Bab 24
Sepekan sudah Ali dirawat di rumah sakit dan Prilly tak pernah meninggalkannya sendirian selama ini, itu artinya sudah sepekan juga Prilly tidak berangkat kuliah. Kaia juga selalu menemaninya menjaga Ali setelah ia pulang kerja, namun kadang bergantian dengan Bi Sumi jika Kaia sedang kecapaian. Kris hanya beberapa kali terlihat menjenguk Ali karena dialah yang mengantarkan Kaia ke rumah sakit. Namun Kris tidak pernah menginap. Dia hanya mengantarkan Kaia, menemaninya sampai tiba waktu tidur lalu usai subuh menjemputnya kembali karena ada tanggung jawab sebuah pekerjaan yang tidak bisa ditinggal begitu saja.
Kevin dan kawan-kawan juga selalu menyempatkan diri menjenguk Ali di waktu senggangnya pada siang hari, di sela-sela jam kuliah mereka. Tak jarang juga selepas maghrib mereka kembali berkumpul di ruangan Ali. Tempat tongkrongan baru nih... Ah, masa gak ada tempat yang lebih elit sih? Nongkrong kok di sebuah kamar rawat inap pasien di rumah sakit? Apa karena darurat?? Hmmm...
Harusnya suasana rumah sakit itu tenang, damai, agar pasien cepat sembuh tapi tidak dengan satu kamar rawat istimewa ini... Suara gelak tawa selalu terdengar kala teman-teman Ali berkunjung. Mereka selalu saja membuat lelucon untuk menghibur Ali. Bukan hanya itu, kadang mereka juga menyulap ruang inap Ali menjadi sebuah café yang identik dengan musik dan lagu. Walaupun begitu, mereka juga sangat tahu diri karena berusaha untuk tidak mengganggu waktu Ali makan dan minum obat juga istirahat. Mereka hanya ingin menghibur Ali agar tidak larut dalam kesedihan karena kecelakaan itu.
Saat mengetahui tulang kaki kirinya patah, Ali nampak syok. Untung saja lengan tangan kirinya hanya memar-memar saja dan luka-luka kecil di bagian tangan dan kaki kanan sudah mulai mengering. Wajah Ali pun sudah tak pucat lagi. Kondisinya pun semakin membaik.
Akhir pekan kali ini, Pak Syarief dan Bu Resi kembali menjenguk Ali di rumah sakit. Sebernarnya mereka sudah sampai di Jakarta malam tadi, namun mereka memilih untuk istirahat terlebih dahulu di rumah dan paginya baru ke rumah sakit. Bu Resi panik saat memasuki ruangan tak menemukan anak laki-laki dan menantu kesayangannya.
"Aduh... ke mana ya Pa mereka?"
"Yang jelas mereka tidak ada di sini Ma..."
"Iya Pa, Mama juga tahu itu, kalau mereka ada di sini Mama nggak mungkin tanya sama Papa." Jawab Bu Resi dengan nada agak sedikit kesal mendengar ucapan suaminya.
"Dengerin dulu Ma, Papa belum selesai bicara. Mungkin Prilly lagi ngajakin Ali jalan-jalan Ma. Pasti dia bosan di kamar terus. Mama kaya nggak tahu aja Ali anak yang nggak betah diam." Pak Syarief berusaha memberi argumen positif pada istrinya mungkin bisa sedikit menenangkan. Bu Resi menghela napasnya berusaha membuang pikiran buruk yang menghantuinya.
"Semoga deh ya Pa, apa kondisinya sudah kuat?" Namun tetap saja rasa cemas itu tak bisa hilang.
"Permisi..." Seorang perawat datang membawakan jatah makan pagi Ali.
"Eh sus, lihat anak dan menantu saya ke mana?" Tanya Bu Resi pada suster tersebut.
"Maaf bu, saya tidak tahu. Coba ibu tanyakan saja pada suster jaga."
"Oh ya sudah." Bu Resi manggut-manggut. Kenapa tidak terpikir untuk bertanya pada suster jaga sejak tadi?
"Saya permisi bu."
"Oh iya, terima kasih sus."
"Sudahlah Ma, jangan panik, nggak mungkin mereka kabur. Sebentar lagi juga mereka kembali. Apalagi ini sudah waktunya Ali makan dan minum obat."
"Ah mungkin benar Pa, kata suster tadi. Kenapa kita tidak mencoba bertanya pada suster jaga saja? Siapa tahu mereka melihat ke mana Ali dan Prilly pergi. Tapiii mama tetap aja khawatir Pa kalau terjadi apa-apa sama mereka."
"Ya sudah, Mama tunggu di sini saja biar Papa tanya pada suster jaga lalu cari mereka." Pak Syarief pun keluar dari ruangan berniat mencari keberadaan Ali dan Prilly.
Sedangkan di lain tempat,
"Mas sudah waktunya minum obat. Yuk kita kembali ke kamar." Prilly mengingatkan dan mengajak Ali untuk kembali ke kamarnya.
"Gue mau makan di sini." Ucap Ali datar.
"Tapi mas..."
"Gue mau makan di sini." Ucap Ali sekali lagi namun untuk kali ini dengan nada tegas dan tetap ngotot tidak mau kembali ke kamar.
"Ya sudah tunggu ya aku belikan dulu. Mas mau makan apa pagi ini?"
"Nasi rames sama ayam goreng aja."
Prilly pun menuruti kemauan Ali untuk makan di taman rumah sakit. Dia segera melangkah menuju kamarnya untuk mengambil uang terlebih dahulu, meninggalkan Ali sendirian di taman. Ali selalu minta dibelikan makanan di kantin rumah sakit jika Kaia atau Bi Sumi belum datang membawakan bekal. Sedangkan jatah makan Ali selalu Prilly yang habiskan, sayangkan, mubadzir nanti jika harus dibuang.
"Prilly..." Mendengar namanya dipanggil, Prilly segera mendongakkan kepalanya.
"Papa..." Mata Prilly berbinar melihat papa mertuanya kini berdiri di hadapannya.
"Dari mana kamu? Ali mana?" Tanya Pak Syarief sambil melihat sekeliling Prilly sepertinya heran melihat Prilly berjalan sendirian.
"Dari taman Pa, Mas Ali ada di sana."
"Terus sekarang kamu mau ke mana? Ali sama siapa?" Rupanya Pak Syarief belum puas juga mendengar jawaban menantunya.
"Prilly mau ke kamar Pa, mau ambil uang buat beliin sarapan untuk Mas Ali. Jadi maaf Pa, Prilly terpaksa meninggalkan Mas Ali sendirian di taman."
"Eh, nggak usah beli makan, mama sudah bawain bekal kok. Ya sudah, ayo, ajak Ali kembali ke kamarnya lagi." Pak Syarief tersenyum lalu menggandeng tangan Prilly, mengajaknya segera menuju taman untuk menjemput Ali.
"Emm itu Pa, Mas Ali pingin makan di taman." Langkah Pak Syarief terhenti ketika mendengar penjelasan Prilly dengan nada sedikit takut.
"Oh gitu, ya sudah kamu ambil deh bekalnya di kamar sekalian beri tahu mama, mama panik banget nyari kalian." Jawab Pak Syarief masih dengan tersenyum melihat ekspresi menantunya.
"Iya Pa, maaf ya."
"Ya sudah Papa mau nyusul Ali, kasihan dia sendirian." Pak Syarief mengacak rambut Prilly dengan sayang dan segera melangkahkan kakinya ke taman menyusul putranya dan Prilly melanjutkan langkahnya menuju kamar rawat Ali dengan senyum menghiasi wajah ayunya.
Sesampainya di taman,
"Gimana Li perkembangannya?" Pak Syarief menepuk pundak Ali pelan.
Merasakan pundaknya ditepuk, Ali segera menoleh dan wajah bahagia terpancar darinya melihat papanya berdiri di sampingnya.
"Papa... Alhamdulillah Pa besok sudah mulai terapi."
"Maaf ya Li, Papa nggak bisa nungguin kamu karena kerjaan yang sangat penting. Papa harus tanda tangan kontrak dengan partner dari Korea. Dan kamu tahu sendiri kan kalau itu tidak bisa diwakilkan?" Pak Syarief mengambil tempat duduk di sebuah bangku panjang yang ada di sebelah Ali.
"Iya nggak apa-apa Pa, Ali ngerti kok." Ucap Ali tersenyum pada papanya.
"Pa, Ali minta maaf ya selama ini sudah jadi anak yang bandel dan selalu bantah ucapan Papa." Mata Pak Syarief terbelalak karena kaget mendengar ucapan Ali yang tiba-tiba.
"Wah, kayaknya serius nih, lagi ngomongin apa sih?" Ucapan Bu Resi yang tiba-tiba datang membuat Pak Syarief mengurungkan niatnya untuk menanggapi permintaan maaf Ali.
"Mama?"
"Hai sayang, gimana kondisi kamu?" Bu Resi segera memeluk putranya, menumpahkan rasa rindunya.
"Seperti yang Mama lihat, Ali sudah bugar, besok mulai terapi Ma..." Jawab Ali setelah melepaskan pelukan hangat dari mamanya.
"Ingat ya kamu harus sabar nanti saat menjalani terapi biar cepat pulih. Oke?" Ali mendongakkan kepalanya dan mengangguk pada mamanya yang sedang mengelus lengannya.
"Ya sudah yuk makan dulu." Bu Resi ikut duduk di samping suaminya lalu bersiap menyuapi Ali. Namun Ali tidak menyambut sesendok nasi yang terhidang di depan mulutnya, ia mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling taman. Sepertinya mencari seseorang.
"Prilly juga Mama suruh untuk makan." Penjelasan Bu Resi yang lembut membuat Ali terkejut lalu menatap mamanya yang sedang tersenyum padanya.
"Kenapa sih? Kangen ya? Baru juga beberapa menit pisah..." Rupanya Bu Resi tak tahan untuk tak menggoda anaknya.
"Mama apaan sih?" Ali menundukkan kepalanya berusaha mengalihkan pandangannya dengan senyumnya yang tertahan juga raut wajah yang terasa memanas.
"Ehem... kayanya sudah ada yang mulai kena virus nih Ma." Pak Syarief pun tak mau tinggal diam.
"Virus apa Pa?"
"Virus... C I N T A."
"Iiih.. Papa sok tahu.." Ucap Ali kesal dan pura-pura ngambek padahal ia menahan rasa malu yang tiba-tiba menghinggapi dirinya mendengar ledekan kedua orang tuanya.
Keesokan harinya Ali mulai berlatih untuk berdiri sendiri dari brangkarnya menggunakan tongkat penyangga atau yang sering disebut kruk. Saat merasa badannya sudah bisa berdiri dengan seimbang, Ali tak sabar ingin mencoba menggerakkan kakinya untuk melangkah. Namun, baru selangkah saja tubuhnya limbung. Untung Prilly yang berada di sampingnya dengan cekatan memeganginya, menahan tubuh Ali agar tidak terjatuh. Lalu membantu mendudukkan Ali di atas kursi roda.
"Jangan dipaksakan dulu kalau memang belum bisa. Coba untuk berdiri saja dulu. Lihat kamu bisa bertahan berapa lama. Jika sudah tidak terasa nyeri untuk berdiri baru mulai belajar untuk berjalan." Ucap Pak Surya menasehatinya.
"Jangan merasa lelah untuk terus berusaha ya Li. Semangat!!" Wajah Ali yang tadinya kesal dan ingin marah menjadi berubah. Dia tersenyum mendengar motivasi dan ucapan semangat dari dokter yang merawatnya dengan sabar.
"Iya dok."
"Ya sudah, Om pamit dulu ya, mau keluar kota nih."
"Makasih Om, hati-hati." Pak Surya menepuk pundak Ali berkali-kali lalu meninggalkan ruangan Ali, namun sebelumnya ia tak lupa mengucapkan kata 'semangat!!' lagi untuk Ali.
--- II ---
"Assalamu... eh, Mas mau ngapain?" Ucapan salam Prilly terpotong begitu saja saat baru memasuki ruangan Ali. Dia terlihat khawatir melihat Ali yang dengan susah payah sedang berusaha untuk turun dari brangkarnya. Dengan segera ia menghampiri Ali berniat untuk membantunya namun tangan Prilly ditepis begitu saja oleh Ali.
"Lo dari mana aja jam segini baru datang?" Tanya Ali sinis dan membuang muka tidak mau melihat Prilly yang berdiri di sampingnya. Apalagi melihat pintu kembali terbuka memunculkan sosok seorang cowok yang tak kalah tampan darinya, membuat berbagai pertanyaan berkelebat dalam pikiran Ali.
"Maaf Mas, selesai kuliah tadi aku langsung ke warnet cari bahan buat makalah."
"Gue bosan, pingin jalan-jalan." Ucap Ali semakin sinis. Ali tak menanggapi penjelasan Prilly, baginya itu tak perlu, yang penting dia sudah tahu apa penyebab Prilly datang terlambat.
"Hai Li, gimana keadaan lo?" Sapa seseorang yang tadi memasuki ruangannya beberapa detik setelah Prilly masuk.
"Ya, seperti yang lo lihat." Jawab Ali semakin sinis enggan menatap orang yang menyapanya bahkan tak menyambut uluran tangan orang tersebut.
"Sorry ya gue baru sempat jengukin lo hari ini. Gue baru tahu kalau lo dirawat di sini, tadi gak sengaja ketemu Prilly di parkiran." Entah mengapa mendengar ucapan temannya ini membuat rasa kesal Ali sedikit menghilang.
"Iya gak apa-apa. Makasih udah mau jengukin gue." Kali ini nada bicara Ali berubah tak sesinis sebelumnya dan mau menatap lawan bicaranya.
"Kebetulan gue juga ada keperluan ketemu bokap nih." Ali hanya memandang orang tersebut datar tak menanggapi ucapannya lagi.
"Gue bosan, mau jalan-jalan." Ali mengulangi ucapannya. Entah sadar atau tidak Ali sedang merajuk, menoleh pada Prilly yang masih berdiri di sampingnya.
"Iya sebentar..." Prilly meletakkan tasnya di sofa lalu membantu Ali mendudukkannya di atas kursi roda. Untuk kali ini Ali menyambut bantuan Prilly dengan senang hati.
"Lo belum mandi ya?" Tanya Ali yang seketika membuat Prilly menciumi badannya terutama keteknya, berkali-kali memastikan bahwa tidak terlalu bau asem dan alhasil dia nyengir setelah mencium bau badannya sendiri.
Prilly tidak tahu bahwa apa yang dia lakukan barusan mampu membuat Ali tersenyum melihat tingkahnya. Namun bukan Ali namanya jika dia memperlihatkan senyumannya di depan Prilly. Ketika Prilly menatapnya kembali Ali langsung buru-buru mengalihkan pandangannya yang semula fokus memperhatikannya.
"Eh iya Mas, tadi gak sempat mampir kost dulu langsung ke sini soalnya sudah kesorean. Ya sudah kalau gitu aku mandi dulu gak apa-apa kan Mas?"
'Lo gak mandi aja masih wangi, gimana kalau lo mandi dulu sebelum ngantar gue jalan-jalan? Bisa-bisa bukan gue yang jadi pusat perhatian tapi malah lo...' Gerutu Ali dalam hati. Iri nih ya ceritanya? Apa takut tersaingi Li?
"Gue mau jalan-jalan sekarang." Ucapnya dengan cepat namun tegas.
'Gue tahu di sini banyak dokter muda yang tampannya bisa dibilang imbanglah sama gue, jadi gak akan gue biarin lo tebar pesona yaa..' Ali menggerutu dalam hati lagi. Cemburu apa gimana nih Li?
Dua hari lalu setelah melakukan terapi untuk pertama kali, Ali meminta Prilly untuk membawanya ke taman. Selain bosan, ia juga tak ingin rasa kesalnya berlarut-larut. Kesal karena merasa tak bisa langsung berjalan, kesal melihat kondisinya yang lemah. Saat melewati sebuah lorong rumah sakit dekat taman, ada seorang dokter muda yang menyapa mereka dengan senyuman ramahnya. Prilly pun mengangguk dan tersenyum terhadap dokter tersebut. Melihat kejadian itu, rasa kesal Ali makin bertambah, namun apa yang bisa ia perbuat untuk melampiaskan kekesalannya? Ia berteriak sepuasnya setelah sampai di taman. Prilly dengan setia menemaninya tanpa menginterupsi sedikit pun.
"Ayo cepetan... kalau nggak mau nemenin bilang aja." Ucap Ali setelah sempat mengingat kejadian dua hari lalu. Ia pura-pura ngambek karena melihat Prilly yang masih berdiam diri tak mendorong kursi rodanya.
"Eh Mas, kok ngomong gitu? Iya, maaf ya... aku mandinya nanti saja."
"Emm... maaf Kak Baja kami tinggal dulu ya?" Ucapan Prilly membuat Baja terkesiap. Seorang cowok yang datang di belakang Prilly tadi adalah Baja. Dia lah yang telah membuat mood Ali seketika kesal dua kali lipat. Bukan hanya keterlambatan Prilly datang ke rumah sakit, namun kehadiran Baja membuat suasana hati Ali mendadak buruk. Sedari tadi Baja sibuk memperhatikan tingkah kedua teman yang ada di hadapannya. Merasa aneh dengan sikap Ali yang gampang berubah, awalnya sinis dan jutek kemudian merajuk lalu ngambek pada Prilly. Dan Prilly pun bersikap manis dan lembut juga menurut.
"Eh, iya Pril. Gue juga mau ketemu bokap. Cepet sembuh ya Li, gue duluan." Ucap Baja gelagapan namun dengan cepat ia bisa menguasai diri. Lalu pamit meninggalkan ruangan Ali dengan satu pertanyaan yang memenuhi pikirannya. 'Ada hubungan apa antara Ali dan Prilly?'
Setelah Baja menghilang dari pandangannya, Prilly mulai mendorong kursi roda Ali meninggalkan kamarnya.
"Hai ganteng..."
"Hai Ali..."
Ali tersenyum menanggapi sapaan demi sapaan dari beberapa suster jaga saat Ali dan Prilly melewati koridor rumah sakit.
'Kok dia ikut senyum sih lihat gue disapa suster-suster cantik? Masa dia nggak ada rasa cemburu sama sekali sih?' Ali mulai bergelut dengan pikirannya sendiri.
'Lo kenapa sih nggak pernah ngeluh atau nunjukin wajah bête lo di depan gue? Gue kan pingin lihat gimana lo kalau lagi bête, pasti gemesin...' iiihhh... Ali apaan sih yang ada dipikiran lo? Ali berusaha menepis semua pikirannya yang akhir-akhir ini dipenuhi dengan nama Prilly dan Prilly.
Hahaiiii..... obat baper datang.... ketemu lagi nih kita... ada yang kangen gak nih? Lama gue ngilang yaa... hehe... ya udah yuk langsung deh di baca terus jangan lupa di vote dan di komen yaa... matur tengkiyu yess yang udah ikhlas untuk baca, vote apalgi komen cerita gue... jadi bikin gue semangat... oke deh see you next bab yaa... moga aja bisa next cepat deh mengingat mulai bsampai pertengahan februari gue sibuk lagi... hihi..
Gak bosan-bosan juga nih gue ingetin untuk baca cerita gue yang lain
TERBELENGGU SKENARIO CINTA walaupun masih 3 bab tapi rencana gue lanjut kok setelah Anugerah Terindah katam yess..
TheOne, ini cerpen guys.. castnya masih Ali Prilly kok..
Kumpulan Cerpen Cinta Remaja, yang ini gur tulis berdasarkan sepenggal kisah cinta kehidupan nyata yang ada di sekitar gue, castnya bukan Ali Prilly.
Monggo di baca...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top