5

Dennis menatap laptop didepannya dalam diam. Ia memperhatikan sebuah titik merah yang terus bergerak mendekat ke arah dirinya.

Ia tersenyum tipis dan menutup laptopnya, "sekarang... Apa yang akan ku katakan jika bertemu dengannya?" Tanyanya pelan entah pada siapa.

"Dennis, lu ada di dalam?"

"Masuk saja."

Pintu terbuka dan terlihatlah Dion dengan pakaian santainya. Ia menghela nafas sebelum akhirnya berjalan dan duduk di bangku didepannya.

"Mereka sudah bergerak?"

"Ya."

Dion menatap wajah Dennis yang tampak tenang dan tersenyum kecil, "kau yakin ingin menguji nya? Dia bisa saja membenci mu."

Dennis melirik ke arah Dion dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang kini terbuka.

"Dia.. bukan tipe orang yang akan langsung mengungkapkan cintanya. Dia juga bukan tipe orang yang berharap tinggi."

Dennis kini menatap ke arah Dion dan melanjutkan ucapannya, "ada kemungkinan dia kesini. Satu, Untuk melihat diriku dan menjadikan ku temannya dengan alasan mengembalikan almamater itu .. dan kedua .... hanya untuk mengembalikan almamater itu saja."

"Ya, dia memang bukan seorang yang seperti itu. Dia polos, kekanakan dan naif. Tapi dia peduli dan juga tidak ingin berharap banyak."

Dennis tersenyum mendengar penuturan Dion, "aku hanya ingin dia yakin dengan perasaannya. Apa dia benar-benar mencintai atau hanya sekedar rasa kagum semata."

"Cinta monyet kan maksud mu?" Dion tersenyum jail.

Dennis menatap nya tajam sebelum menghela nafas. Dia tidak bisa membantah karena itu benar.

"Ya, kau menguji... Kau menguji dia atau menguji dirimu sendiri?"

Dennis hanya diam tidak menjawab.

"Dengar den. Kita sudah berteman sedari kecil. Aku sudah tau tentang semua hal dari mu. Tapi kau-"

"Aku tau Dion ... Jangan katakan."

".... Baiklah."

Hening ... Keduanya sama-sama terdiam. Dion yang masih kini sibuk memutar-mutar ponselnya dan Dennis yang terus-menerus melirik ke arah laptopnya.

"Kau bahkan belum menjadikan dia milikmu dan sudah khawatir seperti itu." Dennis mengalihkan pandangannya ke arah Dion yang masih sibuk dengan ponselnya namun senyum jail terukir di wajahnya.

"Bagaimana nanti bila dia kecelakaan? Oh atau dia bertemu dengan seseorang dan jatuh cinta? Atau dia akhirnya menjadi milik orang lain?"

Senyum Dion makin melebar saat merasakan aura tidak mengenakan dari Dennis.

"Diam."

Dennis berusaha meredam amarahnya. Ia tidak ingin membayangkan semua itu. Ia tidak ingin.

"Kau mencintai nya. Jangan melawan perasaan mu Den. Suatu saat kau pasti akan menyesal jika melawan perasaan mu. Sekarang pun kau sudah tampak terobsesi padanya."

".... Aku tidak-"

"Ya, kau menginginkan dia menjadi milikmu. Namun, kau juga takut dia akan membenci mu dan takut kepadamu."

Dennis terdiam. Ia kehabisan kata-kata untuk membalas segala ucapan Dion.

"Aku tak keberatan kau mencari tau perasaan dia dan perasaan mu itu. Tapi, jangan menyakiti dirimu sendiri dan dia dengan apa yang kau lakukan Dennis." Ucap Dion yang kini beranjak dari tempatnya.

"Bagaimana dengan kau?"

Dion yang sudah berada di depan pintu itu menoleh sedikit ke arah Dennis, "apa maksudmu?"

Dennis tersenyum tipis mendengarnya, "bagaimana dengan dirimu sendiri?"

Dion hanya diam saja sebelum kembali melanjutkan langkahnya. Dennis memejamkan matanya dan bergumam.

"Kau juga sama saja Dion... Hanya saja kau terlalu takut."

.
.
.
.

Rendy dan Kevin saat ini sudah sampai di daerah itu... Dan sekarang mereka sedang berada di salah satu tempat kos-kosan yang cukup murah.

Kevin tengah berbaring di lantai, sementara Rendy tengah memberitahukan kedua saudaranya bahwa mereka berdua sudah sampai di daerah itu.

"Pokoknya lanjut carinya besok atau lusa. Gua capek mau tidur." Ucap Kevin tegas dan mengubah posisinya menjadi membelakangi Rendy.

Rendy sendiri hanya berdehem singkat walau ia tidak setuju.

"Tidak ada kasur." Gumam Rendy yang di dengar oleh Kevin.

Dan 2 detik kemudian suara jitakan terdengar di ruangan tersebut.

"Sialan lu Kevin!! Apa-apaan itu?!!"

"Lu yang apa! Kenapa lu protes padahal lu sendiri yang membuat situasi seperti ini sialan!!"

Oke, jadi sebenarnya ini yang terjadi.

Saat mereka sampai di daerah ini, Rendy terus mengajak (menarik) Kevin untuk terus mencari mahasiswa itu.

Hingga pagi menjelang, mereka tidak menemukan tanda-tanda akan keberadaan mahasiswa itu.

Rendy sebenarnya ingin terus  melanjutkan pencarian, tapi melihat Kevin yang sepertinya akan pingsan sebentar lagi, membuat ia mengurungkan niatnya itu.

Karena itulah akhirnya mereka mencari sebuah tempat istirahat yang setidaknya bisa mereka tempati untuk satu hari.

Dan setelah 2 jam mencari, mereka berhasil mendapatkan sebuah kamar di sebuah kos-kosan sederhana.

Pemiliknya memperbolehkan mereka berdua untuk tinggal sementara di sini selama tiga hari dengan biaya 50 ribu perhari.

Dan disinilah mereka sekarang.

Di sebuah kos-kosan sederhana tanpa tempat tidur dan dapur. Mereka mengistirahatkan diri mereka.

Sebenarnya tadi Kevin sudah memberi saran untuk mencari penginapan saja. Tapi, Rendy tidak menginginkannya, kata dia buang-buang uang saja.

Dan karena itu juga mereka mencari sebuah tempat untuk istirahat selama 2 jam penuh.

Kevin yang ingin tempat yang setidaknya bisa ia sebut rumah ... Dan Rendy yang ingin menghemat uang dan menyarankan beberapa kali untuk tinggal di SPBU atau masjid.

Yang tentunya langsung di tolak mentah-mentah oleh Kevin.

Dan... Itu lah kejadian 1 jam yang lalu.


"Ya kan hemat uang Kevin, kita gak bawa uang banyak tau!" Kesal Rendy sambil mengusap kepalanya yang kena jitakan maut dari Kevin.

"Gak bawa uang banyak dengkul mu!!! Kita bawa uang satu atm oi!!" Kesal Kevin sambil mengacak-acak rambutnya.

Nyesel dia ikut Rendy mencari kakak mahasiswa itu.

"Ya kan kita gak tau disini berapa lama. Setidaknya hemat uang sebisa mungkin.." ucap Rendy lemas.

Kevin menghembuskan nafasnya dengan kasar, "terserah. Nyesel gua ikut Lo." Gumamnya dan kembali pada posisi berbaring nya.

"Pokoknya gua mau istirahat. Jika lu masih peduli sama gua. Kita cari kakak mahasiswa itu besok!" Final dari Kevin yang berhasil membungkam Rendy.

"Dan satu lagi..." Rendy yang beranjak untuk ketoilet itu menoleh ke arah Kevin dan mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Apa?"

Kevin melirik ke arah Rendy sebelum sebuah senyum jail terukir diwajahnya, "lu seperti emak-emak yang liat anaknya menghamburkan uang saja."

"B****t!!" Teriak Rendy sambil melemparkan tas yang ia bawa ke wajah Kevin.

"Ba***e!!! Ngajak berantem lu?!"

"Lu yang ngajak berantem boge!!"

"Lu aja yang baper ba***t!!"

"Gelud yuk an***g!!"

"Siapa takut!"

Dan akhirnya kedua sahabat itu pun malah bertengkar satu sama lain.
Sepertinya mereka memang tidak bisa sehari saja tanpa bertengkar.

Mari kita doakan saja semoga mereka tidak kena semprot atau pukul oleh penghuni kos-kosan lain.

.
.
.
.

To be continued.

.
.
.

Yo~ kembali dari masa Hiatus~

Bagaimana part kali ini? Gaje dan aneh ya.

Eto, tadinya part ini aku mau bikin sampai mereka berdua (Rendy dan Dennis) bertemu. Tapi, ternyata sangat panjang...

Jadi aku putuskan untuk membaginya.

Nah, kalau begitu sampai jumpa di chapter selanjutnya Minna~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top