19. Permintaan Maaf dan Rasa Kecewa
"Kehidupan mengajarimu cinta, pengalaman mengajarimu siapa yang kau cintai, dan situasi mengajarimu siapa yang mencintaimu.
Mengusir tentara penjajah dari negaramu itu perkara yang mudah, yang lebih sulit adalah mengusir cinta yang telah menjajah hatimu.
Akan sangat berbeda saat engkau mencintainya karena kecantikannya, dan ia terlihat cantik karena engkau mencintainya.
Cinta tak berarti kita selalu berada di sisi orang yang dicintai. Tetapi cinta adalah saat kita berada di dalam hati orang yang dicintai."
Anzilla menguap bosan saat mendengar syair-syair yang dibacakan Ulayah tadi. Rasanya dia ingin tidur saja sangking bosannya. Namun, tidak dengan khalifah yang terlihat sangat meresapi semua syair tersebut. Laki-laki itu bahkan berkali-kali melirik permaisuri yang duduk di sampingnya.
"Yang Mulia, bangunlah, apa Anda tak ingin coba membacakan syair untuk khalifah agar dia luluh dan mau memaafkanmu?" bisik Halima di telinga Anzilla.
Perkataanya membuat wanita itu langsung terjaga dan duduk dengan tegak. "Kau jangan bercanda, Halima, aku mana bisa membaca syair seperti itu," bisiknya tegas.
"Apa Anda yakin, Yang Mulia, lihat lah selir Areta," ujar Halima sambil menunjuk Areta dengan dagunya. Wanita itu kini terlihat tengah bersiap memainkan sebuah alat musik untuk khalifah. Anzilla mau tak mau mengikuti arah pandang Halima. Dia tentu ingin meminta maaf pada khalifah karena rasa bersalah telah menolaknya kemarin, tapi tidak dengan cara seperti ini, sebab Anzilla mana tahu caranya membuat syair.
"Izinkan saya membawakan musik ini untuk menghibur An-"
"Oh Rajaku ... kekasih hatiku ...." Tiba-tiba Anzilla memotong kalimat Areta dan bangkit dari duduknya menuju ke depan aula, di mana semua orang kini tengah menonton adegan itu. Areta terpaksa mengehentikan gerakan tangannya yang sudah akan memainkan musik. Semua orang pun dibuat kaget.
Termasuk khalifah, dia juga tampak kaget saat melihat istrinya membacakan syair. Walau terdengar kaku, khalifah tak menyangka Zubaidah akan melakukan tindakan di luar kebiasaannya.
"Maaf... mungkin cuma kata ini yang bisa aku sampaikan
Maaf... aku telah mengecewakanmu
Maaf... jika aku bersikap seperti anak kecil
Maaf... jika aku menuruti Egoku...
Dan Maaf... jika aku tidak bisa menjadi seperti inginmu...
Ada jeda sejenak, Anzilla berusaha merangkai kalimat lebih dulu, sebisa mungkin mengingat beberapa syair permintaan maaf yang pernah dia baca di artikel. Sedang semua orang yang berada di sana meulai terhanyut dengan syair yang Anzilla bacakan tadi. Mereka semua seolah ikut terharu karena melihat usaha permaisuri yang tulus meminta maaf. Walau gayanya membacakan syair sangat kaku dan berlebihan.
"Aku paham... aku sudah banyak berbuat salah kepadamu. Tapi, aku mohon maafkanlah wanita ini... rajaku. Maaf atas semua kesalahan yang telah ku perbuat.
Aku ingin kita bersama lagi.
Bercerita berbagi rasa, canda tawa seperti dulu.
Dalam suka ataupun duka
Hanya satu pintaku... maafkanlah aku Karena aku tidak bisa hidup tanpamu di sisiku."
Anzilla mengakhiri syairnya dengan perasaan malu setengah mati. Dia mengedarkan pandangan pada semua orang di sana yang kini tengah menatapnya. Ingin rasanya dia menengelamkan diri ke laut sangking malunya menjadi pusat perhatian semua orang. Apa lagi tak ada satupun dari mereka yang bersuara. Sampai akhirnya tepuk tangan khalifah terdengar menggema, lalu diikuti oleh yang lain.
Degub jantung Anzilla semakin menggila saat dia melihat khalifah berjalan menghampirinya sambil bertepuk tangan. Senyum tulus tersungging di bibirnya, Anzilla tanpa sadar membalas senyum itu. Entah mengapa melihat apresiasi dari khalifah wanita itu merasa sangat senang.
"Syairmu menyentuh sekali, Permaisuri," puji khalifah tulus.
"Maafkan saya, Yang Mulia, karena hanya ini yang bisa saya lakukan untuk menebus rasa bersalah saya. Walau tidak sebagus syair Ulayah, saya mencoba yang terbaik."
Mendengar ucapan itu, khalifah memegang bahu permaisuri lalu tersenyum menenangkan. "Aku menghargai usahamu, terimakasih karena membuat perasaanku jauh lebih baik." Setelah mengatakan itu keduanya saling melempar senyum.
Salsal dan Halima ikut merasa lega melihat pemandangan di depannya. "Apa kau lihat cara mereka bertatapan, Halima? Aku tahu kalau cinta mereka masih sama seperti dulu," gumam Salsal meminta pendapat.
"Anda benar, Nyonya, bahkan sepertinya permaisuri juga mulai jatuh cinta dengan khalifah."
Salsal sedikit bingung mendengar jawaban Halima. "Maksudmu?" tanyanya sambil mengarahkan tatapan menyelidik pada pelayan setia putrinya.
Halima yang baru menyadari ucapan asalnya barusan, terlihat sangat gugup. Dia khawatir Salsal menyadari perubahan sikap permaisuri juga. "Ma-maksud saya permaisuri juga masih sangat mencintai khalifah seperti dulu, seolah jatuh cinta setiap hari," ralatnya kemudian.
Salsal pun mengangguk paham, kemudian dua wanita itu kembali fokus pada khalifah dan Anzilla. "Yang Mulia, selain syair itu, permaisuri juga sudah menyiapkan hadiah untukmu," Salsal tiba-tiba menginterupsi semua orang, kala dia melihat selir Areta hendak mengganggu kemesraan khalifah dan putrinya. Alhasil wanita itu pun tampak kesal karena perhatian khalifah kini tertuju pada ibu dari permaisuri.
"Apa lagi sekarang, Permaisuri?" tanya khalifah dengan senyum antusias.
Anzilla hanya tersenyum mendengar pertanyaan khalifah. Lalu dia memberi kode pada ibunya dengan anggukan, agar budak yang akan dihadiahkan pada khalifah dibawa masuk.
Tak berapa lama, seorang wanita yang mengenakan kaftan satin berwarna pink masuk. Wajahnya terbingkai cadar dan hanya menampakan mata coklatnya yang indah.
"Salam, Yang Mulia Raja dan Ratu, saya Sa'diah, budak dari Filistin."
"Kau membawanya sejauh itu ke sini?"
Anzilla mengangguk dan tersenyum saat mendengar pertanyaan khalifah. "Aku sengaja membelinya untukmu, karena aku dengar wanita-wanita dari Filistin terkenal berparas cantik dan pintar. Aku harap setelah ini Anda bisa melupakan rasa kesal Anda pada saya, Yang Mulia."
"Tentu saja, Permaisuriku, terima kasih," ujar Khalifah, lalu memeluk permaisuri dengan erat. Pemandangan itu membuat semua orang bertepuk tangat karena ikut merasakan kebahagiaan.
Namun, tidak dengan Areta yang tampak sangat kesal karena sikap permaisuri. Apa lagi kala dia melihat budak baru yang dihadiahkan pada raja.
Setelah semua pesta tadi, semua orang pun kembali dengan tugas masing-masing. Begitupun Anzilla, dia memilih berjalan-jalan sejenak di area luar istana untuk menghirup udara segar.
Wanita itu tampak mengembuskan napas berkali-kali untuk mengusir kegundahan. "Syukurlah semua berjalan dengan lancar untuk semua rencana tadi. Walaupun aku agak kesal dengan usul ibu Salsal soal hadiah itu. Apa harus menghadiahkannya istri baru? Aku benar-benar tak mengerti jalan pikiran wanita di negeri ini," gumam Anzilla.
"Kenapa Anda harus kesal, Yang Mulia? Bukanya tujuan Anda adalah mengalihkan perhatian khalifah dariku?" Areta terdengar sangat percaya diri.
Anzilla kaget saat dia mendapati wanita bertubuh semampai itu tiba-tiba sudah berada di belakangnya. "Selir Areta, untuk apa kau di sini?" tanya Anzilla sesopan mungkin.
Namun, senyum sinis justru dia dapatkan dari lawan bicaranya. "Tak usah berpura-pura polos, Permaisuri, Anda sengaja ingin menyingkirkan saya dari khalifah bukan? Kenapa Anda tak langsung saja membunuh saya alih-alih menghadiahkan selir baru."
"Jaga bicara mu, Selir Areta, aku sama sekali tak ada niat menyingkirkanmu." Anzilla menekankan kalimatnya dengan nada geram. Dia sama sekali tak menyangka selir Areta bisa sangat lancang di depannya.
Lagi-lagi ucapan permaisuri dihadiahi senyum sinis oleh Areta. "Tak usah berpura-pura baik di depanku, Yang Mulia, Anda juga dulu berkata seperti itu pada Dananir. Tapi akhirnya Anda juga melenyapkan nyawanya, kan?"
"Siap Dananir?" Anzilla tanpa sadar bertanya hal itu. Tak ayal Areta semakin kesal dibuatnya, karena mengira permaisuri hanya berpura-pura polos.
"Baik, akan saya ingatkan lagi siapa itu Dananir. Dia adalah selir kesayangan khalifah, saudara dari guru pembimbing putramu yang kau lenyapkan dengan cara keji, hanya karena kecemburuanmu yang mengerikan itu."
Anzilla syok, dia sama sekali tak menyangka bahwa permaisuri Zubaidah yang asli bisa melakukan hal seperti itu. Apa selama ini semua orang sudah berbohong padanya soal sosok wanita pemilik raga ini? Entah mengapa ada perasaan kecewa dalam hati Anzilla saat dia mendengar kenyataan barusan.
Melihat ekspresi sedih dan terluka permaisuri, Areta tersenyum sinis, karena mengira wanita di depanya hanya tengah bersandiwara. "Anda pikir saya bodoh, trik murahan Anda dengan berpura-pura jadi wanita yang baik dan polos sudah tidak lagi berpengaruh di depan saya, sebab saya tahu bagaimana Anda sebenarnya." Areta pergi begitu saja setelah mengatakan kalimat itu.
Sedang di belakangnya, Anzilla masih tampak sangat syok. Wanita itu bejalan dengan langkah gontai menuju kediamannya sambil berusaha mencari cara agar tahu cerita sebenarnya soal Dananir. Dia tak bisa begitu saja percaya pada ucapan Areta.
Ditengah lamunan, Anzilla tak sengaja mendengar suara pertengkaran yang datang dari arah taman, berbatasan dengan dapur istana dan tempat para pelayan. Awalnya Anzilla tak peduli karena mengira itu hanya pertengkaran biasa antara sepasang kekasih. Namun, langkahnya terhenti kala dia mendengar umpatan si wanita.
"Apa kau sudah tidak waras!"
Kalimat umpatan itu membuat Anzilla terhenyak, dia merasa pernah mendengar umpatan itu sebelumnya. "Mahin," gumam Anzilla saat dia mengingat nama salah satu teman yang mengajaknya berdebat di masjid tujuh belas ramadan. Reflek Anzilla pun melangkah untuk menghampiri mereka. Namun, suara Halima terdengar memanggilnya.
"Yang Mulia Ratu, Anda hendak kemana? Khalifag sudah menunggu!"
Mau tak mau, Anzilla menghentikan langkah dan urung menghampiri pelayan tadi. "Aku ingin ke sana sebentar," jawabnya kemudian.
"Tidak ada waktu lagi, Yang Mulia, khalifah menunggu Anda kerena para cendikiawan yang akan menjadi pengajar di Baitul Hikmah sudah datang. Mereka menunggu Anda untuk berdiskusi."
Anzilla mau tak mau mengangguk, apa lagi kala dia mendapati dua pelayan tadi sudah tak ada. 'Mungkin lain kali aku akan mencarinya' batin wanita itu bertekad.
***
Hai hai Assalamualaikum, apakah di part ini Anzilla akan bertemu Mahin? Bagi yang penasaran sama kisah Mahin bisa mlipir ke akun tettyseptiyani02 ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top