Apa pun Dirimu 10
Bagian 10
Sangkalan
"Jangan harap aku akan mengikuti permainanmu Hasegawa Satoru. Kalau kau tidak bersedia memeliharanya, maka aku akan melakukanya sendiri!"
Segera setelah mengatakan hal tersebut, Nagisa memutuskan langsung pergi meninggalkan Satoru untuk menuju pintu keluar kediaman Hasegawa.
Ia berjalan cepat tanpa menoleh kebelakang sekalipun. Satoru yang baru sadar akan kegagalan rencanannya, langsung bangkit dari kursi dan mengejar Nagisa.
"Nagisa, kau mau ke mana? Ini sudah jam 10 malam." Satoru mencoba mengimbangi langkah Nagisa sambil mempertahankan jarak aman.
"Kenapa? Kau bisa kembali ke rumahmu dan tidur. Kalau kau tidak mau merima Tama-chan dirumahmu. Aku akan menemani Tama tidur di luar." Nagisa berjalan lebih cepat menuju keluar gerbang kediaman Hasegawa.
"Ayolah, Nagisa. Kau sedang hamil, tidak baik tidur di luar. Ayo, kembali kedalam! Kita bisa membicarakannya baik-baik." Nego Satoru, mencoba membujuk Nagisa.
"Kalau begitu aku akan pergi ke panti asuhan," katanya singkat, membuka gerbang besi di depanya, untuk keluar dari lingkup kediaman Hasegawa.
"Kau bahkan tidak membawa uang sepeser pun, Nagisa!" Satoru yang masih mempertahankan jarak aman dengan Nagisa, tidak dapat melakukan banyak hal untuk menghentikannya.
"Aku akan pergi, walau harus merangkak sekali pun," kata Nagisa pemuh penekanan.
Sejenak Nagisa mengawasi jalan di depanya. Suasana jalan pada kawasan elit tempat tinggal Satoru cukup lenggang. Bahkan jarang ditemui kendaraan umum yang melintas. Dengan satu kali helaan napas, akhirnya Nagisa mantap melanjutkan perjalanan.
"Kau gila! Dia hanya seekor kucing tidak berguna, Nagisa," kata Satoru yang masih mengikuti Nagisa dari belakang.
Tiba-tiba Nagisa menghentikan langkah. Satoru yang terkejut dengan tindakan Nagisa, berhasil berhenti tepat sebelum ia mencapai jarak tiga meter.
Nagisa terdiam sejenak di posisi masih membelakangi Satoru. Lagi-lagi merasa tersakiti oleh kata-kata yang sebenarnya tidak ditunjukan padanya.
"Lalu, kau anggap aku apa Satoru? Aku juga sama tidak bergunanya dengan kucing ini. Aku laki-laki 24 tahun yang sehat jasmani dan rohani. Tapi tidak bekerja dan berpenghasilan. Aku merasa seperti benalu yang menumpang hidup padamu. Aku merasa seperti pengemis yang meminta tanpa dapat memberi."
Nagisa tidak dapat membendungnya lagi. Air mata itu kembali lagi. Perasaan jengah yang ia tahan beberapa bulan ini. Mendapati ketidakberdayaan dirinya. Satu hal yang selama ini tidak ingin ia perlihatkan pada Satoru, kali ini secara terang-terangan ia tunjukan.
Sisi wanita yang selama ini ia tolak, kini telah menjadi bagian dari hidupnya.
"Nagisa, kau tidak perlu menjadi berguna untuk dapat berarti. Aku menerimamu apa adanya. Apa pun Dirimu," kata Satoru dalam ketulusan.
"Tapi akalku menolaknya, Satoru!" Nagisa berbalik. Ia ingin menatap Satoru dan menyatakan perasaanya. Hingga laki-laki itu mengerti. "Apakah kau masih tidak mengerti? Aku tidak menerima kondisiku. Aku ingin bekerja. Aku ingin berguna bagi seseorang. Saat aku mendengar ada seseorang yang membutuhkanku. Aku sangat senang. Aku merasa masih dapat berguna bagi orang lain, walau dalam kondisiku saat ini. Aku ingin menjadi yang dibutuhkan, bukan hanya menjadi orang yang membutuhkan!" Nagisa menagis, ingin pria itu mengerti perasaannya. Karena segala perhatian yang selama ini Satoru berikan, adalah sebuah beban bagi Nagisa.
Satoru kaget dengan pemandangan yang ia saksikan. Berkali-kali dia berjanji pada dirinya untuk tidak membuat Nagisa menagis. Berkali-kali pula ia melanggarnya. Satoru tahu siapa Nagisanya. Seorang pekerja keras yang akan melakukan segala hal untuk mencapai tujuan. Tak pernah sekalipun Satoru meremehkan Nagisa. Tapi kali ini Ia teralu khawatir dengan kondisi ibu hamil itu dan melupakan siapa Nagisa dan perasaannya. Ia menyesali tindakannya yang membuat Nagisa tertekan.
Satoru melangkah. Membebaskan jarak antara mereka. Mendekati Nagisa yang saat ini masih berdiri di hadapannya. Ia melepas jasnya dan memakaikanya pada Nagisa.
Nagisa kaget ketika mendapati Satoru telah berdiri tepat di depan matanya. Ia memandang pria itu dengan mata bulat sempurna oleh keterkejutan, dan segera mendapat kesimpulan.
Satoru telah melanggar perjanjian mereka.
"Baiklah, aku menyerah. Kau boleh bekerja di panti asuhan mulai besok." katanya singkat.
Nagisa memandang tidak percaya dengan apa yang baru saja Satoru katakan. Ia hanya diam tanpa bisa menyembunyikan keheranan.
"Ayo pulang. Disini dingin." Satoru mengambil tangan Nagisa untuk menggandengnya.
Nagisa masih belum dapat mencerna kondisinya, hanya dapat menurut. Kemudian memanatap Satoru dengan senyuman menghiasi bibir. Memandang sejenak pada kucing yang tertidur di lengan, sama sekali tidak bergerak. Merasakan hangat genggaman tangan Satoru, yang entah bagaimana, sampai ke hati. Ia menghembuskan napas lega. Setelah penantian berhari-hari.
Jarak itu....
Akhirnya....
Sirna.
Banyak hal terjadi beberapa hari ini. Menjadikan hidup Nagisa dan Satoru lebih berwarna. Pengertian, kepercayaan, kepedulian, dan segala hal membuat mereka lebih dewasa. Hari ini Satoru mendapat satu pelajaran penting dalam hidup. Satu hal yang harus Satoru ingat sebelum menantang Nagisa kembali. Adalah jangan pernah membuat Nagisanya menagis.
Karena tangis Nagisa, adalah kekalahan baginya.
.
Cup. Chocochip
.
"AYO SEMUANYA TIDAK BOLEH LARI DALAM KELAS!" Iruka Sensei memperingatkan para anak asuhnya untuk diam. Seorang anak laki-laki kecil yang berusia 3 tahun berlari dan langsung memeluk Iruka.
"Iluka Sensei, tolong Kazu. Moli membawa belalang dari lual. Dia mengatakan kalau di gigit belalang itu, nanti pelut Kazu akan jadi becal." Kata anak itu.
Saat ini kondisi kelas sangat gaduh dan sangat tidak kondusif. Banyak anak yang berlarian kesana kemari oleh ulah salah satu teman mereka, yang asik memamerkan belalang tangkapanya.
"Tidak ada yang akan celamat dari gigitan belalang ini. Pelut kalian akan membecal dan meletus besok... HAHAHA...," katanya sadis. Namun, dengan suara cadelnya, ancaman itu malah terdengar lucu di telinga Nagisa.
Nagisa kini berada di panti asuhan untuk menjadi tenaga pengajar. Dengan diantarkan oleh Satoru pagi tadi, Nagisa telah memantapkan diri untuk menjadi gutu.
Iruka sempat kaget dengan kondisi berperut besar Nagisa saat pertama kali sampai di panti. Setelah penjelasan panjang lebar oleh keduanya, akhirnya Iruka menerima Nagisa untuk bekerja di sana.
Selain itu, Satoru yang mengantar Nagisa tadi pagi, tidak kalah cerewet dengan ibu-ibu yang sedang mengantar anaknya saat memasuki sekolah untuk pertama kali. Dia menyatakan pantangan-pantangan, ancaman-ancaman, dan peraturan-peraturan yang boleh dan tidak boleh Nagisa lakukan saat ini. Baik pada Nagisa maupun Iruka. Ia juga meminta bantuan Iruka untuk menjaga Nagisa yang terkadang melakukan tindakan keterlalauan.
"Iruka-sensei, tolong jangan biarkan Nagisa melakukan hal-hal konyol. Kalau masih nakal juga, boleh dijewer!'' perintah mutlak Satoru.
Iruka hanya tertawa oleh ulah dua laki-laki yang telah ia anggap anak-anaknya itu.
.
Cup. Chococip
.
Kembali pada situasi kelas yang gaduh.
"Mori-can, ayo, lepaskan belalang itu ya, Nak...," kata Iruka Sensei, mencoba membujuk anak didiknya.
"Baiklah Sensei, ini untukmu." Mori memberikan langsung belalangnya pada Iruka.
"WAAAAAAA...." Iruka tersentak kaget mendapati belalang dihadapanya, dan langsung bersembunyi dibelakang Nagisa.
"Hahaha ... Iruka-sensei, takut sama belalang. HAHAHAHA...." Seluruh kelas tertawa oleh respon Iruka.
"Kau mempermalukan dirimu sendiri, Sensei!" kata Nagisa, berbisik pada Iruka yang kini bersembunyi di belakang tubuhnya.
"Kau sudah tahu, aku takut serangga dari dulu!" kata Iruka tidak kalah berbisik.
Nagisa berfikir sejenak cara untuk mengkondisikan kelas, sebelum terbersit sebuah ide.
"Hey! Lepaskan belalang itu! Itu berbahaya...," kata Nagisa memeritah dengan tegas.
"Kenapa? Kau mau digigit juga?" kata Mori tidak sopan.
"Sebenarnya aku sudah terkena racunya. Kau lihat, perutku membuncit. Itu karena belalang itu," kata Nagisa, mengelus perut sambil menujuk belalang yang dipegang Mori.
"APA? Jadi belalang itu benal-benal bica membuat pelut membecal?" kesimpulan salah satu anak.
"KYAAAAAAA ...." Suasana kelas makin gaduh dengan informasi baru yang didapatkan. Meka berlarian, berhamburan, dan berteriak dalam kelas.
Dan Mori pun berbahagia dalam kemenangannya, "HAHAHA.... Aku akan membuat belalng ini menggigit kalian cemua!"
"Apa yang kau lakukan, Nagisa!" kata Iruka bertanya dalam kemarahan.
"Tenang Sensei, lihat caraku," balas Nagisa dengan seringai jahatnya. "TENANG SEMUA!" Satu teriakkan Nagisa, membuat mereka langsung terdiam pada posisi. "Belalang itu tidak menggigit," lanjutnya, membuat semua anak diam dan menghela nafas lega. "tapi kalau kalian menyentuhnya, perut kalian akan membesar seperti perutku." Nagisa menunjuk perunya sendiri.
Serentak semua kepala langsung menoleh pada Mori. Mori yang masih memegang belalangnya, belum dapat mencerna penuh apa yang telah dikatakan Nagisa.
"TIDAAAAAAAK" Teriak Mori yang langsung membuang belalang itu dengan asal, dan langsung berlarian dalam kelas sambil menagis. "WAAAA, AKU TIDAK MAU..... AKU TIDAK MAU PELUTKU JADI BECAL....HUAAAAA!"
"Ok, ok..." Kata Nagisa menagkap tubuh mungil Mori dalam dekapnya. "Sekarang kau bisa cuci tanganmu dengan air bersih. Perut buncitku ini, terjadi karena aku tidak cuci tangan setelah menyentuhnya. Ingat ya anak-anak, rajin-rajinlah cuci tangan, supaya tangan kalian bersih dari kuman dan perutnya nggak buncit (karena cacingan),"kata Nagisa menasehati satu kelas.
"Iya, Sensei...," kata mereka serempak.
"Baiklah, terlebih dahulu Iruka Sensei, akan memperkenalkan Sensei baru pada kalian. Namanya Hanazawa Nagisa. Kalian bisa memanggilnya Nagisa-sensei."
"Yoroshiku ne." Nagisa menundukan kepalanya singkat, memperkenalkan dirinya.
"Yoloshiku onegai shimasu," kata mereka serempak.
"Hai, semua ... kalian mau mendengar cerita dari Sensei?" kata Nagisa setelah perkenalan.
"Mau-mau-mau...," jawab mereka bersaut-sautan.
"Baiklah, sensei akan bercerita tentang alasan, kenapa Iruka Sensei membenci belalang."
"Nagisa!" Kata Iruka melotot marah.
"Ha-ha-ha, bercanda, Sensei .... Nah, pasti kalian semua punya sesuatu yang ditakuti, kan? Seperti Iruka Sensei yang membenci belalang, Sensei juga punya sesuatu yang Sensei takuti. Kalian tau apa?" Nagisa duduk pada kursinya, merasa lelah karena terlalu lama berdiri.
"Pasti jangklik"
"Tidak! Pasti gelap."
"Salah, kalian salah. Pasti tikus. Iya kan Sensei?"
"Tidak!"
"Iya!"
Lagi-lagi kelas menjadi gaduh karena saling memperebutkan jawaban yang benar.
'Iruka Sensei, sugoi... Masih sehat wala'fiat setelah menghadapi mereka semua,' pikir Nagisa.
"SEMUA TENANG! Masih mau mendengar cerita?" Nagisa mencoba mengatur napasnya.
'Sabar! Ingat Nagisa, kau tidak boleh marah-marah. Kasian Raito-chan.' Sambil mengelus-ngelus perutnya.
Mendadak semua diam oleh perintah Nagisa. Iruka tersenyum oleh apa yang dilakukan Ibu hamil itu. Sejak dulu Iruka tahu, Nagisa memiliki kemampuan untuk menangani anak-anak. Alasannya kamarin memanggil Nagisa, juga karena bakat alaminya ini.
"Ayo, semuanya, mulutnya dikunci, ya, " Nagisa melakukan gerakan megunci mulutnya di depan para murid, dan ditirukan oleh mereka secara serentak. "Ok, sebenarnya sensei takut pada mobil."
"Hah? Mobil?" respon salah satu dari mereka.
"Kok, takut mobil? Hahaha ... sensei penakut!" kata Mori, masih dengan gaya culasnya.
"Itu pasti, karena setiap orang itu punya sesuatu yang ditakuti. Tapi, selama kita berusaha menghadapinya, kelak ketakutan itu akan hilang dengan sendirinya. Buktinya, sekarang sensei sudah tidak takut lagi dengan mobil," Nagisa memasang wajah bahagia.
"Sensei, sudah tidak takut mobil?" sahut seorang anak yang duduk paling pojok.
"Iya, berkat bantuan teman-teman sensei. Mereka membantu sensei, untuk menghilangkan fobia itu," kata Nagisa, berusaha menggunakan kata-kata paling sederhana untuk meyakinkan para anak didiknya.
"Waahh ...," jawab mereka terpesona.
Nagisa tersenyum sambil manganggukan kepala. "Nah, sekarang. Sensei ingin bertanya pada kalian. Apa yang saat ini kalian takuti, atau menjadi fobia, bagi kalian?" Nagisa memulai pelajarannya.
"Kadal!"
"Kacang Polong!"
"Kolong tempat tidur."
"Hantu,"
Lagi-lagi sahutan ramai dan serentak itu kembali. Membuat kebisingan yang luar biasa terjadi lagi dalam kelas.
"Baik-baik. Semuanya! Masing-masing kita punya ketakutan yang berbeda-beda. Seperti sensei, yang takut mobil. Ketakutan bisa dilawan dengan berusaha mengatasinya. Tidak perlu sendirian. Kalian bisa bersama teman atau sahabat kalian. Sensei akan memberi tugas, untuk membuat karangan. Isinya, tentang usaha kalian untuk menghilangkan ketakutan masing-masing. Misalnya Kamu. Kamu takut Kacang Polong. Jadi apa yang harus kamu lakukan?" Nagisa bertanya pada salah satu anak di barisan depan.
"Menguburnya!" jawab anak itu. Membuat Nagisa ingin terkikik begitu mendengar respon polosnya.
"Bagus sekali. Kamu bisa menanamnya, kalau masih takut, ajak temanmu untuk menguburkannya bersama. Nanti, pasti kacangnya akan tumbuh sampai ke langit," kata Nagisa teringat pada cerita Jack and The Giant Salyer.
"Sekarang kalian bisa meminta bantuan teman atau keluarga, untuk mengatasi ketakutan kalian. Setelah itu jangan lupa, ya, ditulis dalam bentuk karangan. PR-nya dikumpulkan minggu depan. Sekarang kalian boleh istirahat!"
"YEEEYYY ...," teriak gembira semua murid, yang kini berhamburan keluar kelas.
Nagisa hendak meniggalkan kelas dan menuju ruang guru untuk menikmati istirahat makan siang. Sebelum seorang anak menemuinya untuk berbicara.
"Sensei...," panggil Mori.
"Hm? Ada apa sayang? Namamu Mori kan? Lain kali tidak boleh nakal seperti tadi, ya!" kata Nagisa, hanya dapat menunduk karena merasa kesulitan kalau harus berjongkok di saat umur kandungannya yang mencapai lima bulan.
"Sensei, Moli nggak mau ngerjain PLnya. Moli gak takut apa-apa. Moli kan pembelani...!" Kata Mori terlalu tegas untuk usianya.
"Mori-chan pasti punya. Tidak ada yang tidak takut pada apa pun didunia ini. Pasti Mori gak mau teman-teman yang lain tau ketakutan Mori, kan? Jangan begitu sayang. Sekarang kamu bisa minta tolong teman-teman yang lain untuk mengatasi ketakutan kamu. Ok." Kata Nagisa sambil mengusap rambut muritnya lembut. Yang kemudian langsung di tangkis dan dielak oleh anak perempuan tomboy itu.
"SENSEI JAHAT!" Kata Mori langsung berlari keluar kelas.
Nagisa menggaruk-garuk pelipisnya. Walau sudah pernah mengajar sebelumnya, tetap saja ia masih belum bisa terbisa. Akhirnya, Nagisa memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor guru yang tadi sempat tertunda.
.
Cup.chocochip
.
"Silahkan mengambil sepuas kalian. Tori-san cukup antusias dengan keinginanku untuk membawa bekal. Jadi dia membuatkanku paket Osechi sekalian." Kata Nagisa menyerahkan 3 susun kotak bento besar, pada seluruh staf guru yang berjumlah sembilan orang di dalam kator.
(Osechi: adalah paket makan besar untuk 5 posri, yang diletakan dalam tiga susun kotak bekal jumbo. Biasa disajikan saat tahun baru)
"Wah, senang sekali Nagisa-san bergabung kalau setiap hari bisa makan enak seperti ini," kata salah satu guru berbadan besar yang Nagisa ketahui bernama Renji.
"Tenang saja Renji-san. Besok akan aku bawakan ekstra, kalau kalian menyukainya," kata Nagisa sambil mengeluarkan susu kotak khusus ibu hamil dari dalam tasnya, dan kemudian menyesapnya dengan riang.
"Kau juga harus makan yang banyak. Karena sekarang kau tidak sendiri," perintah Iruka yang tiba-tiba berada di belakang Nagisa.
"Oh, silahkan Iruka-sensei. Kita makan sama-sama." Nagisa menunjukan kesopanannya.
"Nagisa, setelah makan. Bisakah kita bicara berdua sebentar, di luar?" tanya Iruka.
"Baik, Sensei." Nagisa menyanggupi.
.
Cup.Chocochip
.
Saat ini Nagisa dan Iruka tengah duduk di atas bangku taman, sambil mengawasi anak-anak yang tengah asik bermain.
"Aku memang tidak berhak untuk bertanya ini padamu. Tapi sejak kecil, kau telah aku anggap anakku sendiri, Nagisa. Jadi maukah kau mengatakan sejujurnya padaku, siapa ayah dari bayimu?" Iruka memandang Nagisa dengan tatapan kelembutan yang tulus.
"Kalau saya tahu. Pasti saya akan menceritakannya. Sayangnya saya tidak mengetahui siapa ayah dari bayi ini. Yang pasti, saya sangat menyayanginya, Sensei. Dia adalah yang paling berharga dalam hidup saya saat ini," ujar Nagisa, sambil mengelus perutnya dengan sayang.
"Lalu...," Iruka terlihat sedikit berfikir sebelum mengutarakan kalimatnya. "apa hubunganmu dengan, Hasegawa Satoru?"
"Em ... aa ... ka-kami bersahabat, tentunya. Sensei sudah tahu itu sejak kami masih kecil." Nagisa terdengar bimbang dengan kata-kata yang tepat untuk melambangakan hubunganya dengan Satoru, yang telah bersedia menjadi ayah bagi anaknya.
"Kau yakin Nagisa?" tanya Iruka dalam keseriusan.
"Tentu saja Sensei!" Nagisa menjawabnya mantap.
"Terkadang sebuah rasa dapat timbul tanpa menyadari keberadaanya. Bahkan tanpa diketahui namanya. Perasaan tak berwujud itu terbukti dalam kasih sayang dalam tidakan mereka, rasa ingin saling melindungi, dan rasa ingin saling memiliki." Iruka menyatakan asumsinya dalam sebuah teka-teki.
"Hem?" Nagisa memirngan kepala tidak mengerti.
Iruka memandang Nagisa dengan serius, dan mencetuskan pendapatnya. "Kau mencintai Satoru?"
Nagisa tersekat. memandang wajah lawan biacaranya dengan kaget, sealigus ingin tertawa. Ia tidak percaya senseinya memiliki teori yang cukup mengejutkan mengenai diri dan sahabatnya.
"HAHAHA.... Sensei lucu sekali. Aku kira Sensei bersungguh-sungguh. Ternyata hanya bercanda," kata Nagisa tidak dapat menghentikan tawanya, yang juga bertujuan untuk menyemunyikan kegugupan.
"Nagisa! Aku bersungguh-sungguh. Kau yakin, sama sekali tidak memiliki rasa pada Satoru?"
"Sensei! dia itu sahabatku, dan dia sudah bertunangan. Aku laki-laki, dan dia laki-laki. Mana mungkin aku mencintainya?" kata Nagisa terlalu menggebu-gebu.
"Nagisa. Kau tau siapa dirimu. Kau berada di antaranya. Sekarang ini kau bahkan telah condong pada sisi wanitamu. Tidak salah bagimu untuk mencintai seorang laki-laki." Iruka mulai menyuarakan pendapat yang ia tahan sejak melihat perut Nagisa pagi tadi.
"Cukup Sensei!" potong Nagisa, setelah gurunya selesai dengan apa yang ingin disampaikan. "Saya tau siapa saya. Saya seorang laki-laki. Saya tidak akan pernah ingin menghianati kodrat saya dengan mencintai laki-laki yang lain. Termasuk sahabat saya!" Suara Nagisa bergetar menahan amarah dan tangaisnya.
"Nagisa ... baiklah, ini sepenuhnya adalah keputusanmu. Tapi kau perlu tahu Nagisa. Cinta itu tidak memandang apa pun, dari sudut pandang manapun. Bila sudah datang waktunya, dan sudah saatnya kau menyadari. Mungkin kau akan dibuat meangis atau tertawa olehnya. Dan aku berharap kau tertawa saat itu. Karena itu akan melambangakan bagaimana cintamu," kata Iruka, mengahiri nasehatnya.
Nagisa hanya diam mencerna apa yang dikatakan gurunya. Walau Nagisa sendiri tidak mengerti maksut dari kata-kata Iruka. Nagisa hanya berharap, selama hidupnya, dia tidak akan pernah jatuh cinta. Karena ia menganggap, dirinya tidak pantas mencintai seorang laki-laki maupun perempuan. Nagisa lebih memilih menjalani hidupnya untuk dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain.
Mungkin saat ini, ia boleh sedikit bersyukur karena merasa lebih siap menghadapi dunia, dan merasa dirinya tidak sendiri. Ada Raito, yang kelak akan mengisi kekosongan hidupnya. Anaknya akan menjadi segalanya bagi Nagisa. Karena dia adalah satu-satunya harapan, bahwa kelak ia tidak akan sendiri. Ia akan memiliki keluarga kecil. Dengan Raito dan Satoru bersamanya.
Satoru?
Entah sampai kapan. Yang pasti, Nagisa bertekat akan mengabadikan momen kebersamaannya bersama Satoru dengan sebaik mungkin. Karena Nagisa tahu, walau tidak bersama Haruka. Suatu saat nanti, Satoru harus menemukan wanita pilihanya. Dan pada saat itulah Nagisa akan mundur teratur, memilih menghilang dari kehidupan pria itu, untuk memulai hidup baru dengan anaknya. Setidaknya untuk saat ini saja, ia mengijinkan dirinya untuk melahap semua kebahagian selama mereka bersama. Ia akan menyimpan kenangan indah ini dalam hati. Sampai saat perpisahan itu terjadi.
Bersambung....
Mau hadiah?
Jawab pertanyaan dibawah ini dalam koment:
#Kenapa Nagisa fobia pada mobil?
Secara nalar kalian saja.
Kalau ada yang bisa jawab benar, langsung aku kasih up date satu chapter bonus, dengan mencantumkan nama kalian dalam daftar dedikasi.
See you bay-bay...
Up cepat 140 vote.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top