13. Yamatonokami Yasusada: Jealousy

嫉妬

Yamatonokami Yasusada

Requested by Sikoodil
Maafkeun kalo tidak sesuai harapan.

Warning:
As always, cheesy, cliche, ooc, and typos.

🌿🌿🌿

Citadel suatu hari...

"Aku tidak mau bicara denganmu!" Pekik gadis itu sambil berdiri.

Si biru yang semula masih duduk di atas lantai tatami pun ikut berdiri sambil mencetus tak mau kalah, "Aku juga tidak mau bicara denganmu!"

"HMPPHH!" Kemudian keduanya cemberut dan saling membuang muka bersamaan.

Kiyomitsu yang masih duduk hanya menggeleng melihat keduanya sama-sama keras kepala mengenai penyususan tim front line kali ini. Yasusada adalah kaptennya, akan tetapi dia tidak setuju dengan daftar pedang yang akan menyertainya untuk mencegah penyerangan yang kemungkinan akan terjadi pada tahun keenam Kaei|1|, di sekitar pelabuhan Yokohama.

"Kalau penyerangan dilakukan di dalam Kurobune|2|, maka bukan tidak mungkin ootachi akan kesulitan bergerak karena ruang yang sempit." Kata Yasusada sebelumnya.

Itu kalau para penjelajah waktu memang menjadikan kapal hitam itu sebagai target.

"Memangnya hanya Kurobune saja yang ada di sana?" Gadis itu bersikukuh bahwa bisa saja jikan soukougun justru akan memporak-porandakan sebagian besar wilayah Yokohama pada masa itu.

"Kedatangan Kurobune adalah salah satu catatan penting dalam sejarah. Bagaimana kau bisa lupa? Atau kau memang tidak pernah membaca catatannya, dan di tempat yang kau sebut sekolah itu pun tidak ada yang memberitahumu?" Yasusada memukul meja dengan tangannya yang mengepal. Hari ini sang tuan setingkat lebih keras kepala dibanding biasanya.

Tidak banyak pemuda pedang yang berkumpul di ruang tengah kecuali enam dari mereka yang akan mengemban tugas, menuju era dimana Keshogunan Tokugawa akan kehilangan kekuasaannya.

"Pokoknya aku tidak setuju dengan susunan tim ini!" Ujar Yasusada lagi, membuat Ishikirimaru yang juga berada disana menepuk bahunya pelan.

"Aku tidak keberatan, asal itu perintah Aruji maka akan aku lakukan sampai kekuatan terakhirku." Katanya, kalem seperti biasa.

Yasusada menatap si gadis yang kini seolah menantangnya. Ya, Yasusada tidak punya kuasa untuk memerintah yang lain semaunya. Namun setidaknya sebagai sesama rekan di citadel ini, dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.

"Terserah!" Ucap si biru sebelum melangkah keluar. "Kau bukan Okita-kun, dan rupanya aku terlalu berharap besar padamu."

Apa-apaan?

Okita, Okita, dan Okita! Selalu saja nama itu yang muncul dari bibir Yasusada setiap gadis itu memberi perintah yang tidak disetujuinya.

Memang, siapa yang meragukan kemampuan seorang Okita Souji? Bahkan murid yang hanya mendapat nilai lima dalam pelajaran sejarah seperti gadis itu pun tahu bagaimana nama itu melegenda bahkan turun-temurun hingga jamannya. Kecakapannya akan taktik perang juga ilmu pedang membuat gadis itu kagum, meskipun saat ini dia lebih mendambakan perdamaian dibanding dunia yang penuh pertarungan. Tapi setidaknya sekarang dia harus bertarung, demi aliran sejarah agar tetap sama.

Tapi, semakin sering nama itu ia dengar dari Yasusada, maka semakin terasa kalau dia tidak bisa lagi menyukai nama melegenda yang mereka sebut dengan Okita.

Dia tahu, dia hanya merasa iri. Iri karena hingga saat ini pun Yasusada tetap terpaut pada tuannya yang lama hingga si gadis tak bisa merasa apakah Yasusada
benar-benar ingin berada di bawah kendalinya.

Tidak tidak. Dia tidak ingin mengendalikan siapapun. Dia hanya ingin mereka bisa bertarung. Atas nama sejarah, juga nama-nama besar yang pernah menjadi bagian dari diri mereka.

"Okita, Okita, Okita!!" Gadis itu menghentak lantai dengan napas tertahan. "Kalau sebegitu inginnya kau berharap bersama Okita, kenapa kau tidak kembali kepadanya?!"

"Aruji," kali ini Kiyomitsu berdiri menepuk kedua bahu kecilnya.

Yasusada yang sempat berhenti, lalu terdiam mendengar ucapan sang tuan itu tak berbalik. Namun gadis itu bisa mendengar si biru berkata, "Seandainya aku bisa."

🌿🌿🌿

"Kau tahu Yasusada," ucap Kiyomitsu yang begitu prihatin melihat tuannya tak bergerak sama sekali dari kamarnya sejak hari di mana tim front line mulai bergerak.

"Kau yang lebih tahu," cetus sang tuan membalas.

Tidak ada reformasi tim, gadis itu tetap pada pendiriannya meskipun Yasusada tidak terima. Mereka tidak saling bicara sejak saat itu, dan dia juga tak ingin memulainya andai si biru kembali dari pertarungan nanti.

"Ah, dia sangat menyukai Okita-kun. Tapi bukab berarti dia tidak menyukaimu."

Gadis itu tahu, Kiyomitsu bermaksud menghiburnya. Tapi alih-alih kembali seperti biasanya, gadis itu justru semakin kesal.

"Benarkah, bukankah di akan berhenti membandingkan aku dengan Okita-kun-nya itu seandainya dia memang menyukai dan mengakuiku sebagai tuannya sekarang?"

Kiyomitsu diam. Meskipun ia mengenal Yasusada, tetap saja, mereka adalah bilah yang berbeda. Yang hanya akan saling mengerti ketika mereka saling berbicara. Kiyomitsu sering mengungkapkan betapa dia sangat menyayangi dan ingin disayangi oleh tuannya, tapi Yasusada?

"Kau lapar? Aku akan meminta Hasebe membawa makanan untukmu." Katanya, mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku ingin oden|3|."

"Ini pertengahan musim semi."

"Aku ingin makan itu."

Kiyomitsu menghela napas sebelum mengucapkan kata "baiklah" lalu berniat meninggalkan ruangan itu. Namun ia mengurungkan niatnya saat tiba-tiba suara familiar terdengar bersama pendar emas yang beberapa detik kemudian berubah menjadi sosok Konnosuke.

"Aruji, tim dalam keadaan terdesak!"

🌿🌿🌿

"Yamatonokami!" Lelaki pedang berbaju hijau itu menarik lengan si biru setelah menebas satu musuh yang bergerak di luar keawasan Yasusada.

"Fokuslah, atau kita akan berakhir di sini!" Tambah Ishikirimaru yang membawanya sembunyi sejenak di bawah dek kapal.

Hujan lebat disertai badai mengguyur pelabuhan sejak malam tadi hingga bisa dihitung dengan jari kapal yang berlayar hari ini, termasuk kapal yang mereka tumpangi sekarang.

Ada pergerakan aneh di saat mereka melakukan pengintaian malam tadi. Segerombol orang yang sudah dipastikan berada di pihak keshogunan rupanya telah mengetahui akan kedatangan Kurobune. Yang tidak salah lagi, itu pasti hasil dari perbuatan para penjelajah waktu.

Mereka berniat menyerang kapal uap asing yang kemungkinan tiba di pelabuhan esok hari, tanpa meminta bala bantuan dari keshogunan. Kemungkinan besar, jikan soukougun juga akan membantu mereka. Karena itu Yasusada memutuskan untuk menumpang pada salah satu kapal pedagang yang akan bertolak ke Nagasaki waktu itu dengan menyampingkan keselamatan anggota tim.

Mereka banyak bertarung di bawah dek kapal yang banyak memiliki ruang penyimpanan sempit. Bagi ootachi macam Ishikirimaru, bertarung dengan area macam itu bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak luka kecil yang dia dapat bahkan hanya dalam beberapa puluh menit bertarung. Hal itu membuat Yasusada naik pitam, andai dia lebih bisa meyakinkan tuannya sebelum mereka bertolak.

"Kurobune sudah terlihat! Kita harus cepat bertindak!" Namazuo tiba-tiba muncul, melompati beberapa anak tangga yang menghubungkan ruangan itu dengan dek kapal.

"Kita tidak bisa bertarung sekarang!" Tegas Ishikirimaru. Tangannya masih menopang Yasusada yang kini lemas terduduk meskipun kesadarannya masih tetap siaga. "Yasusada terluka, dan ini semua salahku."

Yasusada tahu betul kalau pedang besar macamnya sangat tidak praktis digunakan dalam ruangan tertutup. Jadi sejak awal Yasusada memang sudah mati-matian melindungi rekannya itu alih-alih menjaga keamanannya sendiri.

"Tidak, kita harus maju atau sejarah akan berubah!" Putus Yasusada.

"Tapi..." Namazuo ragu, kemudian dari atas sana terdengar Aizen berteriak meminta bantuan.

"Tidak. Kita harus mundur!" Ishikirimaru menahan bahu Yasusada saat dia berusaha bangkit. "Atau kau akan patah."

Sejenak mereka terdiam. Meskipun detik berikutnya si biru tertawa getir lalu menatap pemuda yang beratus tahun lebih tua darinya itu dengan lebih intens. "Ishikirimaru-san, apa kau tidak dengar katanya sebelum kita bertolak beberapa hari lalu?"

Si hijau tidak menjawab, hanya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi Yasusada.

"Kalau sebegitu inginnya kau berharap bersama Okita, kenapa kau tidak kembali kepadanya?" Yasusada mengulang lirih kalimat yang dilontarkan sang tuan kepadanya beberapa hari lalu.

Mereka tidak bisa mengulur waktu lebih lama lagi, Namazuo sudah keluar setelah Aizen memanggilnya tadi. Dan di luar sana, pasti mereka juga pemuda pedang yang diikutsertakan dalam tim ini pasti tengah bersusah payah melawan musuh.

"Aku tidak akan kembali. Bahkan walaupun aku harus patah di sini." Yakin Yasusada. "Ini keputusanku sebagai kapten tim. Tapi, Kalian harus kembali saat kita benar-benar terpojok, dan meminta bantuan."

"Tapi..."

"Kita tidak punya banyak waktu!"

🌿🌿🌿

"YA-SU-SA-DA!!" Teriakkan itu menggema di langit Yohohama setelah tebasan terakhir yang Kiyomitsu berikan pada musuh.

"Suaramu kencang sekali, aku jadi pening..." Yasusada masih terkendali oleh kesadarannya, tapi teriakan kesal Kiyomitsu di telinganya tadi cukup memberikan kejutan yang serta-merta merambat ke seluruh tubuhnya yang penuh luka. Bahkan dia harus dipapah dua orang untuk bisa bergerak.

"Sampai berapa kali aku harus mengingatkanmu kalau kita diwajibkan kembali ketika keadaan berubah genting?" Si merah mulai mengomel. Dia tidak tahu lagi apa yang akan terjadi pada tim pertama apabila Konnosuke tak segera datang memberitahukan keadaan.

"Ya, ya, aku akan mengingatnya lagi mulai hari ini..." jawab Yasusada.

"Yasusada sangat kerasa kepala hari ini," ujar Namazuo yang mendapat jatah untuk memapah Yasusada di sebelah kiri sementara Kiyomitsu berada di sisi kanan. Di belakang mereka Ishikirimaru, Aizen, Nihongo, yang juga harus menderita banyak luka kini mendapat bantuan dari anggota tim kedua.

"Yasusada," panggil si merah sementara kaki mereka terus melangkah menuju tempat yang lebih strategis untuh menjalankan mesin waktu.

"Hm?"

"Kau tidak sengaja untuk patah kan?"

"Saa...|4|"

Kiyomitsu menghela napas lalu bergumam, "Cemburu itu memang merepotkan..."

Entah, partner-nya itu mendengar atau tidak. Yang jelas kini Yasusada terasa lebih berat bertumpu menitipkan diri padanya juga Namazuo. Mungkin kesadarannya tengah pergi untuk sementara waktu.

🌿🌿🌿

"Sakit!" Pekik Yasusada sambil menepis tangan Kiyomitsu yang tengah mengoles obat pada lukanya.

"Jangan berteriak seperti wanita! Telingaku sakit, dan kau tidak akan sembuh kalau terus menepis tanganku!" Si merah mengomel lagi. Entah sudah ke berapa kali semenjak ia siuman pagi ini.

Hanya ada mereka berdua di ruang perawatan. Yang lain sudah selesai sejak semalam, meskipun kini beberapa dari mereka terpaksa harus beristirahat hingga pulih total di kamar masing-masing, termasuk Ishikirimaru yang lukanya kurang lebih sama parahnya dengan Yasusada.

"Dia menangis," ucap Kiyomitsu kemudian. Desibel suaranya terasa mengecil. "Bahkan lebih menjadi dibanding saat dia membaca suratmu di saat pergi kiwame."

"Padahal dia sendiri yang ingin aku kembali pada Okita-kun?" Pipi Yasusada sedikit mengembung.

"Yasusada," Kiyomitsu mencoba melunakkan hatinya yang sekilas mengeras begitu dia mengingat kata-kata gadis itu sebelumnya. "Manusia itu adalah makhluk penuh ironi, itu yang pernah kudengar dari Aruji. Kadang, apa yang mereka katakan tak selalu sinkron dengan hatinya. Begitu pun dia. Yang selalu berpikir kau tak akan pernah menyukainya selama bayangan Okita-kun masih menguasaimu."

"Tidak begitu! Aku tidak pernah bilang kalau aku tidak menyukainya!"

"Lalu apakah kau pernah bilang kalau kau menyukainya?"

Yasusada bergeming. Kembali memutar ingatannya selama berada di citadel hingga saat ini.

"Yasusada, tidak sedikit perasaan yang harus kau katakan agar bisa tersampaikan."

Benar. Selama ini tidak banyak waktu yang dia gunakan untuk berakrab-akrab dengan tuannya karena dia terlalu sibuk dengan dirinya sendiri yang tak juga bisa menerima bahwa Okita Souji bukan lagi tuannya, juga dia yang merasa tidak bisa sesupel Kiyomitsu yang tanpa enggan berkata sayang, dan mengharap perasaan yang sama datang padanya.

Kiyomitsu datang kemari jauh lebih dulu dibanding dia, tapi satu-satunya yang membuat Yasusada iri adalah bagaimana dia bisa mengungkapkan perasaannya tanpa membebani dirinya sendiri.

"Ah, Aruji! Sejak kapan kau berada di sana?"

Lamunan Yasusada membuyar saat dia mendengar kalimat terakhir Kiyomitsu. Fokusnya segera beralih ke arah yang sama di mana si merah memandang. Ke arah pintu geser yang sedikit terbuka, di mana gadis itu berdiri ragu dengan tangan meremas ujung kimono-nya.

"Kebetulan, aku bosan mengobati luka Yasusada. Dia selalu berteriak seperti anak perempuan. Kau saja yang mengobatinya!" Kiyomitsu meletakkan kotak obat, lalu melenggang keluar.

Kemudian yang tersisa di sana hanyalah mereka berdua, dan kecanggungan yang menyelimuti.

"Aku..." mereka mengucapkan satu kata itu bersamaan hingga level kecanggungan setingkat lebih tinggi.

Beberapa puluh detik kemudian si gadis memecah keheningan dengan memulai pembicaraan lebih dulu.

"Aku ingin bicara denganmu..."

"Oh ya? Bukankah kau bilang tidak ingin bicara denganku?" Yasusada mencibir, meskipun cengiran usil kini terlukis di wajah imutnya.

"Kau juga bilang tidak ingin bicara padaku!" Kini si gadis yang melempar telunjuk ke arahnya.

Sejenak hening kembali datang, namun kali ini tawa kecil mereka yang kemudian memecahnya.

"Mau mengobati lukaku?" Tanya si biru.

"Tentu saja. Asal kau tidak berteriak seperti perempuan..."

"Cih." Yasusada mendecih sambil menyiapkan mentalnya karena dia pun tahu kalau sang tuan seribu kali lebih ceroboh daripada Kiyomitsu. Bisa saja lukanya lebih parah setelah ini.

🌿🌿🌿

Note:
1. Tahun keenam kaiei: dalam perhitungan masehi berarti tahun 1853
2. Kurobune: merujuk pada kapal uap dibawah komando Mathew Perry yang datang ke Yokohama pada tahun 1853. Disebut kurobune karena menurut cerita, warnanya hitam.
3. Oden: makanan jepang yg hanya ada di musim dingin.
4. Saa: entahlah.

FIN.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top