Apa pun Dirimu 26

Chapter 26

Perjalanan

boleh vote dulu?

Terimakasih


Satoru langsung memainkan smatphonenya dan mencari lokasi tersebut dalam g-maps.

Pulau Mitsushima adalah pulau dengan jumlah penduduk hanya 300 jiwa yang hampir 70% terdiri atas perempuan. Dalam satu tahun ini telah dikunjungi tsunami sebanyak dua kali. Pemerintah sudah terkesan tutup mata pada tempat itu. Maka beberapa relawan yang ingin membantu para korban untuk membangun pulau tersebut tela berangkat seminggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 27 Januari ....

"Tepat sekali," ujar Satoru dalam kemenangan. Tanggal itu adalah dua hari sejak kepergian Nagisa dari rumah. Ada kesempatan bagi Satoru untuk menemukan di mana Nagisa, dan itu adalah pulau kecil yang akan segera menjadi tujuannya pergi. Lalu dia bergegas mencari CP yang dapat ia hubungi untuk membuktikan kepastian keberadaan Nagisa dalam anggota tim relawan.

"Hallo, apa benar ini Mitsushima no Tomo call center?"

"Iya, ada yang bisa saya bantu," kata suara wanita di sebrang

"O iya. Nama saya Hasegawa Satoru. Sebenarnya saudara saya ada yang telah berpartisipasi dalam kegiatan volentir. Tapi hari ini ada kabar duka untuknya. Ayah dan Ibunya meninggal dalam kecelakaan mobil. Dapatkah anda menyampaikan kabar ini padanya?" Satoru mengatakan kebenaran yang lampau untuk mengecoh lawan bicara.

"Ah, saya turut berduaka cita. Saya paham akan situasi para volentir yang tidak dapat menggunakan ponsel mereka oleh kendala sinyal di pulau itu. Saya akan segera menyampaikanya lewat surat yang mungkin akan sampai tiga hari mendatang. Boleh Anda memberitahu nama saudara Anda?"

"Hanazawa Nagisa."

"Oh iya. Baik, Tuan Hanzawa telah berangkat dua minggu yang lalu. Saya akan segera menyampikan kabar duka tentang—"

Setelah mendapat persetujuan tetang kebenaran di mana Nagisa, Satoru bahkan tidak tertarik untuk mendengar apa pun lagi.

"Maaf, Nona. Boleh saya menyampaikan sendiri kabar ini padanya?" cetus Satoru dalam kebahagiaan memuncak.

"Maaf, tapi itu maustahil. Tidak ada telephone kabel ataupun sinyal—"

"Kalau begitu, apa saya bisa menggunakan helikopter pribadi untuk sampai di sana?" Satoru menyela dengan tidak sabar.

'Orang kaya,' celetuk si Wanita dalam hati.

"Tentu bisa. Namun karena kondidisi angin kencang di beberapa titik yang akan dilalaui, saya lebih menyerankan untuk menggunakan jalur laut saja."

"Kalu begitu, saya akan ikut program volentir Anda."

"Baik.Kalau begitu Satoru-san hanya perlu mengujungi website kami dan mendaftar di sana. Jadwal keberangkatan akan diusahakan satu bulan setelah pendaftaran."

"Itu terlalu lama," ujar Satoru tidak sabar. Kemudian mengecek web site mereka lewat leptopnya.

"Maka dari itu, saya menyarankan Tuan untuk memberitahukanya via surat saja," kata Wanita itu sedikit jengkel dengan kelakuan kostemernya.

"Dalam web kalian dituliskan ada jadwal keberangkatan untuk besok. Apa saya bisa bergabung dengan mereka?" desak Satoru masih tidak mau menyerah.

"Tidak akan bisa Tuan. Prosedurnya tidak semudah itu. Mereka yang berangkat besok, telah mendaftar jauh-jauh hari."

"Saya akan membayar berapa pun."

"Tidak bisa Tuan."

"Saya akan menjadi donatur tetap. Perusahaan Hazegawa Corp akan menjadi donatur tetap dalam kegiatan ini. Apa masih tidak tertarik?" Jurus terakhir Satoru yang langsung membungkam si Wanita dalam sekejab.

Setelah itu perbincangan mereka terhenti sejenak. Si wanita terdengar berteriak keras pada managernya. Setelah perbincangan bisnis dengan Manager pengelola acara amal, akhirnya Satoru mendapat persetujuan untuk dapat berangkat besok.

Setelah meletakan smartponenya di atas nakas, Satoru melemparkan diri di atas kasur dan tersenyum bahagia oleh apa yang baru saja ia lakukan untuk menemui Nagisa. Ia sudah tidak sabar untuk dapat melihatnya, memeluknya, ataupun mencium Nagisanya. Semua indra perasa telah kembali, ia kini merasa lapar, tidak sabar untuk besok, juga perih pada telapak tangan yang tadi terluka. Semuanya telah kembali semula.

Setelah cintanya masih memancarkan harapan, maka semangat hidupnya pun ikut kembali.

Namun Satoru masih belum bisa bernapas lega, ia harus membereskan hal-hal kantor terlebih dahulu. Ini akan sangat merepotkan untuk menunda semua rapat atas namanya, dan menggantinya dengan lain hari. Tetapi apa yang mampu ia lakukan selain ini. Sejak kapan dirinya menjadi sebegitu tidak rasional? Ia rasa, sejak cinta merampas otak dan jiwanya.

Sempat bersitegang dengan Nohara –sekertarisnya— mengenai seberapa tidak kompeten dirinya terhadap tugas. Namun sebagai direktur, tetap saja Satoru yang menang, dan membuat Naohara harus bekerja maksimal untuk menangani pembatalan rapat-rapat munggu ini. Kalau sehari-dua hari mungkin baik-baik saja. Namun pembatalan ini berlangsung sampai seminggu, bagaimana Nohara tidak mengis dibuatnya.

Selesai dengan tugasnya sebagai direktur, kali ini tugasnya sebagai seorang anak. Memberi tahu ibunya tentang kepergianya.

"Ibu aku minta restumu," lagi-lagi Satoru menggunakan kalimat pamungkas.

"Berapa kali sudah kau mengatakanya. Apa lagi sekarang?" jawab Naomi seperti telah mengerti ada maksud lain saat Anaknya menelepon tiba-tiba.

"Tolong gantikan posisiku di perusahaan selama seminggu," ujar Satoru, to the point.

"Kau benar-benar ingin pergi selama itu untuk mengejarnya?"

"Ibu telah berjanji untuk memberikan restu," ancamnya.

Naomi sejenak terdiam untuk berpikir.

"Baiklah, satu minggu. Tidak lebih. Aku akan menangani masalah-masalah daruratnya saja. Kalau sampai satu minggu kau tidak kembali. Cari tahu sendiri sebagaimana mengenaskan kondisi perusaanmu nanti."

Setelah keberhasilan bertubi-tubi yang ia alami, solah langit telah merestui. Satoru langsung mengepak semua perbekalan dalam satu koper besar. Sebelum itu pihak penyelenggara juga telah menghubunginya untuk segera mengisi formulir pendaftaran dan kelengkapan lain. Semua urusan selesai dalam waktu yang tergolong cepat. Tiket maupun karcis yang dibutuhkan telah dikonfirasi atas namanya. Waktu telah sangat larut dan hitam telah menyelimuti langit.

Saat sebuah panggilan masuk di smartphonenya.

"Hallo Haruka. Ada apa?"

"Kenapa kau tidak kunjung mengangkatnya? Aku sudah menghubungimu 20 kali," ujar suara jengkel di sebrang.

"Aku sibuk mengurusi keberangkatanku. Aku akan ke Mitsushima untuk menjemput Nagisa."

"Kau telah menemukannya?"

"Iya, dan aku akan berangkat besok."

"Wah ... secepat itu?"

"Iya maaf, Tapi aku pastikan, aku akan kembali seminggu lagi untuk menikahimu," jawab Satoru dengan santainya.

"Kau gila? Kau ingin setelah pulang membawa cinta Nagisa bersamamu, lalu dengan seenaknya menikahiku? Aku benar-benar tidak paham dengan otakmu!" bahkan Haruka telah tidak tidak tahan dengan prinsip yang Satoru bawa.

"Itu hanya pernikahan. Bukanlah hal besar. Aku yakin Nagisa akan menerima setelah aku memberikan penjelasan."

"Tidak perlu! Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak paham apa itu pernikahan. Lupakan perjanjian kita. Kau tinggal fokus menemukan Nagisa saja."

"Kau bersungguh-sungguh?"

"Tentu saja," jawab Haruka terlapau cepat.

"Tidak mungkin begitu. Apa mungkin karena Natsume telah kembali?"

"Kalu sudah tahu, kenapa bertanya. Kami akan segera menikah. Sebulan lagi, kau dan Nagisa harus sudah kembali untuk menghadiri upacara pernikahan kami."

"Kalau begitu syukurlah." Satoru tersenyum lega seraya mengempaskan diri di atas kasur.

"Dan kalian harus segera menyusul kami."

"Itu tidak penting, yang paling penting sekarang adalah menemukan Nagisa,"

"Satoru! Aku mohon pikirkan baik-baik. Pernikahan tidak sesepele yang kau pikirkan!" Haruka langsung memotong perkataan Satoru. Mencoba untuk menyadarkan pria gila itu.

"Ok, ok. Aku mengerti. Selamat untuk kalian berdua. Aku harus berkemas, sampai jumpa." Satoru menutup teleponnya dengan tanpa persetujuan Haruka. Kemudian memiringkan diri saat masih dalam poisi tidur. Melihat jam digital yang menunjukan pukul 23.05 menjelang dini hari.

Satoru sudah sangat tidak sabar untuk menanti esok. Tujuh jam menuju waktu keberangkatan. Seolah menunggu berbulan-bulan baginya. Karena ia akan segera bertemu Nagisa. Cintanya.

______

Hari yang ditunggu tiba. Satoru mengangkat koper menuju bagasi mobil. Sebelum sebuah panggilan berkali-kali mencapai telinga.

"Satoru-sama, Satoru-sama. Tunggu sebentar. Ini." Tori berlari, dan membawakan sekantong penuh makanan instan dan camilan ringan. "Saya tidak mau tuan kelaparan," tukasnya penuh perhatian.

"Terimakasih Tori. Jaga rumah selama aku pergi."

Kata-kata itu mengakhiri percakapan mereka. Satoru melaju cepat mengendarai mobil, menuju tempat perjanjian berkumpulnya para volentir, yaitu di depan pelabuhan tempat mereka akan naik kapal.

Perjalanan panjang menuju daerah paling ujung dari pulau Jepang yang hampir berdekatan dengan korea selatan. Satu-satunya akses yang mampu menempuh pulau terpencil itu hanya kapal fery, dan itu juga harus oper dua kali. Pertama dia harus menuju pulau Tsushima, dan dari sana ia akan menaiki kapal lagi yang menuju Mitsushima menggunakan perahu nelayan.

Satoru menurunkan barang bawaan yang berat dari dalam bagasi, dan mensyukuri banyakanya makan yang dibawakan Tori. Karena di daerah ini tidak ia temukan minimarket atau pun toko makanan siap saji.

Satoru berkenalan dengan peserta volentir lain yang kebanyakan adalah mahasiswa tingkat akhir. Sebagai kelengkapan untuk dapat memenuhi persyaratan melamar kerja, kebanyakan mahasiswa setidaknya harus pernah mengikuti program kemanusiaan sesekali. Maka itu dengan terpaksa mereka menempuh kegiatan ini untuk kemududahan saat menerjunkan diri di masyarakat. Itu pun juga pernah di alami Nagisa dan Satoru pada masanya.

Satoru duduk di dermaga, mengeluarkan beberapa bungkus biskuit dari dalam tas, kemdian memakannya sambil menikmati empasan angin asin air laut. Mengawasi pemandangan lebar hamparan air biru di depanya. Membuat persaanya damai seketika.

Kapal telah datang. Satoru membawa barang-barangnya untuk masuk dalam kapal besar itu bersama rombongan.

Mereka sampai pada pulau pertama, Tsushima. Pulau Tsushima adalah pulau kecil yang dapat dikelilingi hanya dalam waktu 6 jam. Mereka akan menempuh perjalanan darat untuk mencapai ujung pulau. Dan selanjutnya meneruskan perjalanan dengan jaur laut lagi.

Tiga jam perjalanan menggunakan bus mini, dengan pemandangan penuh dengan tumbuh-tumbuhan yang berwarna orange musim gugur. Satoru membuka jendela bus mini yang mereka kendarai lebar-lebar. Mengawasi teman-teman seperjalanan yang berjumlah 5 orang termasuk dirinya.

Jalan yang belum asapal membuat kendaraan berguncang ke sana ke mari. Kano, mahasiswa tahun ketiga, salah satu orang yang Satoru anggap paling ceria di antara mereka, kini tengah bernyanyi sambil memetik gitar yang sengaja ia bawa dari rumah. Menikmati musik saat perjalanan, juga para rombongan yang ikut bernyanyi bersama, sungguh sangat nikmat bagi semua. Namun, satu hal yang hanya mampu terpikir di benak Satoru, berapa lama lagi ia harus menunggu untuk dapat berjumpa dengan Nagisa?

Bersambung ....

Vote + Comment ....

Diskonan Cerita Sepesial Tahun Baru

Up Date Apa pun Dirimu

Kamis, 21-12-2017: Chap 27 (asal vote chap 26 mencapai 180).

Sabtu, 23-12-2017: Chap 28 (asal vote chap 27 mencapai 190).

 Up Date Putra Yakuza

Rabu, 20-12-2017: Chap 12 part 1 (asal vote chap 11 part 2 mencapai 350).

Jumat, 22-12-2017: Chap 12 part 2 (asal vote chap 12 part 1 mencapai 350).     

Terimakasih sudah membaca.

Vote + Komment ya ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top