6. Hotarumaru X Mouri Toushiro: Tiny and Cute, but Strong
小さくて可愛いけど、強い!
Angin riang tetap berhembus di citadel hari ini. Membawa suara ceria para penghuninya naik membubung ke angkasa, sekaligus menyampaikan pada semesta bahwa hari ini pun mereka tetap bergembira.
Para anak-anak pedang masih bermain di halaman belakang, berlarian membawa sapu yang sepertinya baru saja digunakan untuk menyapu daun kering di sana tadi. Beberapa pedang dewasa masih berusaha menyelesaikan tugas piket mereka sampai makan siang tiba beberapa jam lagi.
Di tengah citadel yang sedemikian rupa, ada dua makhluk yang kini jalan berjingkat sambil sesekali menoleh ke sekitar, memastikan bahwa tidak ada yang melihat mereka sekarang.
"Aman?" Tanya bocah berambut merah, bertanya pada satu bocah yang lebih pendek lagi, yang berjalan di belakangnya.
"Aman," jawab temannya.
Mereka kembali berjalan, miring dengan punggung merapat ke dinding. Lalu akhirnya berhasil masuk ke dalam dapur, yang tidak lama lagi pasti akan ramai dengan keberadaan Shokudaikiri dan Kasen yang menyiapkan makan siang.
"Kau yakin tidak apa-apa, Aizen?" Hotarumaru, salah satu dari dua bocah pedang itu ragu.
"Tidak apa-apa asal tidak ketahuan." Si rambut merah itu menjawab sambil medekat ke arah benda balok besar dengan dua pintu berwarna putih yang terletak di ujung ruangan.
Pelan-pelan tapi pasti Aizen membuka salah satu pintu, lalu memeriksa apakah benda yang mereka cari ada di dalamnya.
"Lihat Hota! Masih ada. Shokudaikiri pasti sudah menggantiya dengan yang baru."
Aizen mengambil gelas pada rak perabotan yang tersimpan rapi oleh tangan cekatan Shokudaikiri, juga Kasen. Kemudian dia mengambil kotak karton bertulis "susu segar" dari dalam rak kulsan serta merta menuangnya ke dalam gelas. Setelah terisi penuh, dia menyodorkannya pada Hotarumaru.
"Kemarin kita melakukan hal yang sama, aku takut kalau kali ini kita akan ketahuan," Hotarumaru ragu alih-alih menerima gelas penuh susu itu.
Lagipula susu segar itu rasanya tidak terlalu enak dibanding parfait atau au lait yang biasa dibuat Shokudaikiri untuk mereka, padahal katanya mengandung susu juga.
"Kau ingin tinggi kan? Cepatlah minum!" Aizen kembali membujuk. "Atau kau tetap ingin bocah melon itu selalu datang padamu karena kau terlalu kecil dan imut?"
Benar juga! Hotarumaru tidak ingin Mouri terus menjawil pipinya atau mengelus-elus kepalanya karena dia terlalu pendek dan imut. Karena itu dia memutuskan untuk tumbuh tinggi.
Walaupun, sebenarnya Sayo Samonji pemengang rekor pedang terpendek di citadel saat ini. Tapi menjadi nomor dua terpendek pun tidak membuat Hotarumaru senang karena kenyataannya Mouri terus menempel padanya.
"Yosh! Aku ingin tinggi!" Kata bocah itu pasti kemudian menerima gelas dari Aizen, menegaknya.
Di tegukan terakhir, bahunya melompat kaget mendengar suara familiar terdengar memanggil namanya.
"Hotaruuumaruuuu!"
Aizen yang sudah menyimpan kembali karton susu ke dalam kulkas ikut kaget begitu melihat bocah berambut hijau muda nan mencolok yang sempat mereka bicarakan tadi tiba-tiba muncul.
"Ayo main!" Kata bocah itu, ceria seperti biasa.
Hotarumaru memainkan gelas di tangannya, ragu. "Eh? Anu..., sebentar lagi aku harus membantu Kuniyuki mengurus Hanataro."
"Kalau begitu biar aku ikut membantumu, setelah itu kita main!"
"Tapi..., " Hotarumaru menoleh, menatap dengan tatapan memelas ke arah Aizen.
Dan ketika si merah bermaksud mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar langkah terburu dari luar disertai dengan teriakan Heshikiri Hasebe yang kebetulan bulan ini menjadi kinji citadel.
"Shutsujin daaa!"
Ketiga bocah itu menyembulkan kepalanya keluar dari pintu, melihat para pedang yang semula sibuk dengan urusan masing-masing kini beranjak ke halaman depan.
"Kita ke sana saja dulu!" Putus Aizen.
Lalu mereka bertiga mengikuti langkah-langkah para pedang lain menuju ke arah yang sama.
🍁🍁🍁🍁
"Biarkan aku membaca siapa saja yang akan pergi untuk misi kali ini!" Ujar Hasebe lantang. "Tonbokiri!"
"Ha'! Ryoukai shimashita!" Tombak berambut marun itu menyahut.
"Tarou-tachi!"
Pedang bertubuh besar yang duduk di tepi engawa, berjejeran dengan Mikazuki itu menyahut kalem. "Ryoukai desu.
"Jirou-tachi!"
.........
Tidak ada jawaban.
"Jirou-tachi?"
"Mungkin dia masih tidur di kamarnya." Jawab sang kakak mewakili. "Semalam suntuk dia minum. Aku akan memanggilnya."
Tarou-tachi berdiri, lalu berlalu menuju kamar sang adik.
Hasebe menepuk dahinya, mengatakan "Aruji, apakah misi kali ini akan baik-baik saja?!" dengan lirih, lalu kembali menatap catatan yang harus ia baca lagi. "Selanjutnya, Ishikirimaru, Hotarumaru, lalu..."
"Semoga aku, semoga aku, semoga..." Mouri komat-kamit berdoa mendengar nama Hotarumaru disebut.
"Ichigo Hitofuri, kau kapten timnya. Sekian. Bersiaplah kalian semua!"
Tempat itu berangsur-angsur sepi. Meninggalkan Hasebe beserta Mikazuki yang kini kembali mengangkat cangkir tehnya.
"Ah, aku harus kembali membersihkan taman belakang," gumam Hasebe. Dia bermaksud beranjak pergi setelah berpamitan pada si kakek, tapi di satu langkah pertama dia sadar kalau ada lagi satu sosok yang kini menggelayut pada kaki kanannya dengan kedua pipi mengembung, cemberut.
"Aku ingin ikut!"
Kening Hasebe mengernyit. "Hah? Kemana? Taman belakang untuk membantuku? Tentu saja!"
"Shutsujin!"
"Heh? Apa?!"
Alis Hasebe terangkat melihat bocah melon yang kini mulai merengek, mengaitkan salah satu tangan pada kaki kanannya sambil terlentang menghentak-hentakan kaki pada permukaan lantai. "Aku mau ikut, pokoknya mau ikuuuut!!"
"Tidak boleh!" Pemuda itu menyahut. "Lawan kita kali ini tidak cukup dengan mengandalkan tantou."
"Aku mau ikuuuut! Pokoknya mau ikuuuuut!!!"
🍁🍁🍁🍁
Ichigo Hitofuri heran saat dia datang ke tempat dimana mesin waktu berada, salah satu adiknya sudah berada di sana lengkap dengan pakaian yang biasa dia pakai untuk melaksanakan misi.
"Mouri, kenapa kau di sini?" Tanyanya.
Sebelum bocah itu menjawab, Ichigo menoleh ke arah Hasebe yang tampak sangat kesal, alisnya masih naik ditambah kerut dahi yang terlihat jelas. Sudah pasti adiknya ini telah melakukan sesuatu.
"Ichi-nii, aku ikut shutsujin kali ini!"
Kini Ichigo yang mengerutkan keningnya dengan penuh tanda tanya. Kemudian dia kembali pada Hasebe yang sudah menghembuskan napasnya, menenangkan diri.
"Sudahlah, aruji sudah mengijinkannya ikut." Ucap pemuda ber-jersey putih biru itu. "Ichigo Hitofuri, jangan sampai lengah!"
"Ryokai itashimasu."|1| Si biru mengangguk.
Setelah semuanya berkumpul, mereka mulai mengoperasikan mesin waktunya.
🍁🍁🍁🍁
Era Heian, Maret 1184 Ichi no Tani no Tatakai.|2|
Tuan mereka merahasiakan tujuan misi kali ini dengan sengaja karena Imanotsurugi pun pasti akan merengek ikut apabila dia tahu kalau dalam misi ini dia bisa bertemu dengan tuannya dulu, Minamoto no Yoshitsune.
"Ada kemungkinan para penjelajah waktu itu akan datang untuk mengecoh pasukan yang dipimpin Yoshitsune. Dengan begitu klan Taira akan berhasil memusatkan pertahanan mereka di bagian timur yang akan diserang oleh Minamoto no Nariyori." Ichigo Hitofuri memaparkan interpretasinya setelah dia melakukan pengamatan sejenak. "Kalau Minamoto tidak berhasil dalam penyerangan ini, maka aliran sejarah pun akan bergeser.
Mereka mengamati dari atas bukit sembari melihat arak-arak pasukan Minamoto yang mulai terbelah menjadi dua, bejalan dengan arah berbeda. Sebagian besar ke timur, dan sebagian lagi ke utara.
"Perlukah kita berpencar menjadi dua tim?" Tonbokiri bertanya.
"Tidak perlu, tugas Yoshitsune hanya mengecoh. Karena itu dia hanya membawa sepuluh ribu pasukan dari enam puluh ribu yang ada. Jadi bisa dipastikan kalau Jikan Soukogun akan lebih mudah menyerang pasukan Yoshitsune daripada pasukan Nariyori."
Semuanya mengangguk lalu kembali mengamati keadaan. Sampai ketika tiba-tiba Jirou-tachi menaikkan setingkat suaranya lebih tinggi sambil menunjuk langit yang menampakkan lingkaran yang bersinar kuring terang. "Mereka datang!"
"Bersiaplah!" Ichigo Hitofuri memberi komando. "Mouri, jagan menjauh dari yang lain, mengerti?"
Bocah melon itu mengangguk.
Para pedang pun mulai berlari menyambut lawan mereka melewati bukit-bukit terjal yang jika tidak berhati-hati melewatinya akan terjadi sesuatu yang fatal.
Hotarumaru dengan lincah melompati dinding-dinding batu dengan bentuk tak beraturan sambil menarik bilah dari saya|3|-nya. Gerakannya yang gesit dan cepat tidak sempat diprediksi oleh lawannya yang masih dalam posisi bersiap setelah datang entah dari belahan bumi yang mana. Hotarumaru menebas tepat pada lehernya.
Beberapa menit tadi Mouri masih bertarung tidak jauh dari tempatnya berada. Tapi pada saat dia menoleh setelah berhasil mengalahkan beberapa lawan, anak itu sudah sedikit menjauh mengejar musuh yang masih dia lawan.
Yari. Itu yari!
Hotaru panik. Yang lain masih tampak sibuk dengan lawan masing-masing yang jumlahnya terus bertambah.
Mouri tidak akan bertahan dengan musuh seberat itu.
Ayunan pedang bocah kunanag-kunang itu terus bergerak mengenai musuh yang langkah demi langkah menghadangnya.
"MOURI DI BELAKANGMU!!"
Ichigo Hitofuri yang semula memusatkan fokusnya pada musuh menyempatkan diri sejenak untuk memeriksa keadaan adiknya.
Ada satu tachi yang melompat dari atas bocah hijau itu yang sepertinya mengincarnya sejak awal.
"MOURIIII!!!"
🍁🍁🍁🍁
"Sudah kubilang sebelumnya 'kan?" Hasebe memulai lekturnya sementara bocah hijau itu sudah duduk diam menekuk kaki dan memeluk lututnya. Dia menunduk, tidak sekalipun mengangkat wajahnya.
Ichigo Hitofuri masuk ke ruang perawatan setelah mereka kembali dari misi. Lukanya tidak parah tapi itu cukup membuat yang lain merasa khawatir.
Kalau saja Hotarumaru tidak menebas tachi yang berusaha menyerangnya, mungkin Mouri sudah berakhir patah di Ichi no Tani.
Hotarumaru benar-benat kuat.
Sekarang, dia harus rela duduk berjam-jam demi mendengar petuah dari Hasebe dan mungkin juga, dari tuan mereka.
Kenapa juga gadis itu mengijinkannya pergi, sebelumnya?
"Sudah belajar 'kan?" Dengan satu senyum terkulum di bibir tipisnya, gadis itu bertanya dengan suara lembut. "Jangan kau ulangi lagi ya?"
Mouri memberanikan diri mengangkat wajahnya, melihat senyum yang diberikan untuknya itu.
"Kau boleh bermain dengan Hotarumaru sesesuka hatimu asal dia tidak keberatan. Tapi misi adalah sesuatu yang serius."
"......a-aku berjanji!!" Bibir Mouri bergetar, dia mulai menangis.
"Aku percaya Ichi-nii-san adalah pedang yang kuat, jadi dia pasti akan segera pulih."
"Aruji..., " Hasebe menggigit bibirnya, mencoba menahan haru.
🍁🍁🍁🍁
"Aku tida mauuuuu!!"
"Aku juga tidak mauuuu!! Aku tidak sependek Hotaru!"
"Aku juga sedikit lebih tinggi daripada Osayo!"
Dua bocah pedang Rai itu menggelinding dari ujung ruangan ke ujung yang lain. Shokudaikiri memberi mereka dua porsi besar natto|4| dan memaksa mereka memakannya karena ketahuan menghabiskan persediaan susu citadel selama seminggu.
"Ayo-ayo! Kalian ingin tinggi kan?! Natto juga penuh kalsium lho..."
"Tidaaak mauuuuuu!"
Si kepala hijau yang mengintip dari balik pintu itu tersenyum.
Hotaru benar-benar kecil, imut, juga kuat.
🍁🍁🍁🍁
Note:
1. Ryoukai itashimasu: siap
2. Ichi no Tani no Tatakai: Battle of Ichi no Tani(sekarang Kobe)
3. Saya: sarung pedang
Natto: makanan yang terbuat dari kedelai, bentuknya kalau kata saya personally mirip muntahan. Karena makanannya harus dicampur sampai kayak ada lendirnya. Dan rasanya, astagfirullah. Tapi katanya sehat :)
Sekian.
Selamat memungut kelereng aruji! Semoga bisa dapet Iwak toshi sama ayam Kote kiri Gou.
*lalu ngirim banyak tim buat ngumpulin recehan citadel*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top