas. Banyak kapal besar berdatangan. Helikopter yang berputar-putar di area sekitar kampung. Lalu orang-orang yang membawa kamera, menyuting sekitar area, juga pada kerumunan.
Nagisa mendekat, menerobos kumpulan orang-orang yang bergerombol untuk mencari tahu. Ternyata di depanya kini, bergerombol kameramen dan reporter tengah menanyai Satoru yang berdiri di tengah mereka.
"Hasegawa-sama, apakah yang Anda lakukan di tempat ini?"
Satoru yang hanya mengenakan kaos dalam putih yang kotor oleh debu juga celana pedek, menunjukan otot lengan yang menyepul kekar, yang kini terlihat menawan dari pada berkesan dekil.
"Saya sedang menemani kekasih saya yang ingin melakukan bakti sosial," ujarnya, seraya tersenyum.
"Jadi, dapatkan Anda mengenalkannya pada kami, wanita yang dapat menghentikan pernikahan Anda dengan Yamamoto-san?" tanya para reporter lagi.
"Saya ragu, dia ingin membuka identitasnya saat ini. Yang pasti, saat ia siap, saya pasti akan mengumumkanya di media."
Nagisa menelan ludahnya sendiri. Menatap kerumunan dan berdoa agar tidak ada yang mengenalinya. Padahal jelas tidak ada satu pun dari mereka yang tahu tentang Nagisa.
"Wah ... sepertinya Anda sangat serius pada wanita ini. Sudah benar-benar menemukan pujaan hati rupanya. Tapi, Yamamoto-san juga memutuskan untuk segera meikah dengan orang lain. Apakah ini sebenarnya sudah kalian rencanakan dari awal?"
"Itu masalah pribadi. Haruka pun, saya kira tidak ingin mengungkit hal itu saat ini. Yang pasti, kami memang tidak berjodoh dalam pernikahan. Tapi, kami masih tetap sahabat sampai kapan pun juga," jawab Satoru lancar.
Kemudian salah seorang reporter maju, dan bertanya tetang topik yang berbeda.
"Saya melihat, desa ini sudah hampir hancur total oleh bencana. Apa yang membuat Hasegawa-san bertahan hingga dua minggu lamanya?" tanya sang Reporter.
"Penduduk desa membutuhkan bantuan, bukan hanya materil, tapi juga tenaga. Musibah ini menghancurkan tempat tinggal mereka, untuk membangunnya lagi, kami masih membutuhkan banyak orang untuk bekerja."
Seorang pemuda pemegang kamera maju, menunjukan apa yang ada dalam smartphone yang dilengkapi alat khusus pencari sinyal. Alat itu menunjukan berabagi tanggapan dari dunia luar tentang kegiatan Satoru di pulau terpencil itu.
Sang Reporter pria langsung maju, dan menujukan temuanya di muka umum. "Oh, sepetinya banyak tanggapan dari nitizen. Wah, coba lihat Tuan. Banyak orang akan datang membantu sebentar lagi. Juga sumbangan yang terkumpul semakin banyak. Ini benar-benar mukjizat baik untuk warga desa," katanya, seraya menunjukan beberapa video juga banyaknya komentar dan antusiasme masyarakat Jepang yang hendak datang untuk membantu.
Satoru tak ayal kini dapat tersenyum cerah oleh keberhasialan rencananya. Walau mungkin ia harus ikhlas menanggapi ocehan orang tuanya ketika ia kembali. "Iya, saya sangat berterimakasih pada semua pihak yang bersedia membantu dengan suka rela," katanya mengakhiri.
Nagisa yang mihat senyum palsu Satoru. Menyadari, bahwa kini saatnya ia harus berkemas untuk pulang ke Tokyo lagi.
--------------cup.chocochip----------------
"Jadi ini yang kau janjikan pada Tagame?" cetus Satoru, menyelingi kalimatnya dengan tawa yang mengejek.
Nagisa mengerucutkan bibirnya. Kemudian bersedu-sedan menyesali nasib. Nagisa mengenakan gaun merah muda berbahan sutra. Berkerah V line terbuka, dengan panjang rok selutut. Perut buncit hamil 8 bulannya jelas terlihat, juga meke up yang menghias ayu parasnya yang kini jauh dari kata tomboy.
"Uh ... aku sangat malu sekali. Menjadi penabur bunga di usiaku ini, dan sedang mengandung besar pula." Nagisa menutupi wajahnya dengan ke dua telapak tangan.
Nagisa tidak sama sekali menjanjikan pernikahan pada Tagame, tapi malah Tagame meminta Nagisa untuk menjadi gadis penabur bunga di pernikahan si Pria.
"Em ... coba aku lihat." Satoru memutar tubuh Nagisa untuk mengawasi lebih seksama.
"Apa aku terlihat aneh? Kau tahu, aku belum terbiasa dengan rok. Rasanya cukup segar di bagian bawah."
Satoru tertawa oleh pernyataan Ibu hamil di depannya. Kemudian dengan lembut mengarahkan anak rambut Nagisa menuju belakang telinga. "Ya, kau hanya perlu memakainya di acara-acara resmi. Lagi pula aku tidak memaksamu untuk mengenakannya tiap hari."
Kemudian datang seorang anak laki-laki usia tanggung, berlari dan langsung membisiki Nagisa.
"Ah, its show time," ujar Nagisa sesaat setelah menerima informasi. Ia langsung beranjak pergi menuju pintu masuk yang sudah terdapat pengantin wanita yang akan masuk menemui pasangannya.
Anak laki-laki sekitar usia dua belas sampai tiga belas tahun itu masih belum beranjak. Malah memilih duduk di kursi Nagisa dan mulai obrolan dengan Satoru.
"Aku mohon maafkan Kakakku, memaksa tunanganmu untuk menjadi penabur bunga di acara ini. Dia sebenarnya tidak ingin menikah saat kandunganya sudah menginjak delapan bulan karena malu. Tapi Tagame-san terus memaksanya, hingga akhirnya kakak menerima dengan syarat penabur bunganya haruslah wanita yang juga tengah mengandung dengan usia sama dengannya. Katanya supaya dia tidak malu sendirian," ujarnya penuh rasa bersalah.
Nagisa dan pengantin wanita sudah bergerak. Mereka berjalan dalam ritme yang sama. Sungguh sangat menghibur melihat dua wanita hamil besar yang kini berjalan di latar gereja dengan gaya anggun. Sang memepelai mengenakan gaun putih indah selutut, dan Nagisa yang senantiasa menabur bunga di belakanganya. Satoru ingin tertawa saat meihat bibir Nagisa yang masih manyun, walau ia tengah menjadi pusat perhatian.
"Tagame laki-laki yang beruntung. Aku bahkan tidak bisa meyakinkan Nagisa untuk bertunangan denganku saat ini," jawab Satoru di sela percakapan mereka yang terhenti beberapa saat yang lalu.
"Kalian belum?" tanya anak itu tidak percaya.
"Sayangnya belum." Satoru mendesah sekali setelah pernyataannya.
------------cup.chocochip-------------
Malam harinya. Dalam sebuah ballroom hotel berbintang lima yang telah didekor luar biasa. Nagisa dan Satoru telah duduk di salah satu set meja kursi yang dihias bunga aster putih, melambangkan pernikahan suci yang akan segera terselenggara.
"Dua pernikahan dalam satu hari. Aku capek sekali. Punggungku kram, dan kakiku pegal," nelangsa Nagisa yang duduk miring seraya memijat-mijat punggungnya sendiri. "Kalau bukan karena ini pernikahan Haruka dan Natsume, aku lebih memilih berbaring sambil menonton televisi," lanjutnya.
Satoru beranjak, kemudian berdiri di belakang kursi Nagisa. "Benar-benar lelah?" Satoru mulai memijat punggung Nagisa yang masih duduk di kursinya.
"Sangat. Lebih ke kiri, sedikit ke bawah. Ugh ...." Nagisa menikmati pijatan punggung yang Satoru lakukan untuknya.
Kemudian dari arah depan muncul seorang laki-laki dari kerumunan. Berjalan mendekat menemui dua orang yang menyadari keberadaanya. Lelaki berpawakan lebih tinggi satu dua senti dari Satoru, sekitar 185 cm. Alis gambrenganya terangkat sekali sebagai sapaan pada Nagisa yang menatapnya. Mata coklat gelapnya kini menatap Satoru dalam ejekan.
"Aku mengira Nagisa akan memperlakukanmu lebih mesara. Tapi kenyataannya, ia malah mengubahmu jadi babu," cercanya dengan bibir tipis berwarna coklat kemerahan yang menceletukan tawa mengejek. Kemudian menyilakkan rambut hitamnya dengan penuh gaya.
"Jangan goda dia Natsume. Bersyukurlah dia masih mau duduk menunggu di sini sampai pernikahanmu dimulai. Nagisa kelelahan karena menghadiri dua pernikahan dalam sehari," jawab Satoru, tidak membela diri.
"Hm ... benar sekali. Kalau tidak karena acaramu yang kami tunggu dari bulan lalu. Mana mungkin aku masih di sini. Ah ... di situ. Lebih kencang ... Nobi-chan." Nagisa menunjuk satu titik di punggungnya. Kemudian mendesah nikmat oleh pijatan patnernya.
"Kau tidak ingin melewatkan pernikahanku kan, Nagisa? Tahanlah sebentar, aku tidak ingin kau melewatkan janji setiaku," Natsume khawatir pada Nagisa, tapi juga tidak ingin dia pulang. Ini adalah acara bersejarah yang mungkin hanya ia alami satu kali dalam hidup. Nagisa harus di sini menyaksikan kebahagiaannya.
"Natsume. Kemari!" Nagisa berdiri, melambaikan tangan meminta Natsume untuk mendekat. Setelah Natsume berdiri di depannya, ia mulai membenahi jas pria itu dengan hati-hati, dan mengencangkan dasinya yang sedikit longgar. "Seberapa lelahnya aku hingga pergi di tengah acara pernikahan saudaraku?" ujar Nagisa, memberikan senyuman paling hangat yang ia punya.
Mereka telah tumbuh bersama di tempat yang sama. Menjadi saudara tidak sedarah namun lebih erat dibanding keponakan yang tidak ingin menampung mereka.
Natsume memeluk erat Nagisa. Menyembunyikan air mata bahagia yang sedikit menggenang di pelupuk mata.
Nagisa menepuk-nepuk punggung Natsume sembari berpesan, "jadi suami dan ayah yang baik untuk anak dan istrimu. Kita mungkin tidak punya orang tua, tapi kita punya banyak saudara, teman, dan sahabat. Juga Iruka-san yang cintanya pada anak-anak terlantar seperti kita, melebihi orang normal yang bahkan tidak bisa menjaga satu anak kandungnya."
"Doakan aku," balas Natsume setelah melepas pelukan mereka.
"Selalu," jawab Nagisa penuh keyakinan.
"Tapi Nagisa, kau salah dalam sebuah hal. Orang tuaku datang kemari."
"Hah?" cetus Nagisa tidak percaya.
"Ayahku masih hidup. Dia menitipkan aku pada Tanteku. Yang ternyata malah membuangku dan hanya menikmati uang bulanan yang diberikan oleh Ayah. Beberapa bulan yang lalu aku berusaha mencarinya bersama Haruka. Dan berhasil menemukannya," penjelasan Natsume.
"Benarkah? Wow. Syukurlah kalau begitu." Nagisa tersenyum senang.
Natsume mendekat dan mulai berbisik pada Nagisa, "Dan kau tahu, dia punya resort di hawai. Aku akan memberikan diskon bila kalian bulan madu di sana." Natsume terkikik setelah menyampaikan hal tersebut.
"Aku tidak mau diskon. Aku mau gratis," jawab Nagisa lantang. Tidak peduli bahwa Natsume tidak ingin semua orang mengetahui tawarannya.
"Dasar tukang hemat!" teriak jengkel Natsume.
"Sudah pergi sana. Temui pengantinmu." Nagisa mengusir Natsume yang masih saja betah ngobrol. Padahal Pak Pendeta sudah menatapnya penuh arti, agar segera berdiri di atas altar pernikahan.
Haruka masuk ruangan, dengan riasan simpel, rambut tersanggul rapi, dengan tudung furing putih menjuntai, gaun putih dengan banyak hiasan peramata kecil di pinggirannya menjuntai panjang. Ditemani sang Ayah yang dengan bangga menggandeng anak perempuanya yang cantik, walau dalam postur berisi khas orang hamil 6 bulan.
Setelah mencapai depan pendeta, barulah ia menyerahkan tangan yang sedari tadi ia genggam pada calon mempelai pria.
"Bagaimana caranya, orang tua Haruka langsung menyetujui pernihakan mereka?" bisik Nagisa saat Natsume mulai mengucap sumpah setia.
"Kau tidak tahu, seberapa kaya keluarga Natsume saat ini. Dia akan menjadi penerus di masa depan. Siapa yang tidak tertarik?" jawab Satoru, tidak kalah lirih.
"Wah, seperti senetron saja. Andai Ibumu semudah itu menerimaku. Mungkin aku akan bersedia menyerahkan celengan Katak-ku padanya."
Satoru hanya tertawa menjawab candaan Nagisa.
Saat pelempran bunga. Semua wanita lajang telah berbaris rapi di belakang Haruka yang hendak melempar. Kecuali Nagisa yang kini menidurkan kepalanya di atas meja. Satoru pergi sebentar mengambil minuman dingin untuknya yang semakin mengantuk. Namun tidak kunjung kembali setelah sepuluh menit lamanya.
Tiba-tiba Nagisa merasa menerima sebuah tepukan punggung. Ia menoleh, dan menemukan Haruka yang berdiri sembari menyerahkan bunga pernikahannya, hanya untuk Nagisa.
"Kenapa kau memberikannya padaku?" tanya Nagisa menerima bunga pemberian.
"Karena kau akan segera menyusul mereka." Satoru yang tiba-tiba datang dari arah belakang, menyahuti pertanyaan Nagisa dengan membawa sesuatu di tangannya.
Haruka tersenym penuh arti pada Satoru, kemudain menyingkir dengan patuh saat pria itu semakin dekat.
Satoru berlutut di depan Nagisa. Kemudian mengangkat benda serupa patung binatang kecil berwarna orange, dan berekor sembilan itu, untuk dapat terlihat lebih jelas pada lawan bicara.
"Hanazawa Nagisa, bersediakah engkau menjadi istriku?" ujarnya, tiba-tiba.
Nagisa syok. Ini bukan pertama kalinya Satoru melamar dan ia telah menolaknya berkali-kali, Nagisa menghitungnya hampir tujuh kali, belum termasuk ucapan gombal. Karena ia tidak ingin menikah saat usia kandunganya sudah 8 bulan. Itu akan memalukan. Apa lagi kondisinya yang sedari dulu dipandang sebagai seorang pria. Namun benda yang ia lihat saat ini sungguh membuatnya gugup setengah mati.
"Celengan Rubahku?" Mata Nagisa berkaca-kaca. "Di mana kau menemukannya? Aku bahkan tidak ingat untuk membawanya saat pindahan dulu."
Celengan Rubah yang merupakan harapan untuknya dapat menikah suatu hari, kini dikabulkan oleh Satoru dengan menggunakanya sebagai mahar pertunangan.
"Pecahkan," perintah Satoru sesaat setelah Nagisa menerima celengannya.
Nagisa ragu. Ia sejenak memandang berkeliling. Mendapati orang-orang tengah menetapnya penasaran. Lampu sorot bahkan kini tengah menerangi Satoru yang tengah berlutut dan dirinya yang terduduk. Sungguh menjadi hal yang sangat canggung untuk mengambil keputusan saat ini.
"Pe-cah-kan. Pe-cah-kan. Pe-cah-kan. Pe-cah-kan. Pe-cah-kan ...." Sorakan ramai para tamu akirnya pecah, saat Haruka mengkompori mereka. Para tamu kini tak ubahnya supporter yang mendukung Satoru untuk mendapatkan hati Nagisa malam ini.
Nagisa akhirnya mengalah. Ia berdiri, mengangkat celengan rubahnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras.
Pyar ....
Suara pecahnya celengan, disusul tepukan keras dari semua peserta undangan. Nagisa tertunduk malu karena semua mata yang kini terfokus padanya. Ia tidak sempat melihat tiga mawar yang ternyata ada dalam celengan yang telah ia pecahkan. Mawar biru gelap dan ungu yang mekar sempurna, dan satu lagi biru muda yang masih kuncup. Satoru menyibakkan pecahan celengan, juga mawar-mawar itu, hingga terlihat satu lagi benda yang berbentuk mawar, tapi bukan bunga. Melainkan tempat cincin.
Satoru membuka benda itu, menyuguhkan sebuah cincin sederhana dengan satu mata berlian kecil di tengahnya. Mengambilnya dengan tangan kanan untuk ia tunjukan pada Nagisa yang memandangnya takjub.
"Jadi apa kau bersedia?" tanya Satoru yang tidak sabar menerima jawaban.
"Te-ri-ma, te-ri-ma, te-ri-ma," seruan-seruan itu tak kunjung berhenti. Tetap menyerang telinga Nagisa tiada henti.
"Tentu saja," jawab Nagisa.
Semua orang bersorak bahagia.
Nagisa mendekat pada Satoru, dan berbisik tepat di telinga pria itu. "Setelah Raito lahir," lanjutnya.
Satoru tersenyum sabar. Kemudian mengecup kening dan dua pipi Nagisa dengan sayang. Hingga melanjutkanya dengan ciuman ganas untuk mengakhiri acara pinangan malam ini.
TAMAT
Akhirnya menuliskan kata ini juga. Fuh ....
Tapi masih ada EPILOG, dan diupload di cerita ini kok. Jadi jangan khawatir kehilangan moment.
Tidak ada kesan khusus saat menulis cerita ini. Selain ini adalah kisah paling romantis yang pernah aku tulis sepanjang hidup. Juga cerita paling kontrofersial karena sedikit menyimpan unsur Yaoi. wkwkwkwk ...
Aku akan membuka sesi tanya jawab dengan kalian di kolom comentar untuk saat ini.
hadi silahkan bertanya selebar-lebarnya dan sedetil-detilnya padaku tentang cerita ini. Beberpa pertanyaan yang tertampung, akan aku jawab dan tulis bersama EPILOG cerita ini.
Oh Iya, Jangan lupa ya. Memberikan dukungan pada PUTRA YAKUZA di WebComic.
Jadi dengan ini ...
Season Q&A saya buka ....
Aku tunggu komment kalian di bawah .....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top