Bab 4

Prilly POV

"Pril.." Panggil bapak saat aku selesai sarapan dan hendak berangkat sekolah.

"Iya pak?" Jawabku mendekati bapak yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Masalah beasiswa yang kamu katakan kemarin, bapak sudah merundingkannya dengan ibu." Aku hanya diam menunggu bapak melanjutkannya.

"Bapak mengizinkanmu ikut program beasiswa itu tapi dengan syarat."

"Syarat apa pak?" Tanyaku sudah tak sabar. Apa pun syaratnya nanti harus aku setujui agar aku bisa kuliah.

"Kamu ambil perguruan tinggi yang ada di kota ini saja. Paling jauh ya di Jogja. Gimana?"

"Ah... terima kasih bapak. Akan Prilly usahakan mencari perguruan tinggi yang dekat saja." Sangking bahagianya aku pun memeluk bapak. Hal yang aku lakukan lagi setelah beberapa tahun belakang ini sudah tak pernah aku lakukan karena suatu hal.

"Iya tapi jangan kaya gini dong? Kamu mau cekik bapak apa?"

"Maaf pak, Prilly terlalu bersemangat."

"Ya sudah, sana berangkat sekolah nanti terlambat lho?"

"Oh iya pak. Assalamualaikum." Aku mencium punggung tangan bapak dan berlalu menuju sekolah.

"Tunggu nak..." suara seorang wanita memanggilku. Aku pun menoleh pada ibu lalu tersenyum dan menghampirinya.

"Mulai sekarang kamu diantar jemput saja ya Pril?"

"Nggak usah ah bu, merepotkan. Lagian Kang Ari juga masih sibuk kan di kebun belakang."

"Nggak nak. Emang tugas Kang Ari itu ngantar kamu sekolah. Mau ya?" Aku masih berpikir untuk memberi alasan apa lagi yang harus aku utarakan.

"Sudahlah Pril kamu jangan kaya gini lagi ya? Sudah tak akan ada lagi yang melarang kamu apa pun nak. Jadi ibu mohon, kamu mau ya diantar jemput Kang Ari?"

"Iya nduk, masa kamu mau bikin ibumu kepikiran terus sih?" Ucap bapak menyela percakapanku dengan ibu.

"Tapi ini janji bu."

"Sudah lupakan janji itu. Sekarang sudah tidak akan ada lagi yang menagih janji itu Pril." Lagi-lagi suara bapak menginterupsi dengan tegas. Kulihat wajah ibu yang sendu, kalau aku menolak pasti ibu akan menangis dan aku tak sanggup melihat ibu menangis lagi. Sudah cukup ibu menangis saat kepergian Mbak Dewi.

"Baiklah." Jawabku menganggukkan kepalaku dan ibu langsung berhambur untuk memelukku.

"Terima kasih nak."

"Ya sudah bapak panggilkan Kang Ari dulu. Kamu tunggu sini." Aku mengangguk pada bapak sebelum bapak pergi ke belakang.

--- II ----

Ali POV

"Ah lo kak. Ngagetin aja!"

"Gimana balapannya menang?" Tanya Kaia lagi. Iya tadi yang menanyaiku saat aku masuk rumah adalah Kaia kakakku. Aku tak menjawab hanya mendengus kesal mengingat kekalahanku tadi.

"Kapan mau berhenti balap?" Tanyanya lagi.

"Gak akan!" Jawabku singkat dan tegas. Aku yakin gak akan bisa berhenti balap karena balap itu hobiku.

"Ya sudah sepertinya kakak harus lapor sama papa biar papa langsung turun tangan."

"Eh, janganlah kak. Gak mungkinlah kak gue berhenti balap kan lo tahu sendiri, HOBI kak HOBI." Ucapku dengan menekankan kata 'hobi' untuk menunjukkan bahwa meninggalkan hobi itu hal yang gak mungkin aku lakuin.

"Terus apa ada untungnya hobimu itu?" Tanya Kaia sinis.

"Gue punya banyak teman."

"Hal yang positif?" Tingkat kesinisannya makin menjadi.

"Punya banyak teman juga hal positif." Jawabku membela diri.

"Bisa bergaul dan punya banyak teman emang hal positif asal tidak salah pergaulan." Ucapnya ketus lalu pergi dari hadapanku. Aku hanya tersenyum miring dan menggelengkan kepala tak peduli dengan apa yang dia ucapkan. Aku pun segera melangkah menuju kamar.

'Yang jelas aku gak akan berhenti balap apa lagi sebelum aku bisa membalas kekalahanku pada Dicky. Jangan harap aku merelakan predikatku sebagai penguasa jalan itu padanya!' Itulah tekadku sebelum akhirnya mataku terpejam.

"Woi bangun lo kebo!" Teriak seseorang membuatku kaget. Aku membuka mata ternyata hari sudah pagi.

"Bangun lo udah pagi nih." Ucap seseorang itu lagi membuatku menoleh padanya.

"Sialan lo! Teriak-teriak aja lo pikir ini di hutan?"Aku mengumpat pada Kevin yang telah membangunkanku dengan tidak sopan. Dia tidak menjawab hanya menghendikkan kedua bahunya sambil nyengir kaya kuda.

"Eh, mandi sana. Lo kuliah gak?" Dia menggangguku lagi saat aku mau memejamkan mata yang masih terasa sangat berat. Aku mendengus kesal karena ulahnya yang menimpukku dengan bantal.

'Apa sih mau lo Vin? Berisik tahu gak?"

"Ayo ngampus habis itu gue temenin lo ke rumah sakit deh."

"Ngapain ke rumah sakit? Orang gua gak sakit."

"Lo mau ketemu Marcel gak? Kabarnya dia sudah sadar." Aku membelalakkan mata mendengar penuturan Kevin. Dalam sekejap aku bangun dari berbaringku dengan segera duduk dan membuang gulingku ke lantai.

--- II ---

Prilly POV

"Terima kasih bu atas bantuannya." Ucapku pada Bu Sinta yang telah membantuku banyak hal untuk mengurusi program beasiswa itu.

"Sama-sama Pril. Yang penting sekarang kamu belajar ya 2 minggu lagi kan test peyisihan. Semoga kamu berhasil ya mendapatkan beasiswa itu."

"Iya bu, saya akan berusaha semampu saya. Kalau begitu saya kembali ke kelas ya bu. Sekali lagi terima kasih banyak." Aku pun keluar dari ruang guru setelah selesai melengkapi persyaratan program beasiswa itu dan Alhamdulillah pihak sekolah membantuku untuk mendaftarkannya. Kini tinggal belajar untuk test pertama karena aku yakin pasti ribuan siswa yang akan mengikutinya. Semoga aku bisa menjadi salah satu dari siswa yang beruntung. Amin.

Aku segera kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Tak terasa waktu cepat berlalu, beberapa menit lagi pun bel akan berdering pertanda jam pulang, namun aku masih harus mengikuti pelajaran tambahan sebagai persiapan untuk mengikuti ujian nasional bulan depan.

"Pril, ke kantin yuk?" Risa mengajakku ke kantin saat jam pelajaran usai. Aku langsung berdiri menghampirinya dan ikut berjalan menuju kantin. Kulihat anak-anak kelas X dan XI berhamburan keluar ruangan dengan cerianya.

"Habis ini kamu mau lanjutin ke mana Pril?" tanya Risa saat kami sudah berada di kantin sambil menunggu pesanan datang.

"Aku ikut program beasiswa Ris. Doakan ya semoga aku bisa lulus."

"Wah, semoga ya Pril. Terus kamu ambil PTN mana?"

"Rencana awal aku milih PTN yang ada di kota ini saja sesuai pesan bapak, tapi Bu Sinta memberi saran agar aku punya pilihan PTN yang lain yang ada di luar kota." Risa hanya mengangguk mendengarkan penjelasanku sambil menikmati makanan yang dia pesan tadi.

"Akhirnya kamu pilih mana?" tanyanya setelah selesai mengunyah makanan dalam mulutnya.

"Aku cuma pilih 2 UNY sama UNJ."

"Wah, jadi pilih yang di luar kota semua ya?" aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban karena aku sedang menyeruput minumanku.

"Nanti kalau misal kamu diterima terus kira-kira gimana apa diizinkan oleh bapakmu?"

"Entahlah. Itu dipikir belakangan saja. Kalau tidak diizinkan ya sudah aku mendaftar di kota ini saja."

"Semoga berhasil ya Pril."

"Makasih ya Ris. Kamu sendiri bagaimana?"

"Sepertinya aku mau ke Surabaya atau Bandung deh Pril. Kebetulan aku ada saudara di sana."

"Kita bakal pisah dong ya? Padahal enam tahun ini kita selalu bersama."

"Tapi kan kita masih bisa komunikasi Pril. Makanya kamu beli hp dong? Lagian satu sekolah ini cuma kamu aja tuh yang gak punya hp."

"Bukannya gak punya Ris tapi emang gak mau pegang hp."

"Ya udah yuk balik." Ajakku setelah kami selesai menghabiskan makanan yang kami pesan.

Risa adalah temanku semenjak SMP jadi aku dekat dengannya meski gak setiap saat kami selalu bersama. Tapi tak jarang pula kami selalu ke kantin bareng, kebetulan untuk kelas XII ini kami bisa satu kelas lagi. Selesai makan kami pun kembali ke kelas untuk mengikuti pemadatan materi mata pelajaran yang akan diujikan saat Ujian Nasional. Karena sore ini materi Bahasa Indonesia adalah kerja kelompok, dan bagi yang kelompok yang sudah selesai mengerjakan diperbolehkan pulang, maka aku pun pulang lebih awal 30 menit dari biasanya.

Saat aku keluar pintu gerbang aku menoleh ke kanan dan kiri ternyata Kang Ari belum menjemputku. Benar juga sih, kan Kang Ari tahunya aku pulang jam 16.30.

"Yuk aku anterin Pril." Risa menawariku untuk pulang bareng.

"Ah kamu bercanda ya Ris? Kita kan beda arah."

"Gak apa-apalah lagian juga masih jam segini."

"Gak usah deh Ris makasih tawarannya. Nanti kamu capai lho."

"Pril mau pulang bareng aku?" Tiba-tiba kudengar dari arah belakang ada yang menawariku untuk pulang bareng. Aku dan Risa pun kompak menoleh ke sumber suara itu.

"Gak usah Rei makasih." Iya, dia adalah Reihan.

"Udah sore lho Pril masa kamu mau jalan kaki?"

"Ah nggak kok Rei. Ini aku nunggu jemputan Kang Ari." Padahal tadinya aku mau jalan kaki saja dari pada nunggu Kang Ari lama datangnya. Berhubung Reihan menawariku untuk pulang bareng jadi lebih baik aku harus menunggu kang Ari menjemputku dari pada nanti di tengah jalan Reihan memaksaku untuk ikut dengannya.

"Mana kang Ari belum datang?" Tanyanya lagi sambil melihat ke sekeliling.

"Iya kang Ari kan tahunya aku pulang jam 16.30, nah ini aku pulang lebih awal jadi ya belum datang."

"Ya udah aku temenin nunggu kang Ari ya?"

"Gak usah Rei. Kalau kamu mau pulang dulu gak apa kok. Ini ada Risa." Tolakku lagi sambil melihat ke arah Risa dan Risa pun tersenyum, mengangguk.

"Udah gak apa Rei, aku nemenin Prilly kok."

"Nah, itu Kang Ari." Aku menunjuk Kang Ari yang keluar dari mobil, menghampiriku.

"Mbak maaf saya telat ya." Ucap Kang Ari saat sudah ada di dekatku.

"Oh nggak kok kang. Saya aja tadi yang pulangnya lebih awal."

"Ya sudah Ris aku pulang dulu ya. Makasih udah nemenin. Yuk Rei." Aku pamit pada kedua temanku itu.

--- II ---

Author POV

Sementara itu di tempat lain, Ali sedang tergesa-gesa berjalan di lorong rumah sakit. Dia sudah tak sabar ingin menemui seseorang yang mungkin akan bisa membuka semua teka-teki yang belum dia temukan jawabannya. Kevin dan Mila pun berusaha mengikuti langkahnya dengan nafas yang memburu.

"Li, sabar dong?" Seru Kevin sambil sedikit berlari mengejar Ali yang entah kerasukan setan atau vampir itu.

"Heh, tungguin gue dong?" Mila tak kalah berseru dan mengerjar langkah kedua lelaki itu.

"Eitt...." Kevin terpeekik dan berusaha mengerem kakinya, karena hampir saja dia menabrak Ali yang tiba-tiba berhenti.

BUGH

"Aduuuh...." Pekik Mila yang menabrak tubuh Kevin karena tak sempat untuk mengerem langkahnya. Kevin tak menyangka jika Mila akan menabraknya maka tubuhnyapun limbung, walhasil mereka berdua tersungkur ke lantai dan Ali agak sedikit terpental ke depan karena dorongan dua tubuh manusia di belakangnya.

"Eh lo apa-apan sih?" Bentak Ali saat menyadari keadaannya yang hampir saja menabrak suster yang sedang lewat di depannya.

"Lo sih berhenti mendadak gitu..." Ucap Kevin sambil berusaha bangkit setelah Mila berhasil bangkit.

"Gara-gara kalian nih gue jadi jatuh kan?" Ucap Mila tak terima.

"Gue tuh capai tahu ngejar kalian eh tahu-tahu kalian berhenti tanpa aba-aba dulu jadi gini deh." Mila melanjutkan protesnya.

"Emang baris berbaris apa pakai aba-aba segala?" Desis Ali.

"Udah deh, ngapain Li tadi lo tiba-tiba berhenti gitu?" Tanya Kevin menyela perdebatan Mila dan Ali yang mungkin akan terjadi sebentar lagi.

"Gue lupa. Emang ruangannya di mana sih?" tanya Ali sambil menggaruk kepalanya yang penuh ketombe itu, mungkin lho...

"Heleh lo tadi gue panggil-panggil gak nengok lo. Jalan terus kaya kesambet gitu."

"Iya, iya sorry deh. Gue udah gak sabar nih pingin tahu semuanya." Jawab Ali nyengir.

"Ah lo kaya mau ketemuan sama gebetan aja pakai acara gak sabaran."

"Tahu ah. Udah ayo buruan." Ali malas menanggapi ocehan Kevin.

"Ya udah, ayo..." Jawab Kevin berjalan berbalik arah sambil menggandeng Mila yang masih sibuk merapikan penampilannya.

"Eh Vin mau ke mana?" Tanya Ali sedikit berteriak melihat Kevin berjalan berbalik arah. Seketika Kevin pun menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Ali yang masih berdiam diri di tempat ia terpental tadi.

"Lo gimana sih? Katanya pingin cepet ketemu?" Tanya Kevin berkacak pinggang setelah menghembuskan nafasnya dengan kasar. Kesal merasakan tingkah Ali yang seenaknya saja.

"Udah deh buruan. Atau gue pulang nih?" Ancam Kevin karena Ali masih mematung dengan kebingungannya.

"Ruangannya di sana Ali..." Ucap Kevin lagi dan membuat Ali sadar bahwa dia keliru arah.

"Lho gak ke sana ya?" Tanya Ali dengan polosnya saat berjalan menghampiri Kevin dan Mila.

"Lo mau jengukin mayat siapa hah?" Tanya Kevin yang hampir emosi lalu mengelus dadanya. Ali mengernyitkan dahinya.

"Lo tuh kalau ke sana itu ke kamar mayat." Kevin menunjuk petunjuk arah yang terpampang di persimpangan tempat Ali berdiri saat terpental tadi. Mata Ali pun mengikuti arah tangan Kevin, dia bergidik ngeri saat membaca tulisan itu.

"Kenapa lo gak bilang dari tadi sih Vin?"

"Gue juga baru tahu Li, baru baca saat lo masih bengong tadi."

"Jadi....?"

"Udah deh gak usah permasalahin kamar mayat. Buruan ayo kita ke rungan dia di rawat." Ucap Mila menghentikan pertikaian yang mungkin akan terjadi di detik berikutnya.

"Awas lo Vin." Desis Ali, sedangkan Kevin hanya terkekeh mendengarnya. Ali pun hanya bisa mengikuti ke mana Kevin dan Mila melangkah, takut salah arah lagi.

"Lo, diem aja dulu ya Li. Ntar biar Mila yang mulai pembicaraan dan nyari tahu infonya." Kevin mengingatkan Ali agar menahan emosinya nanti saat sudah bertemu dengan orang yang di maksud. Ali hanya mengangguk tak rela, dia mengepalkan kedua tangannya.

"Kalian?" Sapa seseorang saat Mila, Kevin dan Ali memasuki ruang rawat inap itu. Di sana terlihat ada seorang pasien yang sedang berbaring dan 2 orang yang menemani di samping brangkarnya.

"Gimana keadaan lo?" Ucap Mila memulai percakapan setelah terjadi keheningan beberapa detik.

"Seperti yang lo lihat." Jawab si pasien itu dengan angkuhnya.

"Udah deh gak usah basa-basi. Lo mau apa?" Tanya seorang lagi yang sedari tadi tidak menyingkir dari samping bangkar. Matanya tajam menatap Ali yang berdiri di samping Kevin.

"Apa salah kita jengukin temen lo ini?" Kini Kevin yang bersuara.

"Jengukin? Sejak kapan lo care sama dia?" Jawab seorang tadi dengan sinis.

"Oke deh kita ke sini niat awalnya datang dengan baik tapi sambutannya kaya gini. Langsung aja deh. Gue ke sini mau nanya tentang...." Ali pun bersuara dengan nada agak sedikit meninggi membuat suasana menjadi menegang.

"Dewi?" Tanya si pasien memotong ucapan Ali.

"Oke akan gue jelasin."

"Sebenarnya gue dan Dewi...."

Hai... terima kasih yang sudah vote... ayo yang belum vote jangan habis baca vote dan comment yaaa... see you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top