00 • Prolog

🍬🍬 ------------------------------ 

Family, a little bit of crazy, a little bit of loud and a whole lot of love------------------------------ 🍬🍬

-- happy reading --
مرنتىن نىاكار

MEMUTUSKAN untuk mengambil jalur kesamaan dengan orang tua. Sebagai bungsu dari lima bersaudara yang terlahir di keluarga dokter bedah memang bukan hal yang asing lagi bagi Hawwaiz. Tidak ada intervesi pro kontra dari pihak mana pun juga. Daddy, kakak sulung dan satu dari kakak kembarnya telah berada dalam gerbong akademis yang sama. Dan kini saatnya bagi dia unjuk gigi dalam prestasi.

Sekali lagi, menjadi anak bungsu, adalah keharusan mendapatkan seluruh cinta dan sayang dari kedua orang tua ditambah dari saudara-saudaranya. Mengingat bagaimana Ibnu melepas kepergiannya seketika mata Hawwaiz kembali menggenang.

Mengikuti abang tampannya yang memilih untuk mengambil gelar bachelor of art di negara empat musim ini, Hawwaiz menasbihkan diri sebagai salah satu bagian dari ribuan mahasiswa yang akan memadati kota menara-menara mimpi itu.

Bandara Heathrow menjadi salah satu saksi atas janji dan perjuangan Hawwaiz untuk bisa memainkan spuit dan juga menggantungkan stetoskop di leher bersama sneli yang akan dikenakannya nanti. Namun, untuk sesaat Hawwaiz memilih menjadi warga Indonesia asli yang mengesampingkan rasa malu untuk berselfi dengan kamera ponselnya. Sayangnya, belum juga terlaksana, panggilan dari kakak sulungnya meminta untuk dijawab segera.

"Manfaatkan waktu dengan baik," kata Hanif.

"Tapi Mas Hanif yakin jika adik kesayangan Mas ini bisa menjalani semua fase dan prosesnya dengan baik. Kami akan menunggumu bisa bergabung bersama nantinya," sambungnya.

"Siap," jawab Hawwaiz. "Semenjak menjadi pepo, Mas Hanif jadi banyak bicara. Tidak sedingin kulkas di rumah dulu."

Hanif tertawa pelan. Adiknya satu ini memang secara fisik mirip dengannya tapi tentang tingkah laku dan cara bicara sangat mirip dengan Hafizh dan bunda mereka.

"Kalau dibutuhkan untuk bicara ya harus bicara dong. Dik. Masa Mas harus diam saja, lah nanti pasiennya bagaimana?"

"Dulu saja sama Kak Azza, diemnya minta ampun eh giliran diberikan kesempatan langsung deh tekdung mana dobel lagi padahal itu baru nge-room semalem. Ra bisa mbayangke polahmu mbiyen kepiye, Mas. Anteng ning ngentek-ngenteki." Hawwaiz langsung tertawa karena berhasil meluncurkan kata yang membuat Hanif mati kutu karena malu, mungkin.

Percakapan masih berlangsung lama. Hanif tetaplah Hanif, kakak tertua yang memiliki tanggung jawab sama besarnya seperti Ibnu kepada adik-adiknya. Hingga dia memilih memberikan nasihat sesuai dengan pengalaman yang telah dia dapatkan sebelumnya.

Hawwaiz memutar kembali gawai yang ada di tangannya. Membayangkan akan menghabiskan waktu di kota yang begitu indah ini pasti akan membuatnya betah. Meski dia akan merindukan keluarga yang sangat dicintainya di Indonesia, tapi dia berjanji tidak akan membuat mereka kecewa. Membiarkan rindu itu tetap menjadi candu sebagai semangatnya berjuang.

Seperti apa jalan hidupnya nanti, Hawwaiz ingin menikmati sebagaimana Oxonian menjadikan kota ini sebagai hunian yang memang layak untuk mengukir sebagian cerita hidup yang pantang untuk dilupakan. Saatnya mengukir mimpi dan mewujudkannya menjadi nyata.

Hawwaiz tersenyum puas melihat galery di ponselnya. Sepertinya diamemiliki ide yang menarik untuk memperkenalkan tempat huniannya yang barukepada khalayak melalui video blog.☼


Tidak bisa membayangkan tingkahmu dulu bagaimana, Mas. Pendiam tapi menghanyutkan.

🍬🍬

Suka?
Goyangkan jempol untuk support bintangnya dan ramaikan commentnya...akan ada yang beda di cerita ini dan masih berhubungan dengan spin off lainnya.


kan, penampakan Hawwaiz Asy Syafiq, kira kira mirip siapa ini??

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Blitar, 21 Juni 2020

*sorry for typo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top