Apa pun Dirimu 15
Bagian 15
Egois
Pagi hari, saat awan hitam tengah melintas di atas langit Shibuya. Sebuah hotel elit yang menjadi persinggahan Haruka untuk tidur kemarin malam, masih terlalu sepi karena si pemilik kamar yang tertidur nyenyak. Tubuhnya yang polos hanya ditutupi oleh sebuah bedcover putih yang sudah tidak beraturan. Juga pose tidur yang cukup buruk untuk ukuran seorang yang sangat menjaga penampilan seperti dirinya.
Haruka terbangun oleh sebuah deringan suara smartphone. Ia menggeram malas, merasa terusik saat tengah beristirahat. Sebelum dengan kejengahan yang luar biasa mencoba mengambil smartphonenya dari atas nakas.
"Hallo," kata Haruka masih memejamkan mata.
Si penelfon langsung menjabarkan panjang lebar tentang apa yang ingin ia sampaikan. Yang membuat Haruka mencoba menautkan alisnya menjadi satu.
"Baik, aku akan segera ke sana dalam 30 menit," kata Haruka singkat dan langsung menutup telfonnya.
Haruka mengumpulkan seluruh tenaga untuk duduk di atas tempat tidur. Kemarin adalah hari yang melelahkan. Jadwal yang sangat padat dan menekan, membuatnya tak dapat bersantai, walau hanya sekedar untuk mengagumi betapa modis gaya para remaja sibuya. Ia sibuk menghadiri beberapa pembukaan tempat-tempat baru yang bekerja sama dengannya. Atau mendatangi klien-klien penting pemegang saham tinggi dalam perusahaan. Sungguh, hari-hari membosankan itu telah kembali.
Haruka terbangun dengan merasakan sedikit pusing saat hendak berdiri. Tapi terabaikan oleh jadwal tambahan yang baru saja dijelaskan sekertarisnya.
Sekertaris barunya. Tidak ada Natsume, tidak ada kesenangan, tidak ada tolernasi keterlambatan. Memikirkanya saja sudah membuat Haruka mendesah pasrah. Sekertarisnya kali ini menurutnya sangat cerewet dan suka mengatur. Sangat berbeda dengan sekertarisnya dulu, yang selalu dapat ia andalkan ketika ia merasa keberatan akan suatu hal. Kemudian dia akan membereskanya dengan sangat cekatan dan rapi.
Haruka bersiap-siap dengan sangat cepat, memakai setelan baju desainer terkenal yang telah ia persiapkan dari sejak keberangkatan, mengambil tas, kemudian langsung pergi meninggalkan kamar untuk menuju lobi hotel. Tidak menunggu terlalu lama hingga ia beranjak kembali menuju pintu depan hotel dan menaiki mobil volvo miliknya yang telah berisi si sekertaris yang juga menjadi supir untuknya hari ini.
"Pakailah meke up anda Nona. Anda terlihat pucat tanpa riasan," kata sang sekertaris menatap wajah Haruka dengan cermin spion tengah saat mereka berada di tengah perjalanan.
Haruka tidak menjawab perkataan itu, memilih mengambil alat make upnya dalam tas dan mulai mendandani wajahnya yang memang terlihat lebih pucat dari bisa. Ia mengoleskan sedikit bedak, blash on, maskara, dan lipstik merah menyala. Menyamarkan dengan sempurna tampilan wajah tak berwana yang ia perlihatkan beberapa saat yang lalu hanya dengan alat-alat make up sederhana.
Sampai pada tempat yang dituju, Haruka mulai merasa risih kembali saat menemukan kerumunan wartawan yang telah menunggunya di depan pintu.
"Tidak apa-apa Nona, saya akan mencoba sekuat tenaga untuk melindugi anda sampai tiba di dalam," sekertaris Haruka yang bernama Shota itu mencoba meyakinkan.
Haruka tidak perduli. Ia membuka pintu mobilnya lebar-lebar dan keluar dari mobil dengan gerakan elegan nan santai. Tapi tidak berlangsung lama karena pusing yang mengunjunginya tadi pagi, mendadak datang kembali.
Melihat kedatangan orang yang telah mereka harapkan dari beberapa jam yang lalu, para wartawan langsung berlari menemui Haruka, seperrti sekawanan lalat yang menemukan bangkai segar dihadapan mereka.
"Yamamoto-san ijinkan kami bertanya beberapa hal mengenai kerja sama anda dengan Yamaguchi-san,"
"Bisakah anda menceritakan mengenai rumor hubungan anda dengan Natsume-san,"
"Yamamoto-san..."
Haruka hanya bergeming dalam posisi. Merasakan kepalanya bertambah berat setelah melihat kerumunan besar dan riuh di depanya.
"Nona, ayo kita segera masuk!" kata sekertaris yang kini telah berada di samping Haruka, mencoba sekuat tenaga untuk melindungi tubuh majikanya dari dorongan para wartawan yang semakin beringas.
Haruka tidak dapat lebih fokus dari beberapa saat yang lalu. Suara para wartawan kini mulai terdengar sayup-sayup di telinganya, dan pandangan mata yang juga berputar memusingkan. Kemudian hal terakhir yang dapat ia rasakan adalah saat lututnya tiba-tiba telah bertumpu pada tanah, dan badanya telah rebah ke lantai dengan keras. Hingga semuanya berubah gelap dan otaknya tak dapat merespon atau pun merekam kejadian apa yang selanjutnya terjadi.
.
............Cupchocochip.............
.
"Hallo," suara Satoru saat menerima sebuah telfon dari seseorang sampai pada telinga Nagisa yang kini sedang memakan sarapanya.
"Bagaimana keadaanya?" nada lebih tinggi dan syarat akan kecemasan membuat Nagisa menghentikan kegiatan makannya dan menatap Satoru lebih serius.
"Baiklah, saya akan segera ke sana. Tolong jaga dia sampai saya datang." Satoru menutup telfon.
"Nagisa, maafkan aku. Aku tidak dapat menemanimu cek up hari ini," kata Satoru seraya mengelap bibirnya dengan serbet yang tersedia, kemudian berdiri dari tempat duduk, untuk meninggalkan sarapanya yang hampir utuh.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" Kalau Nagisa ingin egois mungkin ia akan menuntut pertanyaan 'kenapa Satoru membatalkan janji' tapi ia tidak setega itu membebani sahabatnya yang gelisah.
"Haruka pingsan saat akan menghadiri peresmian bar club di Shibuya, dan saat ini dia dalam perjalanan menggunakan Helikopter untuk menuju rumah sakit Yamaita di Tokyo,"
"Aku ikut denganmu," kata Nagisa membuat langkah Satoru yang akan meninggalkan ruang makan terhenti.
"Habiskan dulu sarapanmu. Kau akan cek up disana bukan? Setelah cek up mu selesai, kau bisa menyusul kami," Satoru langsung pergi setelah mengatakannya.
Nagisa menghadap sarapanya dengan tidak nafsu. Ia tentu cemas pada Haruka, itu pasti. Tapi dia juga jengah pada perhatian Satoru yang kini tidak hanya tertuju padanya. Bagaimana pun dirinya juga manusia, bukan malaikat yang hanya dapat berfikiran positif setiap saat. Mungkin hari ini hatinya lebih mencondongakan diri pada sikap serakah untuk terus bersama dan memiliki Satoru. Hanya saja itu tidak akan pernah terwujud selama Haruka ada di antara mereka.
"Terbalik Nagisa," katanya pada diri sendiri.
Hubungan Satoru dan Haruka akan baik-baik saja tanpa keberadaan diriya. Nagisa lah yang patut disalahkan apabila terjadi suatu prahara dalam hubungan mereka. Karena dialah orang ketiga.
.
--------------------Cupchocochip------------------
.
"Trimakasih Asami," Nagisa keluar dari dalam mobil yang berhenti tepat di depan Rumah Sakit Yamaita.
"Nagisa-sama bisa menelfon saya saat selesai cek up. Saya akan segera menjemput Anda di depan rumah sakit," kata Asami dari kursi kemudi.
"Tidak perlu, aku akan sedikt lebih lama disini. Aku ingin mengunjungi Haruka dan langsung ke pantiasuhan," penjelasan Nagisa.
"Tapi Tuan Satoru yang memerintahkan sendiri pada saya untuk mengantarkan anda kemanapun tujuannya."
Nagisa diam sebentar, untuk mencermati perkataan Asami. Sebelum mengemukakan elakan.
"Dia harusnya tidak melakukan itu. Aku hanya seoranng Hanazawa, bukan Ny. Hazasegawa," kata Nagisa dalam bisikan, tapi masih dapat didengar oleh Asami. "Pulanglah Asami. Aku akan mengatakan pada Satoru bahwa aku yang menyuruhmu pulang. Kau tidak perlu cemas," Nagisa meninggalkan Asami.
Perasaanya sungguh tidak baik saat ini. Ia sedang ingin marah, membentak, menendang, dan menggigit seseorang, tapi tidak tahu harus ia lapiaskan pada siapa.
Asami yang melihat kepergian Nagisa, segera keluar dari mobil dan menemuinya.
"Nagisa-sama, maaf sebelumnya. Bolehkan saya menemani anda cek up hari ini?" pintanya setelah tepat berada di depan Nagisa.
.
--------------------Cupchocochip------------------
.
Asami berperawakan tinggi tegap, rambut hitam kemerahan berduri, mata tegas berwara coklat gelap dengan alis tebal yang terlihat bertaut. Memandang depan dalam langkah besar menuju tempat pemeriksaan Nagisa yang telah di jelaskan oleh petugas informasi.
Setelah menerima persetujuan Nagisa untuk menemaninya cek up, Asami meminta Nagisa untuk menunggu sebentar di ruang tunggu sementara dirinya memarkin mobil. Tapi sesudah melaksanakan tugasnya, ia tidak menemukan Nagisa di tepat perjanjian awal. Hingga ia harus bertanya pada bagian informasi di mana ruang periksaan kandungan VVIP berada untuk segera menyusulnya.
Asami berhasil menemukan Nagisa yang kini tengah menanti giliran cek up.Menggunakan kaos putih panjang dengan celana legin hitam, dan pada rambutnya terdapat sebuah japit kecil dengan haisan kelinci putih. Hanya dengan benda kecil yang terikat di rambut itu, tidak ada orang dalam rumah sakit yang akan merakukan statusnya sebagai wanita. Tentu juga karena wajah yang lebih tergolong cantik, walau kini lebih terlihat murung dan tertekan.
Dua bulan ini dirinya mulai dapat mengakrabkan diri dengan Nagisa, dan tidak pernah ia melihatnya depresi seperti saat ini. Tentu saja ini terjadi semenjak tunangan majikannya pulang.
Asami hendak bergerak menuju tempat Nagisa duduk, ketika yang dituju malah berdiri dan masuk dalam ruangan pemeriksaan. Maka Asami memilih menunggu dan duduk di kursi tunggu, bersama para pasien yang kini mungkin berbisik tentang seorang pria berjas yang datang sendiri pada bagian pemeriksaan kandungan. Tapi sayanganya Asami bukanlah orang yang mudah perduli dengan pendapat orang lain. Ia masih memilih sibuk dengan pemikiranya tentang sahabat majikannya.
Asami tidak mengerti masalah apa yang sesungguhnya terjadi, tapi ia tahu seberapa rumit hubungan mereka bertiga. Sebagai salah satu pelayan kepercayaan keluarga Hasegawa, ia dilarang berbicara perihal urusan rumah tangga dan masalah yang terjadi di dalmnya. Tapi ia tetap saja mengerti apa yang sedang terjadi walau hanya potongan-potongan saja. Karena mau tidak mau, ia lah salah satu saksi yang menyaksikan seberapa ganjil hubungan yang telah terjalin antara majikannya, Satoru dan sahabatnya, Nagisa.
Masih terekam jelas di otaknya, detik-detik saat Nagisa harus dibawa kerumah sakit setelah terkurung dalam gudang sempit bersama salah satu muridnya. Seberapa cemas Tuannya saat merangkul tubuh tak bergerak Nagisa. Seolah-olah takut tubuh itu lenyap tak bersisa tiba-tiba. Betapa merah mata yang selalu jernih seolah tengah membendung tangis, dengan jelas menujukan kelemahan akan kekalahannya melawan takdir. Merintih dan memohon untuk keselamatan Nagisa sekaligus anaknya.
Ya, seharusnya tidak terjadi, tanggal pernikahan yang diucapkan sendiri dari mulut tuannya Satoru. Setelah semua yang terjadi, semua yang mereka alami. Tapi sekali lagi, ia tidak dapat menebak alasan Satoru menikahi tunangannya Haruka. Walau mungkin ia juga pernah mengetahui kemesraan antara keduanya. Tapi itu tidak pernah sedalam dan sekuat hubungan antara majikannya dengan Nagisa.
Apakah seharusnya mereka bersama? Terlepas dari gender tidak jelas milik Nagisa. Setidaknya ia dapat mengandung, tapi hanya dengan hal itu mampukah membuatnya di terima dalam keluarga Hasegawa yang terhormat?
Tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan itu selain sang waktu.
.
--------------------Cupchocochip------------------
.
"Laki-laki," kata Dokter Ito pada Nagisa. Sambil mengarahkan alat USG pada perut buncit Nagisa.
Nagisa tersenyum senang saat keingiannya untuk memiliki anak laki-laki yang akan diberi nama Raito akan segera terwujud. Tapi sayangnya ia tidak merasa sebahagia seperti yang ia bayangkan, karena Ia berharap menerima kabar ini dalam kondisi tidak sendiri. Dan hal ini menciptakan sebuah pemikiran negative lain dalam benak Nagisa.
"Apa itu sudah final dok? Saya takut ia membawa gen iterseksual saya,"
"Belum bisa dipastikan sampai kau mencapai usia kandungan ke tujuh bulan," kata Dokter tak yakin. "Tapi untuk perkembangan janin sudah sesuai usia. Berat badanmu juga sudah termasuk baik. Hanya saja tekakan darahmu sedikit lebih tinggi. Apa kau sedang banyak pikiran saat ini? Kau ingin bercerita padaku?"
Doker Ito membersihkan sisa gel di perut Nagisa dengan tisyu seusai melakukan pemeriksaan USG.
"Tidak ada dok, tidak ada apa-apa," Kata Nagsia tidak berani menatap Dokter di depanya.
Dokter Ito membantu Nagisa turun dari tempat pemeriksaan untuk menuju mejanya. Saat ini mereka telah berhadap-hadapan dengan meja kerja Dokter Ito sebagai pembatas.
"Aku sungguh mewanti-wanti padamu, untuk tidak terlalu stres saat usia kandunganmu mencapai trimester dua,"
Nagisa memaksa diri tersenyum untuk meyakinkan Dokter, dan dirinya sendiri.
"Saya baik-baik saja dokter. Semuanya baik-baik saja, baik saya maupun anak saya."
"Kau mengatakan akan mengajak Hasegawa-sama untuk kunjungan kali," Pertanyaan terlakir Dokter Ito menbuat senyuman palsu Nagisa hilang dalam sekejap.
"Dia ada urusan," kataanya singkat.
"Kau setres bukan karena masalahmu dengan Tuan Hasegawa kan?"
"Saya tidak stress Dok! Bisakah kita mengakhiri pemeriksaan kali ini?" Ngaisa hendak menteng tasnya dan berdiri, sebelum Dokter Ito memulai lagi.
"Tunggulah sebentar. Kau tidak ingin mengambil hasil foto USG-mu?"
"Nagisa terdiam, enggan untuk berdebat lebih lanjut dengan dokter di depannya. Setelah menimbang sebentar, akhirnya ia memutuskan untuk duduk di kursinya kembali.
"Nagisa ... Tuan Hesegawa memintaku secara langsung untuk selalu memantau keadaanmu," pintanya seraya memohon pengertian Nagisa pada posisinya saat ini.
"Kalau begitu anda hanya perlu mengatakan bahwa saya baik-baik saja."
"Kau sedang setres Nagisa,"
"Anda hanya perlu sedikit berbohong. Yang saya tahu rumah sakit ini menjamin privasi pasiennya dengan sangat baik. Satoru—" Nagisa menelan ludah sebelum melanjutkan, "saya bukan siapa-siapa baginya. Hak saya untuk menentukan, ingin memberitahukan kondisi saya padanya atau tidak,"
Dokter Ito sejenak menimbang pernyataan Nagisa. Pasienya itu berkata benar, Ia tidak berhak membeberkan kondisi pasien selain pada keluarganya. Dan Satoru tidak termasuk dalam kategori mana pun untuk menjadi yang layak mengetahui.
"Ini, aku menulis resep vitamin lagi, juga untuk sementara waktu jangan meminum penambah darahmu." menyerahkan sebuah resep dan sebuah kartu nama pada Nagisa. "Hubungi aku saat kau sudah ingin bercerita," imbuhnya.
"Baik, terimakasih." Nagisa menerima resepnya dan segera keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa. Takut akan ada pernyataan atau pertanyaan lain dari Dokter di depanya. Sedangkan suasana hatinya saat ini sangat tidak baik untuk diajak bercakap-cakap riang walau hanya untuk membahas cuaca.
.
Bersambung ....
.
Bingung peran Asami di sini? Jawabanya minggu depan ...
Eh ... Chapter depan.
Masih lama ini sampai tamat, yang sabar ya semua.
Semoga kalian tidak jenuh menunggu keterlambatan up dateku.
Akhir kata:
Maaf ya ... Mohon Maaf lahir batin untuk semua ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top