19. Ookurikara - One day wish
1日の願掛け
Ookurikara
credit pic: Se-ra
Dirikues oleh@Nina_Toushirou
Warning: massive typo
Disclaimer:
Fanfic ini terinspirasi dari salah satu drable yg pernah saya baca, dan tadinya pengen langsung dialih bahasa aja, tapi kayaknya lebih enak dikasih bumbu subjektif jadi saya tulis ulang dengan bahasa sendiri.
So hopyulaikit lah.
❊❊❊
Citadel suatu hari...
Gadis itu masih bergeming di atas futon-nya, dengan selimut yang masih tergelar menghalau dinginnya udara pagi ini.
Seperti biasa, dia tidak pernah merasa enak setiap pagi tiba, dan itu terjadi selama hampir seumur hidupnya. Tapi, kali ini saja, dia benar-benar berharap bisa beranjak keluar kamar dengan langkah ringan sambil mencari sosok pemuda Date yang sempat dia paksa berjanji, untuk menemaninya ke yorozuya hari ini.
"Ah, sepertinya hari ini mustahil ..." lenguhnya panjang sambil membalikan posisi tidurnya.
Jam kecil yang terpasang di atas meja sudah menunjuk angka sepuluh, menyadarkannya bahwa ini sudah bukan pagi lagi. Dan janjinya dengan Ookurikara adalah pukul 9, yang berarti satu jam telah berlalu. Padahal butuh seminggu bagi gadis itu untuk berhasil membujuk Ookurikara, dan semuanya berakhir sia-sia karena keadaannya yang kembali tidak baik pagi ini.
Setelah terbatuk beberapa kali, gadis itu bangkit mengambil gelas berisi air putih di atas meja lalu meneguknya perlahan. Perhatiannya kemudian terpaku pada amulet kecil berupa logam berukir huruf kuno yang diterimanya dari Tsurumaru Kuninaga.
Katanya, amulet itu berasal dari era Heian di mana praktik onmyoji masih marak. Sebagai warisan era itu, Tsurumaru pastinya tahu banyak tentangnya, sama halnya dengan Mikazuki Munechika. Sayangnya Miakzuki bukan tipikal yang akan memungut barang aneh untuk dia berikan pada tuannya.
"Kau bisa membuat permintaan dengan amulet ini. Dengan ini, permintaanmu akan terkabul selama satu hari penuh." Begitu kata si albino. Gadis itu terhenyak mengingatnya, meskipun dia terkekeh kecil menyadari bahwa itu mungkin hanya gurauan Tsurumaru saja.
Hanya gurauan.
Tapi mungkin tak ada salahnya kalau ia tetap mencobanya.
❊❊❊
"Kara-chan, kemarikan pupuknya!" Sokudaikiri Mitsutada, pemuda Date sekaligus Osafune itu melambai. Tanah di depannya sudah sebagian dia gali, tinggal menaburkan pupuknya agar esok siapapun yang mendapat jatah piket kebun bisa langsung menabur benih di sana.
Ookurira, si hitam itu menyeret karung berisi pupuk itu dengan malas sebelum dia membuka penutupnya dan turut menabur benda bau itu ke atas galian tanah.
"Semoga musim panas nanti mentimunnya sudah berbuah!" Ucap Shokudaikiri bermonolog. Dalam benaknya terputar rencana membuat asinan dengan mentimun-mentimun itu.
Ookurikara masih menabur benih dalam diam, melewatkan ucapan-ucapan rekannya sebagai retoris yang tak butuh tanggapan. Ditambah, mood-nya tidak begitu baik pagi ini. Dia pun tidak paham kenapa dia begitu kesal hingga sekarang.
Yang pasti, perasaan ingin mendumal itu datang setelah dia kembali ke kamarnya beberapa jam lalu. Begitu ia tak mendapati tuannya keluar setelah satu jam menunggu.
Entahlah. Ookurikara terlalu biasa membuat jarak dengan yang lain, termasuk dengan sang tuan. Baginya, bertegur sapa saja sudah membuatnya lelah, apalagi harus meladeni keegoisan gadis yang meminta untuk ia temani ke yorozuya itu. Harusnya Ookurikara senang dia tidak perlu keluar menemaninya, hingga dia bisa langsung menyelesaikan piketnya ini. Tapi entah kenapa, dia kesal.
Mungkin karena gadis itu membuatnya membuang waktu, bahkan selama satu jam.
❊❊❊
Ookukara baru saja mencuci kaki dan tangannya saat kemudian sesuatu halus, berbulu tiba-tiba meringkal di kaki kirinya yang masih setengah basah. Yang biasa melakukan itu adalah harimau-harimau kecil Gokotai. Tapi sepertinya kali ini bukan, karena biasanya mereka akan langsung mengeroyok.
Saat manik emas pemuda itu terarah pada kakinya, ia melihat sosok manis berwarna putih dengan mata hitam bulat tererah kepadanya.
"Kucing liar?" Ookurikara menggumam sebelum ia meraih badan kucing itu dan mengangkatnya.
Citadel sudah disterilkan sebelum mereka pindah kemari. Pembatas kasat mata yang dipsang disekelilingnya, selain berguna untuk menahan serangan musuh, juga berguna untuk menghalau binatang liar masuk ke sana. Jadi mana mungkin ada kucing liar bisa masuk.
Mata bulat layaknya kelereng itu masih terpaku padanya. Dan Ookurikara masih bertanya dari mana asal makhluk mungil ini meskipun dalam hatinya ia merasa, senang.
"Kau mau bermain?" Tanyanya. Sudah pasti dia tak menginginkan balasan. Tapi kucing berbulu putih lebat itu mengeong seolah merespon pertanyaan yang ia lontarkan.
Setelah selesaai membersihkan diri, pemuda itu membawa si putih ke ruang tengah. Tak lupa dengan membawa bola temari dan neko jarashi yang selalu ia pakai untuk bermain dengan kucingーbukan, harimau-harimau Gokotai.
Di tengah kebahagiaannya itu, Ookurikara mendapati Tsurumaru lewat lalu menghampirinya. Jarang terjadi hal menyenangkan saat pemuda albino itu datang, tapi Ookurikara berharap rekannya itu tak merencanakan keisengan hari ini.
"Wah, ada kucing baru," sorak si albino dengan mata bersinar.
Kucing baru?
Di citadel hanya ada rubah ajaib milik Nakigitsune, dan seekor lagi yang mulai akrab dengannya, rubah Hakusan Yoshimitsu. Kalau ada yang bisa disebut dengan kucing karena itu termasuk bangsa mereka, maka itu adalah harimau-harimau Gokotai. Jadi, kalimat berisi frasa "kucing baru" itu tak begitu cocok digunakan dalam konteks saat ini. Tapi Tsurumaru pasti tidak peduli, dan lihat! Dia sudah mulai bermain dengan kucing itu.
"Kara-bou, apa Aruji yang membawanya kemari?" Tanya pemuda putih itu lagi.
"Entahlah. Tapi, bukankah dia sendiri alergi bulu kucing?"
Tsurumaru berpikir. Lantas, kalung yang melingkar di lehernya ini milik siapa?
"Coba lihat, ada kalung di lehernya! Apa ini dari pemiliknya?"
Sebelumnya, Ookurikara tidak menyadari keberadaan kalung yang dimaksud oleh Tsurumaru. Rantai emas putih dengan bandul berbentuk sulur itu sempat terkubur oleh bulu-bulu lebatnya. Saat Ookurikara memeriksanya lagi, benar itu sebuah kalung.
"Apa kucing ini tersesat?"
"Entahlah ..."
Ookurikara tidak begitu peduli apakah kucing ini berpemilik atau tidak. Kalau rasa kesalnya hari ini bisa terlampiaskan bersama kucing ini, kenapa tidak?
Tapi Tsurumaru terlihat masih berpikir. "Sepertinya aku pernah melihat kalung ini ..."
Lalu pemuda putih itu mengangkat tibuh kucing yang sewarna dengannya itu.
"Ah, naruhodo!" Ucapnya, seperti tengah menemukan sesuatu.
Ookurikara tidak peduli dengan itu, karena beberapa menit kemudian rekannya itu melesat pergi tanpa kata.
Kucing putih itu kini merapat ke arahnya yang berbaring dengan bertumpu tangan, menahan kepalanya. Si putih mendusal ke arahnya hingga mau tak mau Ookurikara mengelusnya dan menggaruk leher si putih itu pelan dengan fokus terarah pada bandul sulur yang ada di lehernya.
Sepertinya, dia pun pernah melihat kalung itu di suatu tempat.
❊❊❊
Senja sudah menjelang, dengan Ookurikara yang tertidur dengan merangkulnya. Wajahnya nampak dekat. Dan ini adalah kali pertama ia bisa berasa dalam jarak sedekat ini dengan pemuda yang selalu memberi batas pada orang lain itu.
Bulu matanya lentik. Dengan tone kulit yang sangat berbeda dengan penghuni citadel lainnya, tapi justru itulah yang membuatnya sangat menarik.
Gadisーyang kini berwujud kucing itu kembali mendusal manja, kemudian menjilat ujung hidung Ookurikara yang bangir.
Kapan lagi dia bisa melakukan kontak fisik seperti ini dengannya?
Benar kata banyak orang, dunia ini berputar untuk kucing. Tidak ada yang bisa mengingkari kelucuan makhluk, apalagi dengan wujud bagai gumpalan bulu yang nyaman seperti dirinya sekarang ini.
Sayang sekali, kesempatan ini pun akan segera berakhir.
"Sudah puas?"
Mata kelereng si kucing nampak lebih bulat saat ia melihat pemuda Hiromitsu di depannya sudah membuka mata. Netra emasnya nampak berkilau oleh bias cahaya senja.
Uh, tampan sekali.
Tidak. Bukan waktunya memikirkan itu.
"Sepertinya aku ingat siapa yang pernah mengenakan kalung ini ..."
Serangan listrik terasa menyengat saat pemuda itu menggumamkan kalimatnya, tangan besarnya masih mengelus bulu-bulu lembut si putih dengan raut datar seperti yang biasa nampak pada parasnya.
"Jadi, kau sudah puas hari ini?"
Gawat!
Kucing putih itu melompat dengan kecepatan tinggi saat Ookurikara bangkit dan menggendongnya. Dia berlari. Berlari secepat mungkin mendaki tangga hingga ia sampai di kamarnya.
❊❊❊
Apakah Ookurikara menyadarinya?
Gadis itu masih panik saat ia dengan cepat memakai kembali kimono-nya. Menyadari bahwa seharian dia tidur bersama Ookurikara tanpa busana membuat pipinya terasa panas meskipun ia tak lagi menggunakan wujud aslinya saat itu.
Dan, bagaimana kalau Ookurikara benar-benar menyadarinya?
Gadis itu meraih amulet yang tergeletak di atas meja. Menggenggamnya erat sambil berharap bahwa satu lagi permohonannya bisa terkabul.
Agar hubungannya dengan ksatria pedangnya itu tidak semakin canggung.
Di tengah pengharapannya itu, ketukan terdengar dari arah fusuma kamarnya.
"Aruji?"
Ookurikara! Jelas, itu suaranya!
"Y-ya?"
"Kau baik-baik saja?"
"A-aku baik-baik saja."
"Maksudmu, apa keadaanmu sudah membaik?"
Gadis itu sedikit memberi jeda sampai dia menjawab. "Ya."
"Aku bebas piket besok."
"Ya?"
"Jam sembilan. Kalau kau masih ingin ke Yorozuya. Kalau tidak, aku bisa tidur seharian nanti ..."
"Aku akan pergi!" Sontak gadis itu menyahut. "Maksudku, temani aku pergi!"
"Jangan terlambat lagi kalau begitu."
Lalu suara langkah kakinya terdengar semakin menjauh. Gadis itu masih menggenggam amuletnya.
Mungkin, permintaannya kali ini pun terkabul.
❊fin❊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top