Bab 9
"Nak Ali kami titip Prilly ya... tolong jaga dan bimbing dia." Ucap Pak Rizal pada Ali saat Ali berpamitan.
"Iya Pak.." Hanya dua kata itu yang mampu Ali ucapkan dan berusaha untuk tersenyum di depan bapak mertuanya.
"Nak, maaf ya nanti kalau Prilly selalu merepotkan.. maklum dia anaknya manja sekali." Dan kali ini Ali hanya mengangguk menanggapi ucapan ibu mertuanya.
Pagi menjelang siang seusai sarapan keluarga Syarief memutuskan untuk pulang ke Jakarta. Karena keesokan harinya mereka harus kembali ke rutinitas masing-masing.
"Oh iya Res, Prilly anaknya gak tahan naik mobil dia pasti mabuk kendaraan kala perjalanan jauh. Jadi maaf ya nanti pasti dia bakal merepotkan kalian."
"Iya Ul, tidak apa-apa. Mabuk kendaraan adalah hal yang wajar. Tenang saja kami pasti akan menjaga Prilly."
"Ma, ayolah buruan. Udah siang nih.." Ucap Syarief mengingatkan.
"Ya sudah ya Ul, kita pamit dulu." Usai bersalaman dengan Rizal dan Ully, mereka pun segera memasuki mobilnya sambil menunggu Prilly berpamitan pada orang tuanya.
"Kamu jaga diri baik-baik ya nak di sana." Ucap Ully memeluk anak gadisnya.
"Anak bapak jangan nangis dong? Nanti kita pasti jengukin kamu kok." Ucap Rizal mengelus kepala anak gadisnya berusaha menenangkan Prilly yang menangis di pelukan ibunya.
"Prilly minta maaf ya pak, bu kalau selama ini Prilly belum bisa membahagiakan bapak dan ibu." Ucap Prilly setelah melepas pelukan ibunya.
"Iya. Ingat ya nak, kamu harus patuh sama suamimu." Prilly mengangguk menajawab ucapan bapaknya.
"Ya sudah sana berangkat. Kasihan mereka menunggu lama." Ucap Rizal merangkul anaknya dan mengantarkan Prilly masuk mobil.
Suasana haru itu pun tidak berlangsung lama. Kaia dengan sigap merangkul Prilly berusaha memberi ketenangan agar Prilly tak larut dalam sedihnya. Sementara di teras rumah Rizal, Ully, Mbok Sri dan Ina tak bisa menahan tangisnya, merasa sedih dan sepi tanpa adanya Prilly di setiap hari mereka nantinya.
"Semoga bahagia nak." Gumam Rizal memandangi pelataran rumahnya.
--- II ---
Perjalanan menuju Jakarta terasa lebih lama selain karena macet, mobil keluarga Syarief pun harus sering-sering berhenti lantaran kondisi Prilly yang tak tahan naik kendaraan. Resi dan Kaia dengan sabar merawat Prilly yang kondisinya melemah. Berbeda dengan Ali, hal ini membuatnya bete setengah mati. Ingin rasanya dia mengumpat. Namun hal itu dia tahan mengingat rencananya pasti akan gagal nantinya jika dia tidak bisa menahan emosinya.
"Li, gendong tuh Prilly. Kasihan dia lemes gitu..." Ucap Kaia kala mereka sudah sampai Jakarta.
"Huh, ngrepotin." Desis Ali, namun tetap mau menjalankan perintah sang kakak.
"Udah jangan menggerutu gitu. Kan sudah jadi tugas lo sebagai suami?"
Tanpa menjawab ucapan Kaia, Ali membawa Prilly ke lantai 2 tepat kamarnya terletak. Sesaat suasana rumah menjadi sunyi, mengingat sudah jam 10 malam mereka baru sampai Jakarta. Badan yang terasa lelah dalam perjalan panjang hari ini yang telah mereka tempuh, meminta untuk diistirahatkan. Tanpa aba-aba Ali pun merebahkan dirinya di samping Prilly.
Begitu cepat malam terasa sudah terlewati. Silaunya kilauan cahaya mentari pagi menembus celah-celah dinding di rumah itu membuat semua penghuni membuka matanya yang telah beberapa jam terpejam.
Tok... tok... tok...
Suara ketukan pintu membuat Ali mau tak mau bangkit dari tempat tidurnya.
"Li, mama sama papa pulang dulu ya? Oh iya mana Prilly?"
Ali mengedarkan pandangannya setelah mendapat pertanyaan dari mamanya. Sosok yang dicari pun tak nampak. Membuat Ali menghendikkan bahunya sebagai jawaban bahwa ia tak tahu di mana istrinya sekarang berada. Tak lama, suara pintu kamar mandi terbuka. Tak sengaja, tatapan Ptilly beradu dengan tatapan datar sang suami. Menyadari ada sesuatu karena pintu kamar terbuka, Prilly bergegas menghampirinya.
"Eh ma.. selamat pagi. Maaf Prilly telat bangun." Prilly mencium punggung tangan ibu mertuanya kala melihat sosok yang berdiri di ambang pintu.
"Nggak kok Pril. Mama ke sini cuma mau pamit pulang." Prilly menatap mama Resi tak mengerti.
"Oh iya, mama lupa. Mama dan papa tidak tinggal di sini bersama kalian. Kami tinggal di Bandung." Prilly mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan mertuanya.
"Ya sudah, kami pamit sekarang ya. Dari pada terjebak macet nanti."
"Papa mana ma?" Ali yang bersandar pada pintu kini bersuara setelah tadi hanya diam dengan tangan yang bersedekap di dada, mendengarkan omongan mama dan istrinya.
"Ada di bawah sama Kaia dan Kris." Ucap mama Resi sambil melangkah menuruni anak tangga, yang diikuti oleh sepasang pengantin baru.
Saat mereka bertiga sampai di ruang tamu tempat pak Syarief, Kaia dan Kris berkumpul. Kris langsung tertawa terbahak membuat Kaia dan juga Pak Syarief mengernyitkan dahinya. Kris yang mengetahui maksud dari ekspresi calon mertuanya itu, langsung menunjuk seseorang. Semua orang mengikuti arah jari telunjuk Kris yang mengarah pada Prilly dan hal itu membuat Kaia ikut tertawa. Namun berbeda dengan Prilly, dia menunduk merasa takut jika ada kesalahan yang dia perbuat pada hari pertamanya di tempat tinggalnya yang baru.
"Pril, lo kaya bibi-bibi aja. Tuh handuk gak dijemur dulu apa?" Prilly mengamati keadaan tubuhnya sekilas.
"Ah iya, aduh.. lupa."
"Udah nanti aja. Keburu mama dan papa kesiangan kalau nunggu lo jemur handuk dan balik lagi ke sini." Cegah Kaia saat Prilly membalikkan tubuhnya berniat untuk menjemur handuk yang masih bertengger di bahu kanannya. Pak Syarief dan Mama Resi pun tersenyum melihat tingkah menantunya. Dan Ali hanya menatap Prilly dengan senyum sinisnya.
"Ya sudah ayo ma kita berangkat." Mama Resi pun berdiri dari duduknya mengikuti langkah sang suami keluar rumah.
"Kami pulang dulu ya Li. Baik-baik sama istrimu." Ali mencium tangan papa juga mamanya tanpa merespon ucapan sang papa.
"Sekalian deh gue juga mau berangkat kerja." Tanpa sadar Ali menjabat tangan Kaia hendak menciumnya namun sedetik kemudian dia menepisnya.
"Kenapa gak jadi?" Tanya Kaia sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Idih... ogah gue nyium tangan lo. Gak wajib juga kan?"
Kaia dan Kris terkekeh melihat wajah Ali kesal.
"Ya sudah kami berangkat, kalian jaga rumah baik-baik ya.. ingat jangan bertengkar." Prilly mengangguk dan tersenyum memandang sang kakak ipar.
Prilly menghela napasnya melihat Ali yang buru-buru memasuki rumahnya setelah orang tua dan kakaknya berangkat. Merasa belum mengetahui seluk beluk rumah, Prilly memutuskan untuk mengelilinginya sampai dia bertemu dengan Bi Sumi asisten rumah tangga di rumah Ali.
"Selamat pagi.."
"Eh selamat pagi neng. Ada yang bisa bibi bantu?"
"Ini mbok eh bi, saya mau jemur handuk, tempatnya di mana ya?"
"Oh kalau mau jemur handuk di kamar saja neng, di dekat kamar mandi ada sebuah rak kok coba deh neng cari."
"Oh gitu ya bi. Makasih ya."
"Si neng pasti belum memperhatikan isi kamar tidur Den Ali ya?" pertanyaan itu membuat Prilly tersenyum dan merasa malu karena tak terpikir untuk mengamati kamar suaminya terlebih dahulu.
"Iya bi, tadi bangun tidur saya langsung mandi soalnya. Oh ya sudah ya bi, saya ke atas dulu." Bi Sumi mengangguki ucapan Prilly yang langsung berlalu dari hadapannya.
Pintu kamar terbuka saat Prilly hendak membukanya. Ali telah membukanya terlebih dahulu. Adu pandang antar keduanya tak berlangsung lama, Prilly segera menundukkan kepalanya. Perasaan antara takut dan bingung melihat sikap Ali yang acuh terhadapnya. Tanpa sepatah kata Ali pun beranjak pergi meninggalkan Prilly yang masih tertunduk.
Naluri sebagai seorang gadis yang kini telah menjadi istri orang mengajak Prilly untuk merapikan kamar tidurnya. Memang tidak berantakan banget sih, Prilly hanya merapikan beberapa barang yang tergeletak di meja. Mendengar decitan pintu terbuka membuat Prilly menoleh namun tak berani menyapa seseorang yang memasuki kamar itu. Dua insan dalam satu ruangan itu sibuk dalam keheningan beberapa saat.
"Eh, mas mau ke mana?" Tanya Prilly saat melihat sang suami hendak keluar kamar.
"Bukan urusan lo." Jawab Ali ketus tanpa menoleh sedikit pun. Bukannya melanjutkan pekerjaannya, Prilly malah menghampiri Ali. Mengulurkan tangannya. Ali hanya melirik sekilas tanpa menyambut uluran tangan itu kemudian bergegas pergi.
"Hati-hati mas." Gumam Prilly memandangi punggung Ali yang kian menjauh.
--- II ---
"Woi... ke mana aja lo baru muncul?" Kevin menyambut kedatangan Ali di kampus dengan antusiasnya.
"Eh bro, ke mana aja sih lo? HP juga gak aktif."
"Hp gue kan belum balik Vin masih dalam rangka penyitaan."
"Oh iya iya, lupa gue. Terus lo ke mana aja beberapa hari gak nongol?"
"Emmm... gue ke Bandung."
"Wah, berarti lo udah gak naik si sexy vespa lagi dong? Kan habis dari Bandung. Mobil sama moge udah balik kan?"
"Kalau mobil sama moge gue udah balik otomatis HP gue juga udah balik lah."
"Hahaha... sabar deh lo bro."
"Gila lo. Bahagia di atas penderitaan teman."
"Pastilah." Kevin pun mendapat toyoran di kepalanya gara-gara jawabannya itu. Namun hal itu cukup mampu membuat Ali tertawa juga.
"Widih... cogan-cogan lagi ngapain nih? Mesra amat." Mila yang datang tanpa di undang membuat Kevin dan Ali menoleh.
"Kenapa lo, cemburu lo sama gue? Karena Kevin lebih mesra sama gue?" Ledek Ali membuat Mila melototkan matanya.
"Lagian ya Mil, sebelum kenal lo, Kevin tuh gak pernah berpaling dari gue."
"Wah, jadi gue pihak ketiga dong nih ceritanya?" Ucap Mila memelas.
"Betul." Jawab Kevin dengan mantap yang mendapat cubitan kecil di pinggangnya.
"Haha... rasain lo Vin macan betina lo ngamuk."
"Eh udah jam 11 nih, kalian gak masuk ruangan? Nanti kalau telat bisa ketinggalan info lho." Mila mengingatkan kedua cowok yang duduk di sebelahnya. Kevin dan Ali akan mengikuti pembinaan KKN untuk mahasiswa semester 6.
"Eh iya nih. Makasih ya sayang udah diingetin. See you baby. Nanti aku ke kost kamu deh." Ucap Kevin lalu memberi cium jauh pada Mila, membuat Mila menunduk tersipu.
"Iya sayang aku tunggu." Balas Mila dengan senyum sumringahnya.
"Hedeh, mulai deh gue dicuekin." Ali merengut kesal melihat keromantisan sahabatnya.
"Udah ayo masuk. Nanti aja deh mesra-mesraannya dilanjut." Ucap Ali menarik tangan Kevin untuk segera berlalu.
"Sirik lo." Jawab Mila tak kalah kesal. Ali dan Kevin yang sudah berjalan menuju ruangan pun tertawa mendengarnya.
--- II ---
Prilly membuka pintu kamarnya saat mendengar ada seseorang yang mengetuknya.
"Neng, ayo sarapan dulu. Dari tadi neng kan belum sarapan." Ucap Bi Sumi saat melihat Prilly membuka pintu.
"Iya bi. Sebentar lagi, ini lagi nanggung nih."
"Oh iya neng tadi Den Ali pesan sama bibi. Bibi disuruh bantuin beres-beresin barang-barang neng."
"Oh gitu ya bi. Iya nih saya bingung naruhnya di mana. Tadi mau tanya sama Mas Ali tapi dia buru-buru pergi."
"Iya neng Den Ali ke kampus. Mari neng bibi bantu." Bi Sumi mengikuti langkah Prilly memasuki kamar. Bi Sumi meletakkan barang-barang Prilly sesuai yang diperintahkan Ali sebelum dia berangkat ke kampus. Sementara Prilly hanya memperhatikan si bibi melakukan pekerjaannya.
"Nemg barangnya cuma sedikit ya."
"Iya bi, saya bawa yang kira-kira penting saja. Gak mungkin balik pulang kan bi kalau ada yang ketinggalan?"
"Iya neng kan jauh ya neng. Nah, udah selesai neng. Ayo neng sarapan. Udah siang ini." Prilly mengangguk lalu mengikuti langkah bibi menuju dapur.
"Bi, Prilly bantu apa nih?"
"Lho neng sudah selesai makan?" Prilly mengangguk sambil meletakkan piring yang habis dia cuci.
"Nggak ada yang harus dibantu neng. Karena bibi nggak pernah masak kalau siang, Neng Kaia dan Den Ali nggak pernah makan di rumah."
"Emang mbak Kaia kerja di mana bi?"
"Kerja di kampus Den Ali neng. Oh iya neng kuliah juga kan?"
"Iya bi. Alhamdulillah diterima di UNJ."
"Wah, satu kampus sama Den Ali juga dong?"
"Oh Mas Ali juga di UNJ ya bi?"
"Iya neng tapi bibi nggak tahu apa jurusannya. Oh iya neng, neng jangan sungkan bilang sama Bi Sum ya kalau mau apa-apa. Sekarang neng istirahat saja."
"Iya bi. Terima kasih. Tapi saya tidak terbiasa tidur siang bi. Saya juga bingung bi mau apa. Ini kan hari pertama saya di sini."
"Oh iya ya neng. Neng boleh kok tanya apa saja sama bibi yang neng belum tahu." Masih dengan melanjutkan pekerjaannya bi Sumi pun mulai menceritakan semua hal di rumah ini ke Prilly walaupun Prilly tak banyak pertanyaan yang diajukan. Tentang bagaimana baiknya orang tua Ali, bahkan sampai makanan favorit Kaia dan Ali, termasuk tentang kesibukan dia sehari-hari mengerjakan pekerjaan rumah ini.
"Aduh, neng maaf ya malah bibi menceritakan kegiatan bibi."
"Iya nggak apa-apa kok bi. Oh iya bi, sudah sore nih. Saya mau mandi dulu ya. Nyiram bunganya nunggu Prilly selesai mandi ya bi."
"Siap neng." Bi Sumi mengacungkan jempolnya pada Prilly sebelum Prilly berlalu dari hadapannya. Tak perlu menunggu lama, Bi Sumi segera mengajak Prilly menuju halaman belakang rumah.
Deheman seseorang membuat Prilly dan Bi Sumi yang sedang terlena menyirami bunga pun menoleh.
"Eh, mbak Kaia sudah pulang?" Sapa Prilly, menghampiri Kaia dan mengulurkan tangannya.
"Eh, lo mau apa Prilly?"
"Salim sama mbak."
"Haduh Prilly, nggak usah deh. Gue belum tua kali."
"Lho kan memang mbak lebih tua dari Prilly."
"Eh, gue masih imut kali... Oh iya, jangan panggil gue mbak dong? Kaya gimana gitu..."
"Nggak bisa mbak. Masa Prilly harus panggil nama? Nggak sopan dong?"
"Ya udah lo panggil gue kakak aja biar sama kaya Ali. Gue mandi dulu ya Prilly, gerah nih. Nanti kita lanjut deh obrolannya." Prilly tersenyum dan mengangguki ucapan Kaia lantas dia kembali menemani Bi Sumi melanjutkan menyiram bunga.
--- II ---
Dua orang gadis sedang asyik berbincang di ruang keluarga seusai makan malam. Mereka saling berbagi cerita satu sama lain agar lebih saling mengenal. Prilly sedang asyik memandangi foto-foto keluarga Syarief yang tersimpan rapi pada sebuah album.
"Dari mana aja lo baru pulang?" Tanya Kaia pada seseorang membuat Prilly mengalihkan pandangannya dari album foto yang ia pegang.
"Eh mas, baru pulang?" Sapa Prilly tersenyum menhampiri Ali. Prilly mengulurkan tangannya seperti tadi pagi. Ali meliriknya lagi lalu menoleh pada Kaia yang juga menatap ke arahnya. Setelah beberapa detik bergelut dengan pikirannya, Ali pun menyambut uluran tangan Prilly. Dengan sigap Prilly langsung mencium punggung tangan Ali.
"Mas sudah makan?" Tanya Prilly setelah mencium tangan Ali.
"Sudah." Jawab Ali singkat tanpa melihat ke arah Prilly yang berdiri di sampingnya.
"Gue tadi dari kampus kak. Ada pembinaan KKN." Ali duduk di sebelah Kaia dan menjelaskannya. Prilly juga ikut kembali duduk.
"Emang pembinaannya sampai malam gini?"
"Nggak sih tadi main ke tempat Kevin."Jawab Ali bangkit dari duduknya dan bergegas pergi meninggalkan Kaia dan Prilly.
"Dasar adik durhaka lo! Gue belum selesai ngomong tahu!" Kaia meneriaki adiknya yang sudah menghilang dari pandangannya. Prilly tersenyum memperhatikan.
"Ali emang kaya gitu Pril. Lo yang sabar aja deh ya?" Lagi dan lagi Prilly tersenyum mendengar ucapan kakak iparnya.
"Ya udah kak Prilly mau nyusul mas Ali dulu ya." Pamit Prilly yang diangguki Kaia.
"Ya udah sana. Gue juga mau ke kamar." Setelah Prilly menghilang dari pandangannya Kaia pun bergegas menuju kamarnya.
Haiiiii... haiii.... Apa kabar? Kita ketemu lagi nih... yuk di baca dan jangan kabur dulu yaaa, jangan lupa vote dan comment yaa... Terima kasih yang sudah vote... see you...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top