Bab 27
Mendapatkan kejutan pesta ulang tahun secara sederhana dari keluarga dan sahabat baiknya membuat perasaan Ali bahagia tak terkira. Dan karena itulah baik Ali maupun Prilly jadi saling tahu bahwa mereka berdua berulang tahun di bulan yang sama.
"Terima kasih ya semuanya... Walaupun udah kadaluarsa siih..." Ucap Ali terkekeh dan langsung mendapat jitakan dari Kevin.
"Yeee biar kadaluarsa tapi masih mending dirayain. Gak bersyukur banget lo!"
"Iya sih, Ali kira semuanya pada lupa karena...."
"Siapa suruh lo ulang tahun malah nginep di rumah sakit." Kris memotong ucapan Ali ikut memojokkannya.
"Jadi ya udah nunggu lo pulang aja sekalian. Masa iya tiup lilinnya di rumah sakit?" Kaia ikut nimbrung.
"Ya gak apa-apa sih misalnya iya... kan unik tuh..." Ucapan Ali mendapat cibiran dari kakaknya.
"Emm bentar deh, ada yang pingin Ali tanyain." Ucapan Ali membuat semua orang yang sedang menikmati kuenya kompak menoleh dan mengernyitkan dahinya.
"Jadi Prilly ulang tahunnya bareng Ali?" Tanya Ali yang tak tahu ditujukan pada siapa. Dia memandang semua orang yang ada di sekelilingnya secara bergantian.
"Iya, bulannya."
"Kak Kaia tahu?" Tanya Prilly yang kaget akan jawaban Kaia. Tadinya dia juga hendak menjawabnya sendiri, namun dipikr-pikir dia kan tidak tahu ulang tahun Ali kapan? Jadi dia pun hanya diam dengan ekspresi yang sama seperti Ali, bingung.
Kaia mengangguk.
"Iya, tanggal 15 bulan 10 kan?" Tanya Kaia memastikan dan mendapat anggukan dari Prilly.
"Ali tanggal 26, cuma beda 11 hari sama Ali. Ya udah sekalian dibarengin."
"Lo tahu dari mana?" Ganti Ali yang bertanya karena sebenarnya dia mulai ingin mengorek keterangan tentang Prilly.
"Waktu itu Om Rizal telepon gue ngasih tahu kalau Om Rizal dan Tante Ully nitip salam buat Prilly dan nyuruh gue nyampaiin ucapan selamat ulang tahun dari mereka untuk Prilly. Malamnya gue ke kost Prilly mau nyampain amanat om dan tante tapi Prillynya gak ada. Habis itu gue dapat kabar dari Mila kalau lo kecelakaan. Karena gue terlalu panik sama musibah yang menimpa lo, jadi lupa deh." Kaia menjelaskan asal mula dia mengetahui tentang ulang tahun Prilly. Semua orang fokus pada penjelasan Kaia kecuali Ali. Pandangannya tertuju pada Prilly yang menundukkan kepalanya dengan bahu bergetar. Lalu Ali memberi isyarat pada Kaia dengan dagunya, memberi tahu Kaia untuk melihat keadaan Prilly yang duduk disampingnya.
Kaia segera menoleh, mendapati Prilly yang menahan isakannya. Dengan segera dia memeluk Prilly dari samping.
"Maafin gue ya Pril..." Prilly mengangguk. Kaia memberikan selembar tissue pada Prilly.
"Kan kita udah rayain bareng malam ini. Jangan nangis lagi yaa...?" Kaia membujuk Prilly agar berhenti menangis. Prilly mengangguk dan segera menghapus air matanya. Berusaha kembali ceria di depan semuanya, agar mereka juga tak merasa khawatir melihatnya menangis.
"Makasih Kak..." Kaia dan Prilly saling tersenyum lalu berpelukan kembali.
Suasana menjadi hening seketika.
"Jadi waktu Ali masuk rumah sakit itu pas Prilly ulang tahun ya?" Tanya Kevin memecah keheningan. Kaia menganggukinya.
"Wah, jadi tahun ini adalah momen ulang tahun kalian yang paling mengesankan dong?" Lanjutnya.
"Kok bisa?" Tanya Ali heran. Lah ulang tahun gak ada perayaan spesial kok dibilang paling mengesankan ini gimana sih Kevin? Otaknya udah mulai geser mungkin kali yaa...
"Iyalah tanggal 15 dan tanggal 26 kalian lewati di rumah sakit doang. Padahal kalian harusnya bisa ngerayain dengan hangout ke suatu tempat gitu..."
"Nonton mungkin." Kaia ikut nimbrung.
"Dinner juga boleh..." Kris juga tak mau kalah untuk memberikan usul.
"Atau..." Kevin sengaja menggantung kalimatnya, membuat semuanya menoleh penasaran.
"Main PS sepuasnya..." Lanjutnya.
"Hahaha..." Ucapan Kevin membuat semuanya terbahak.
"Aduh, pilihan terakhirnya gak nguatin bro... Masa iya ulang tahun dirayain dengan main PS?" Tanya Kris yang masih mencoba menahan tawanya.
"Iya nih, ngasih ide gak ngehits banget." Ali menoyor pelipis Kevin.
"Ya kan lo pasti gak mau kalau gue suruh cerai sama tuh PS."
"Lo bayar berapa pun gue gak bakalan maulah cerai sama itu PS."
Sudah lama suasana hangat seperti ini tak mereka rasakan bersama. Apalagi semenjak Ali menikah. Baru pertama kali ini suasana menjadi cair tanpa adanya rasa beban yang menghimpit. Beban atas sikap Ali yang selalu dingin terhadap Prilly, bahkan sepertinya terang-terangan menolak kehadiran Prilly dalam hidupnya, hingga membuat kedua orang tuanya juga Kaia khawatir jika Prilly tak betah dan tak nyaman hidup berada di dalam keluarganya.
Namun, melihat sikap Ali yang sedikit demi sedikit mulai berubah, tak sedingin dulu setelah mengalami kecelakaan dan juga aura kebahagiaan yang terpancar malam ini membuat hati kedua orang tua dan kakak satu-satunya Ali merasa sedikit lega dan yakin setidaknya sikap Ali malam ini tak terlihat pura-pura baik di depan mereka.
Itu semua tergambar jelas dari rasa khawatir Ali saat Prilly menangis di tengah kegelapan karena listrik padam bahkan sengaja dipadamkan oleh Kevin setelah pamit pulang. Juga saat Ali tiba-tiba mencium pipi Prilly satelah memberi ucapan selamat ulang tahun, membuat Prilly sedikit berjengit kaget. Terlihat sekali Ali melakukannya secara spontan. Mungkin hati Ali yang beku sudah mulai mencair. Semoga saja... atau hanya karena terbius suasana haru yang sangat mendukung.
Kris, Kevin dan Mila sudah pamit pulang. Bu Resi, Pak Syarief dan Kaia juga sudah pamit untuk istirahat. Prilly membantu Bi Sumi membereskan kue tart yang tersisa, memasukkannya ke dalam almari pendingin. Sedangkan Prilly mencuci peralatan makan dan minum yang telah mereka pakai.
"Lho, Mas kok di sini?" Tanya Prilly terkejut akan kehadiran Ali di dapur. Ternyata Ali tadi mengikutinya. Ia kira Ali sudah ke kamar untuk istirahat.
"Apa sudah selesai?"
"Iya sudah kok. Apa ada yang Mas inginkan?"
"Aku capai. Ayo kita tidur." Prilly sedikit merasa heran mengapa tiba-tiba Ali menngajaknya ke kamar bareng. Bi Sumi tersenyum melihat sikap manja Ali kembali.
Ali menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Suara pintu dari arah kamar mandi berderit.
"Mas belum tidur?" Tanya Prilly yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk mengganti baju tidurnya.
"I... iya... sebentar lagi." Ali tergagap mendengar pertanyaan Prilly. Pandangan Ali tak lepas dari sosok mungil di depannya yang kini mengambil sebuah bantal yang ada di samping Ali.
"Eh, mau ke mana?" Tanya Ali dengan cepat mencekal sebelah tangan Prilly yang bebas.
"Mau ti..dur. A..pa Mas masih bu..tuh sesuatu?" Tanya Prilly menunduk dengan sedikit rasa takut.
"Di mana?" Prilly mendongak dan mengedarkan pandangannya. Sedikit bingung memjawab pertanyaan Ali.
"Di sini." Tunjuk Prilly pada lantai keramik yang ia pijaki karena tak ada sofa di kamar ini.
"Tidur sini aja." Ucap Ali dengan mengalihkan pandangannya yang semula menatap Prilly berganti ke sisi kasur yang tersisa disampingnya. Tangannya masih tak melepaskan cekalannya. Ucapan Ali membuat Prilly terperanjat.
"Eh, tapi..."
"Biar aku gak kesusahan bangunin kamu nanti kalau aku butuh sesuatu." Ali memberi alasan dan menarik tangan Prilly yang ia cekal membuat Prilly terduduk disampingnya. Ali segera merebut bantal yang masih ada di tangan Prilly lalu meletakkannya di samping bantalnya kemudian menepuknya beberapa kali.
"Tidurlah." Perintahnya. Setelah itu ia merebahkan dirinya dan segera memejamkan matanya. Prilly yang masih merasa bingung dengan perubahan sikap Ali yang mendadak baik padanya, akhirnya ikut membaringkan tubuhnya di samping Ali.
Tak berapa lama, mata Ali kembali terbuka. Sebenarnya dia belum merasa ngantuk karena ada suatu hal yang masih mengganjal dalam benaknya. Ucapan Kevin bebrapa jam lalu benar-benar membuat dirinya tak tenang.
"Nyaksiin jalannya pemilu apa jalannya acara Baja nembak Prilly nih??" Kalimat inilah yang terngiang dalam benak Ali.
Ia pun memiringkan badannya memunggungi Prilly. Namun, rasa nyeri di kakinya tak membuatnya bertahan lama dalam posisi tersebut. Akhirnya dia membalikkan tubuhnya kembali telentang dengan sedikit menahan ringisan.
"Awwss.." Ali menggingit bibir bawahnya menahan rasa nyeri yang melanda.
"Mas kenapa?" Tanya Prilly bangun dari rebahannya.
"Nggak apa-apa. Kamu belum tidur?"
"Maaf ya Mas, jika aku bikin Mas terganggu. Sebaiknya aku tidur di bawah saja."
"Eh, jangan..." Dengan cepat Ali menahannya.
"Bisa tolong ambilkan aku minum?" Ali mencoba mengalihkan pembicaraannya.
"Mas haus? Iya sebentar ya..." Ali mengangguk dan Prilly segera beranjak ke dapur.
Tak lama kemudian Prilly kembali ke kamar membawa segelas air putih hangat.
"Makasih... taruh situ aja. Ayo tidur lagi." Ucap Ali setelah mengembalikan gelas kosong pada Prilly dan menunjuk sebuah meja rias, menyuruh Prilly meletakkan gelasnya di situ.
"Aku boleh tidur menghadap sini kan?" Tanya Ali setelah Prilly berbaring disampingnya. Prilly pun menoleh, mendapati Ali yang tidur menghadapnya.
"Tadi aku miring ke kiri tapi kaki aku masih nyeri." Dia berusaha menjelaskan. Prilly tersenyum.
"Tidurlah dengan posisi yang nyaman Mas biar tidurnya nyenyak." Ali pun tersenyum mendengar ucapan Prilly. Lalu ia segera memejamkan matanya setelah memanjatkan doa sebelum tidur.
--- II---
Senyum simpul Ali terukir jelas di bibirnya kala dia membuka mata pagi ini karena melihat sosok mungil di sampingnya yang masih tetidur pulas. Rasa lega menyelimuti dirinya atas kekhawatirannya jikalau semalam Prilly tiba-tiba pindah untuk tidur di lantai tanpa sepengetahuannya. Namun ternyata hal itu tidak terjadi. Entah mengapa Ali jadi sebaik dan seaneh ini sikapnya pada Prilly. Mungkin ini semua karena omongan Kaia dan Kevin waktu ia masih menjalani pengobatan di rumah sakit. Memang saat itu dia seolah cuek tapi siapa sangka dia benar-benar mencerna ucapan dari kakak dan sahabatnya itu.
"Lihat Li, dia tidurnya pulas banget sepertinya kelelahan." Kaia terbangun dari tidurnya di pertengahan malam saat mendengar suara Ali memanggil-manggil nama Prilly untuk membangunkannya hanya karena dia haus.
"Apa lo gak ada sedikit rasa kasihan? Pulang dari kampus langsung lo minta dia nemenin lo terapi. Lagian kenapa lo gak mau dibantuin sama yang lain?" Ali hanya diam tak menanggapi omongan Kaia tetapi pandangannya fokus memperhatikan Prilly yang meringkuk di atas kasur lantai.
"Jangan karena dendam lo sama Dewi dulu terus lo lampiasin ke Prilly. Dia bahkan tak tahu apa-apa antara lo dan Dewi."
"Gue nggak dendam sama Dewi." Kaia menautkan kedua alisnya.
"Ya emang gue kecewa banget sama Dewi yang ternyata selingkuh atau bahkan menjadikan gue selingkuhannya. Tapi gue nggak dendam sama Dewi."
"Terus kenapa sikap lo dingin dan jutek sama Prilly? Lo memperlakukan dia seolah dia itu barang yang najis jika tersentuh?" Ucap Kaia berusaha menahan emosinya mengingat bagaimana perlakuan adiknya terhadap Prilly beberapa bulan ini. Ali menghela napasnya kasar.
"Sudahlah kak, gue mau tidur lagi. Makasih tadi udah ngambilin gue minum." Ali segera merebahkan dirinya kembali lalu memjamkan matanya.
"Cobalah untuk merubah sikap lo Li, setidaknya lo kurangilah sikap dingin lo itu. Gue beberapa kali gak sengaja memergoki dia menangis di balkon kamar lo. " Kaia tahu adiknya sama sekali belum tidur.
"Ya sudah selamat istirahat." Ucapnya lalu mencium kening Ali dan berlalu menjauh dari brangkar Ali.
Setelah merasa Kaia sudah tak berada di dekatnya, Ali kembali membuka matanya. Dia merasakan sesak di dalam dadanya, matanya pun memanas namun ia buru-buru memejamkan matanya kembali untuk menghalau air mata yang siap menetes.
Tak berbeda dengan Kaia, Kevin pun mengatakan hal yang sama sehari setelah ia mengetahui hubungan Ali dan Prilly yang sesungguhnya.
"Cobalah untuk menerima takdir yang sudah digariskan bro. Gue tahu lo masih belum bisa nerima Prilly sebagai istri. Tapi tak ada salahnya juga lo mencoba membuka hati buat dia. Ya, setidaknya lo jangan jutek-jutek gitu sama dia." Ucap Kevin saat dirinya menjenguk Ali.
"Lo sekongkol ya sama Kaia?" Ali meresponnya dengan kesal.
"Maksud lo?"
"Nggak lo... nggak Kaia sama aja yang diomongin."
"Ya, mungkin gue sama Kaia sehati..." Kevin terkekeh sendiri setelah mengucapkannya.
"Tapi apa yang gue omongin ini serius Li. Coba deh perhatiin Prilly dengan seksama. Dari segi fisik dia emang bukan tipe lo banget. Gue sangat tahu itu. Tapi dia tak kalah cantik dibanding cewek-cewek yang suka ngerumunin lo di kampus. Coba deh sedikiiiit aja berikan perhatian lo ke dia. Paling nggak lo balas deh perhatian sama kebaikannya selama ini dengan merubah sikap lo yang selalu jutek itu sama dia. Gue gak maksa lho ini, tapi gue gak mau lo nyesel nantinya. Lo tahu sendiri Prilly juga banyak yang mengincar..."
Ali yang duduk bersandar di kepala ranjang hanya memperhatikan Kevin yang sedang duduk di kursi yang ada di dekat brangkarnya dengan raut wajah yang serius.
Pergerakan kecil Prilly membuatnya tersadar dari lamunannya. Dia segera bangun dari tidurnya karena tak ingin ketahuan jika sedari tadi dia sibuk memperhatikan wajah polos disampingnya itu. Dan entah disadarinya atau tidak, senyum simpul yang terukir dibibirnya itu pun mengembang menjadi sebuah senyuman manis.
Prilly memicingkan matanya berusaha memperjelas penglihatannya. Apa ia tak salah lihat? Dirinya dan Ali tidur di ranjang yang sama?
"Sudah bangun?" Pertanyaan itu membuat Prilly yang sibuk bergelut dengan berbagai pertanyaan di benaknya, menoleh. Dia segera bangun dan buru-buru turun dari tempat tidur. Segera merapikan sprei yang ia tempati dan bantal yang ia pakai.
"Kalau mau merapikan tempat tidur sekalian semuanya dong..." Ucapan Ali membuat dirinya berdiri mematung seketika.
"Maaf Mas, aku bangun kesiangan." Ucapnya sambil menundukkan kepalanya. Dia bahkan tak tahu jika Ali tersenyum padanya, bukan memarahinya. Walaupun Ali mengucapkannya dengan nada biasa saja tapi bagi Prilly tetap saja sama. Karena selama ini yang terekam dalam otaknya adalah Ali yang selalu berucap dingin, jutek dan tegas didepannya.
"Bisa tolong siapkan air hangat untukku?" Ali mencoba memperhalus ucapannya. Ia juga tahu bahwa Prilly merasa ketakutan.
"I... i... iya Mas, sebentar." Prilly segera pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat buat Ali.
"Mas, air hangatnya sudah siap..."
"Iya terima kasih..." Ali berdiri dari duduknya.
"Oh iya, tolong siapkan bajuku buat ke kampus ya..." Ali segera melangkahkan kakiknya dengan perlahan ke dalam kamar mandi tanpa menghiraukan Prilly yang masih merasa bingung takut pendengarannya barusan salah.
Setelah selesai berganti baju, Ali segera menyusul anggota keluarganya yang sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan bersama.
--- II ---
Hari ini Ali benar-benar bertekad untuk ke kampus. Ingin ikut pemilu hanyalah alibinya saja padahal alasan dia yang sesungguhnya adalah hanya untuk memastikan suatu hal yang sudah mengusiknya semalaman.
Sesampainya di kampus Ali segera menuju tempat pemungutan suara dengan jalan tertatih. Menolak tawaran Prilly yang hendak membantunya. Dia tak ingin dianggap lemah di depan orang lain. Hampir semua mahasiswa tercengang dengan kedatangan Ali yang tiba-tiba muncul setelah sebulan lebih menghilang dari peredaran.
"Ali..." Gumam Kevin saat ia tak sengaja menoleh dan mendapati sosok seorang cowok sedang berjalan menggunakan kruk. Sudah dapat dipastikan dari postur tubuhnya bahwa itu memang Ali. Apalagi Kevin sudah hafal sekali bentuk badan Ali hanya dengan melihat sekilas.
"Hei bro..." Sapa Kevin tersenyum ramah.
"Nekad juga lo ke sini..."
"Gue boleh ikut milih kan?"
"Pertanyaan yang bodoh untuk dijawab." Ucapan Kevin membuatnya terkekeh. Jelas saja, Ali masih menjadi mahasiswa aktif fakultas bahasa dan seni dikampusnya, tentu saja ia berhak menyumbangkan satu suaranya untuk salah satu kandidat.
"Eh, kalian diantar siapa?" Tanya Kevin memandang Ali dan Prilly bergantian.
"Papa sama Mama, tuh diparkiran."
"Wah, tapi ini masih antre Li, kasihan om dan tante nunggunya pasti lama."
"Iya gak apa-apa, mereka sendiri yang ngotot untuk nungguin."
"Oh ya udah, kalau gitu kalian duduk sana aja kayaknya antreannya sedikit."
Ali dan Prilly berjalan bersisian menuju tempat tunggu yang disediakan untuk mengantre di bilik 3. Bisik-bisik para tetangga pun mulai bermunculan melihat Ali datang dengan Prilly yang selalu berada disampingnya. Padahal selama ini mereka tak pernah terlihat dekat.
"Udah, gak usah didengerin." Ali berbisik pada Prilly saat Prilly sudah duduk disampingnya. Prilly hanya mengangguk dan tersenyum.
"Li, Prill..."
"Hai kak..." Balas Prilly menyapa Mila yang menghampiri mereka.
"Nih, buat kalian."
"Sejak kapan Mil orang milih dapat snack sama minuman?"
"Yeee ini khusus kali ah buat lo. Kan lo ketua panitianya..."
"Eh?"
"Yaelah Li, jangan berlaga bego napa? Jangan lo pikir karena lo kecelakaan terus kita rubah juga sususan panitianya, kita hanya melanjutkan perkerjaan yang sempat tertunda saja."
"Sorry ya gara-gara gue semuanya jadi berjalan gak sesuai rencana."
"Udah lo tenang aja, gak usah dipikirin, yang penting lo sembuh dulu bro..." Kevin merangkul Ali dan membisikkan sesuatu padanya.
"Kan udah ada perawat pribadinya..." Ucapan Kevin langsung saja membuat Ali jadi salah tingkah. Kevin tersenyum puas melihat ekspresi Ali dengan pipinya yang sedikit memancarkan rona merah.
"Oke deh kalau gitu, selamat mengantre yaa... gue sama Mila mau menjalankan tugas dulu..." Tak ingin membuat suasana menjadi canggung nantinya jika dia selalu menggoda Ali, akhirnya dia berinisiatif untuk pamit sambil menggandeng Mila.
"Hai Pril..." Tak lama setelah kepergian Kevin dan Mila, seseorang datang menyapa Prilly dengan memamerkan senyum manisnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top