14. Uguisumaru・Kousetsu Samonji: Today was Fun!
今日は楽しかった!
Terinspirasi oleh Fanart ini.
Requested by @tamanagichan
Maaf banget nunggu lama dan jadinya cuman kayak gini. Sulit bagiku mendapat wangsit buat nulis fanfic akhir-akhir ini, harap dimaklumi. Semoga suka 😭😭😭
Warning: cliche, cringey, OOC, dsb.
Dan yang paling penting, banyak tipo.
🌿🌿🌿
Citadel suatu hari...
Alergi serbuk bunga yang masal terjadi di awal musim berangsur-angsur mereda bersamaan dengan mulai mekarnya sakura di seputar citadel. Mannenzakura yang berdiri tegap di tengah padang rumput pun terlihat rimbun berwarna merah jambu dengan lanskap langit biru beserta awan mengambang di atasnya.
Indah. Namun hal itu tak membuat mood si gadis sedikit lebih membaik semenjak hampir semua pedang di citadelnya menolak untuk turut bersamanya. Ke dimensi dimana ia selalu kembali.
"Lihat, Aruji. Banyak teh yang mengambang dalam gelasku!" Uguisumaru memperlihatkan gelas tehnya setelah menyeruput satu sesapan.
Si gadis tidak peduli, tangannya bersedekap sambil duduk di samping pria hijau itu dalam diam.
Pemerintah memberi mereka dua hari libur tanpa frontline maupun tetek bengek yang selalu menyibukan seluruh penghuni citadel mengingat pergerakan para pengacau aliran waktu sedikit kendur selama beberapa bulan terakhir. Karena itu, si gadis berencana untuk kembali ke dimensinya untuk sementara waktu, dan mengajak mereka berlibur ke suatu tempat.
"Taman bermain?" Mikazuki bertanya kemudian tertawa, "Kakek-kakek sepertiku tidak akan cocok dengan tempat seperti itu."
Lalu si gadis mencoba mengajak para bocah pedang yang bisanya tidak pernah menolak kemanapun ia mengajak mereka, setidaknya selain hari ini. Dua hari libur oleh rutinitas membuat Shokudaikiri sangat bersemangat, bersemangat sekali untuk membuat berbagai macam kudapan hingga membuar para bocah tak ingin meninggalkan dapurnya.
"Taman bermain?" Tanya Mitsutada dengan tangan sibuk membentuk bulatan dari odonan tepung yang akan dia masak menjadi dango. "Ah kenapa tidak besok saja? Bukankah masih ada satu hari libur lagi?"
Tidak bisa! Harus hari ini!
"Festival di Wizarding World hanya hari ini saja!" Pekik si gadis lalu pergi dengan langkah kesal.
Di dunianya, siapa yang tidak tahu Wizarding World. Sebuah wahana yang ada di sebuah taman bermain yang cukup kondang seantero Jepang, yang mengusung tema sihir berbasis pada novel yang menjadi best seller di seluruh penjuru dunia. Sayangnya, tidak ada yg tahu tentang hal itu di citadel ini. Tusuk demi tusuk mitarashi dango yang Mitsutada buat tentunya lebih menarik air liur mereka keluar dibandingkan wahana yang tidak mereka tahu isinya.
"Maa, maa. Menyerahlah hari ini, kau bisa pergi besok bersama mereka." Ucap Uguisu lagi, kali ini di sebelahnya sudah duduk Kousetsu Samonji yang kemudian membaca beberapa kalimat sutera untuk menenangkan sang tuan.
"Kubilang festivalnya hari ini!"
"Kalau begitu bersabarlah dengan datang kesana sendirian."
Apa? Sendirian?
Dia tidak mungkin datang ke festival seramai itu sendirian. Meskipun kenyataannya gadis itu belum berpasangan, tetapi dia tak ingin tampak menyedihkan untuk berdiri sendiri di tengah lautan manusia.
"Kenapa bukan kalian saja yang menemaniku?"
🌿🌿🌿
Teh dan engawa adalah dua hal yang cukup untuk bisa mendeskripsikan Uguisumaru. Pun Sousetsu dengan suteranya. Siapa yang akan menduga kalau kali ini mereka harus bercampur dalam lautan manusia dan hingar-bingar Jepang di era modern.
"Dan pakaian apa ini?" Uguisu bertanya sambil berulng kali memeriksa jubah hijau kecokelatan yang membungkus tubuhnya.
"Lalu, bagaimana dengan sapu ini, Aruji?" Tanya Kousetsu sambil memperhatikan sapu lidi di tangannya. "Kita tidak akan menyapu tempat ini seharian 'kan?"
"Tentu saja tidak!"
Lalu gadis tuan mereka berlari kecil menuju antrean panjang manusia yang entah mengantre untuk apa.
Uguisumaru sempat mendongkak ketika ia melihat benda yang bergerak, meliuk cepat di sebuah rel di atas mereka mengangkut banyak orang yang sebagian dari mereka berteriak.
"Hotoke-sama, apa itu?" Kousetsu bertanya sebelum dia kembali membaca sutera, mengharap keselamatan yang hakiki.
Satu, dua, tiga jam berlalu hingga giliran mereka tiba.
"Apa, kita mau dipakan?" Si hijau mulai panik saat seorang wanita muda mengencangkan dan memeriksa lagi sabuk pengaman yang kini mengikat tubuhnya.
"Itterasshai!" sang wanita membalas dengan senyum meskipun Uguisu mulai panik, sadar kalau dia pun akan berteriak seperti orang-orang sebelumnya.
Kousetsu?
Tentu saja, tangannya dalam pose bertapa seperti biasa dan dari bibirnya makin jelas terdengar sutera yang dirapal dengan cepat hingga tak seorang pun sadar bahwa dia salah ucap.
Beberapa orang menatap mereka dengan aneh. Tapi si gadis tak peduli. Orang-orang itu pasti mengira kalau Uguisumaru juga Sousetsu hanyalah pemuda kampungan yang baru saja menjamah kota dan ini pertama kali bagi mereka untuk menaiki wahana bernama jet-coaster. Tak apa, pemuda pedang macam mereka tak butuh pencitraan di dimensi ini.
Tuas digerakan, jet-coaster mulai merangkak mendaki relnya. Tak butuh waktu lama sampai ujungnya mencapai puncak, dan akhirnya meluncur turun dengan kecepatan tinggi. Uguisu memekik sementara Kousetsu berusaha menyelesaikan suteranya, walupun di liukan yang membuat posisi mereka terbalik ke bawah, akhirnya kekalemannya pecah oleh teriakannya yang cukup nyaring. "HOTOKE-SAMA, TUNJUKAN KAMI JALANMU YANG LURUS!"
🌿🌿🌿
Si gadis masih ceria bahkan setelah itu. Padahal beberapa kali kedua bilahnya harus berburu toilet agar mereka bias membuang isi perut yang telah teraduk di atas jet-coaster tadi.
Apakah tuan mereka ini terbiasa dengan hal macam ini hingga dia masih bisa tegap berjalan setelah turun? Benar-benar mengerikan!
"Aku butuh teh, ayo kita pulang!" Uguisumaru memegang perutnya. Guncangan yang dia rasakan tadi masih tersisa. Dan demi apapun dia tidak mau lagi diajak ke tempat ini seandainya tuan mereka itu mengajaknya kembali.
"Paradenya bahkan belum dimulai!" Protes si gadis.
Lalu mereka tidak bisa untuk tidak menurutinya. Barangkali, untuk hari ini saja. Uguisu berjanji kalau besok ia akan berjemur seharian di bawah matahari sambil menikmati teh, sementara Kousetsu akan meminta Juzumaru membacakan sutera untuknya. Ah, tapi mungkin tidur melingkar seharian bersama Osayo juga pilihan yang bagus.
Hingga matahari tergelincir di ufuk barat mereka berputar mengelingi setiap sudut tempat, mencoba beberapa wahana lain yang tak kalah menakutkan dibanding jet-coaster. Kousetsu sudah mengikat rambutnya sebelum mereka masuk tamab bermain, namun rambut panjangnya masih menimbulkan masalah dengan tiba-tiba tersangkut di gigi patung ikan hiu saat mereka foto bersama.
Setelah selesai dengan wahana bertema hewan purba, mereka kembali ke venue dimana parade akan diselenggarakan. Tentu saja tidak dengan tangan kosong karena si gadis menjadikannya budak belanja dan mengharuskan mereka membawa barang-barang semacam bola quidditch, topi sihir, dan berbagai pernak-pernik khas sekolah sihir yang akan mereka jadikan oleh-oleh.
"Lihat! Paradenya sudah dimulai!" Ucap si gadis ceria.
Dari ujung venue terlihat banyak orang yang berbaris dengan berbagai macam kostum. Lampu-lampu hias bersinar dari berbagai arah, setiap bangunan yang ada si sana menampilkan gambar surealis dari proyektor mapping. Bahkan di tengah arak-arak ada hewan-hewan aneh yang belum pernah mereka lihat di dunia nyata.
"Apakah hewan macam itu benar-benar ada?" Tanya Uguisu menunjuk ke arah makhluk berkepala rajawali dengan setengah badan yang menyerupai kuda berwarna putih.
"Itu hanya tiruan. Dan makhluk seperti itu hanya ada dalam buku fantasi."
Si gadis sibuk menekan tombol snap pada kameranya, menangkap setiap momen yang dia anggap bagus untuk diabadikan. Kedua bilah yang mengapitnya itu hanya diam, mencoba mengagumi estetika yang ada di depan mata mereka, dan sesekali mencuri pandang ke arah sang tuan yang detik berganti detik tetap tersenyum menatap pawai yang meriah.
Sihir.
Mungkin ini sihir yang sebenarnya ada dalam dimensi ini. Dimana sesuatu yang mistis dianggap tak lagi sakral akan makna. Dimana setiap orang hanya berpikir secara logis, yanh mungkin tak akan pernah berpikir bahwa bilah bersejarah macam kedua pemuda itu akan bercampur dalam lautan manusia.
"Sudah lelah?" Uguisumaru bertanya lembut saat tuannya duduk di kursi panjang, masih di sekitar venue.
"Kakiku pegal," jawab si gadis.
"Kalau begitu mari kita tunggu sampai kakimu baikan," usul Kousetsu. Kemudian mereka duduk berjajar menatap sisa parade, yang kemudian disusul oleh suara kembang api menggelegar memecah angkasa.
Indah.
Mungkin Kasen akan menulis ratusan haiku hanya dengan melihat fenomena ini. Sayang, dia lebih memilih untuk menikmati helai demi helai senbonzakura yang jatuh di masa gugurnya. Itu pun indah, akan tetapi melihat sesuatu yang lebih familiar dengan tuan mereka macam ini pun ada kalanya menjadi penting. Satu, dua, atau mungkin tiga inchi lagi jarak di antara mereka telah terkikis. Menciptakan kedekatan yang tak hanya mengikat mereka sebagai tuan dan pedangnya. Melainkan teman yang akan saling berbagi perasaan.
Seperti perasaan senang yang gadis yang mulai menular pada kedua pemuda yang mengapitnya.
"Hari ini menyenangkan." Ucapnya. "Terima kasih!"
🌿🌿🌿
Terima kasih atas request-nya yg akhirnya rampung. Untuk sementara buku ini bakalan di-hiatusin dulu (helah, lu juga jarang update bgk!) karena saya pengen nyelesain fanfic mas hasebe di sebelah, sama fanfic husbu 3D saya di sebelah lagi. Kalau berminat silakan di-cek juga.
Terima kasih sudah mampir🙏
Bandung, 30 Maret 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top