12. Tsurumaru Kuninaga: Tsuru wa Soto, Fuku wa Uchi!

Tsurumaru Kuninaga

鶴は外、福は内!
Requested by @nisri_mikatsuru yang katanya kalo nggak salah pengen ngerombak citadel.

Sangat krik-krik, tapi semoga kisanak menyukainya sebagai salah satu asupan akan cintamu pada si bangau tongtong. /ngacir sebelum dilempar tombak/

Warning: cliche, krik-krik, and contains of massive typos (perhaps)

Enjoy then!

🌸🌸🌸

Citadel suatu hari…

Musim dingin berada di penghujungnya. Musim semi siap menyambut. Seperti biasa, citadel selalu penuh dengan canda dan tawa milik para penghuninya.

"Aku ingin kolam renang!" Ucap si gadis. Tangannya membawa setumpuk majalah tentang dekorasi rumah, lalu menjatuhkannya di atas meja kotatsu yang hingga penghujung musim dingin ini pun masih setia menemani para pedang untuk menghangatkan kaki mereka.

"Mustahil!" Cetus Hasebe. "Kolam renang tidak akan cocok dengan bangunan bergaya Jepang seperti ini!"

Itu hanyalah alasan tambahan. Alasan sebenarnya adalah, Hasebe tidak ingin menyiakan sisa harta karun yang mereka temukan di bawah tanah benteng Osaka hanya untuk membangun sebuah kolam renang. Bukan hanya kolam renang, tuannya itu juga berkata bahwa dia ingin membangun pusat kebugaran, dan juga taman hiburan di salah satu ladang, juga padang rumput dekat pohon mannenzakura.

"Kalau begitu, ayo kita renovasi citadel agar sedikit lebih modern!" Kukuh si gadis, lalu membuka salah satu lembar majalahnya. "Gaya mediterania. Lihat, seperti istana bangsawan Eropa! Indah kan?!"

Lalu pada akhirnya Hasebe mengikuti keinginan sang tuan dengan memberangkatkan satu tim untuk kembali menggali harta karun demi lancarnya renovasi citadel kesayangan mereka itu.

🌸🌸🌸

"Hah?! Renovasi katamu?!" Izuminokami bersedekap. "Mau menjadikan tempat ini kebarat-baratan 'kan maksudmu? Aku tidak setuju!"

"Kenapa? Bukankah akses akan lebih mudah kalau kita merenovasi citadel dengan model seperti itu?" Si gadis tetap bersikukuh. Paling tidak Hasebe sudah mengiyakannya, jadi tinggal mendapat persetujuan dari sebagian besar penghuni citadel, maka keinginannya untuk memiliki istana yang indah akan terwujud.

Bukankah menyenangkan kalau kisah mereka kelak ditulis dengan judul " Kisah Putri dan Pedang-pedang Tampannya"?

Baiklah dia mulai berkhayal.

"Mudah atau apapun aku tidak setuju!" Kukuh Izuminokami.

Tuan mereka mengembungkan pipinya lagi, lalu dia beralih ke arah Kunihiro. Pemuda kecil itu pun hanya mengangkat kedua bahunya saat si gadis tuan mereka berkedip-kedip mengisyaratkan agar dia membujuk partner-nya itu mengingat kemungkinan bahwa Izuminokami akan lebih mendengarkan perkataan Kunihiro.

"Aku setuju saja kalau itu maumu," ujar Mutsunokami yang juga berada di sana.

"Dasar budak weternisasi! Ini bukan masalah Aruji ingin atau tidak, tapi tentang tradisi dan nilai historis yang ada di sini! Sebagai warisan budaya, apakah kau tidak malu?" Kini Izuminokami mencecar pemuda ber-montsuki oranye itu.

"Tuanku mengajarkan hal yang berbeda dengan tuanmu yang hanya budak feodal itu!" Balas pemuda berambut mencuat itu.

"Apa?! Sekarang kau berani menghina tuanku, hah?!"

"Kau yang mulai!"

Lalu ruangan itu memanas. Si gadis semakin kesal karena bukan hanya inti pembicaannya yang terabaikan. Juga mereka mulai membanding-bandingkan tuan mereka terdahulu tanpa berpikir bahwa dia, dia yang berada di depan mereka ini lah tuan mereka sekarang.

"STOP!!" Teriaknya sambil berdiri. "Aku berubah pikiran, lakukan sesuka kalian!" Lalu dia melenggang pergi setelah selesai mengucapkan kalimatnya itu dengan kaki yang sengaka ia hentakkan di atas lantai tatami. Agar mereka mengerti, kalau dia marah.

"Arama...," Hasebe menepuk dahinya.

🌸🌸🌸

Padahal dia hanya ingin memberi napas lain di citadel karena kebosanannya akan interior yang itu-itu saja benar-benar membuatnya jenuh. Apa salahnya tinggal di tempat modern? Bukankah akan sama saja asal mereka tidak lupa asal-usul mereka sendiri?

"BWAAAA!!"

Di tengah pikirannya itu, si gadis nyaris terjungkal saat seseorang mengangetkannya dari belakan hingga jantungnya serasa bergeser beberapa derajat.

"Tsurumaru!!" Pekiknya kesal.

"Sepertinya kau sedang tidak ceria, jadi alu memutuskan bahwa hari ini aku akan menghiburmu!"

Tidak butuh! Ingin sekali gadis itu berkata demikian, tapi dia malas.

"Lihat ini!" Bangau albino itu menyodorkan kotak kecil berisi kacang kedelai panggang.

"Bukannya ini kacang untuk setsubun besok? Mitsutada bisa menggantungmu kalau dia tahu kau mencurinya." Kata gadis itu. Dia baru ingat kalau perayaan setsubun jatuh esok hari. Dia melupakan itu karena terlalu sibuk dengan rencana renovasi citadel.

"Dia tidak akan tahu, karena persediaan kacang di dapur sangatlah banyak!" Tsurumaru percaya diri lalu menjumput kacang itu dan memasukkan ke dalam mulutnya. "Kau tidak mau?"

"Tidak. Terima kasih."

"Hmmm, apa boleh buat. Aku kuajak kau bertualang agar kau tidak lagi bosan!" Lalu pemuda putih itu berdiri. "Ayo ikuti aku!"

🌸🌸🌸

"Aman!" Pemuda itu mengangkat ibu jarinya lalu mulai berjingkat diikuti oleh si gadis yang mau tak mau terus mengekorinya.

Terserah. Dia kesal hari ini. Kalau kejahilan yang akan dia lakukan bersama bangau ini bisa membuatnya senang, kenapa tidak?

Di dapur hanya ada suara air yang sudah hampir mendidih namun tak ada seorang pun disana.

"Aruji, apa kau lapar?" Tanya Tsurumaru.

Sudah lima jam sejak sarapan berakhir, mungkin sudah saatnya perutnya sedikit keroncongan. Tapi, jam makan siang belum tiba.

"Hm, kekesalanku tadi mungkin sudah membuatku lapar."

"Bukannya kau memang lapar setiap waktu?"

"Jangan diteruskan, aku tidak mau dengar!"

Tsurumaru terkekeh lirih. Kemudian dia beralih ke arah nampan berisi tumpukan ehoumaki yang sangat banyak. Mungkin diambil sebuah, dua buah tidak akan membuat Shokudaikiri Mitsutada ataupun Kasen yang membantunya di dapur hari ini tahu. Tsurumaru menarik plastik warper lalu membungkus dua dari ehoumaki itu sebelum dia masukan ke dalam saku pada lengan kimono-nya.

Setelah itu mereka beranjak ke halaman belakang, berteduh di bawah pohon aprikot lalu membuka pembungkus sushi panjang itu.

"Bukankah seharusnya kita makan ini besok? Mungkin kita bisa kualat kalau memakannya sekarang!" Ucap gadis itu, masih cukup waras untuk tidak terlalu terperngaruh oleh kenakalan si bangau albino.

Ditambah, mereka mengambilnya tanpa sepengetahuan Mitsutada maupun Kasen.

"Kau ini," pipi Tsurumaru mengembung. Tapi ide baru segera muncul setelahnya. Dia mematahkan salah satu ehoumaki menjadi dua. "Lihat, ehoumaki akan menjadi makizushi biasa kalau kau memotongnya. Jadi jangan takut kualat. Kalaupun kualat, pasti aku yang akan menerimanya karena aku yang mengajakmu memakannya."

Merasa kata-kata pemuda itu cukup meyakinkan, si gadis menerima lalu memakan makanan itu.

🌸🌸🌸

Babak kedua, Si gadis menatap syal yang tergantung di penjemuran. Kalau tidak salah, dia merajutnya musim dingin lalu untuk Hasebe.

"Mau kau apakan syal itu?" Tanya gadis itu begitu melihat Tsurumaru menarik ujung syalnya lalu berniat membawanya pergi.

"Hasebe begitu serius akhir-akhir ini. Dia harus dikagetkan agar bisa sedikit lebih santai..."

Baiklah, si gadis masuk dalam rencana itu. Mereka kembali ke bawah pohon aprikot. Kali ini pemuda itu memanjat dahan demi dahan hingga dia berhasil mencapai dahan paling tinggi yang bisa ia panjat untuk menggantungkan syal itu.

Luar biasa!

"Selanjutnya..."

"Masih ada selanjutnya?"

"Ayolah Aruji, ini bahkan belum tengah hari. Masih ada waktu untuk melakukan kejahilan-kejahilan hakiki."

Kemudian si bangau membawanya ke ladang.

Entah apa yang akan dia lakukan, tapi kali ini dia membawa jaring cukup besar yang dia ambil dari kandang kuda.

"Untuk apa?" Tanya tuannya.

"Kau akan tahu nanti. Bantu aku dulu sekarang!"

Si pemuda mulai menggali lubang.

🌸🌸🌸

Menjelang sore hari, di dapur...

"Kasen-kun, kalau tidak salah kita sudah membuat ehoumaki genap sesuai jumlah penghuni citadel 'kan?" Shokudaikiri Mitsutada bertanya setelah dia menghitung makanan di atas nampan.

"Iya, kenapa memang?" Pemuda berkepala magenta itu membalas sementara tangannya sibuk mencuci perkakas.

"Hilang dua."

Lalu di waktu yang sama, halaman belakang...

"Hasebe, galahnya kurang tinggi. Kenapa kau tidak memanjat saja?" Kiyomitsu cemberut saat dia harus membantu rekannya itu untuk mengambil syal yang gemulai tertiup angin di salah satu ranting pohon aprikot.

"Tidak mungkin! Terlalu tinggi!"

"Heee, sejak kapan kau takut ketinggian?"

"Berisik!"

Pipi Kiyomitsu makin mengembung. "Aku menyerah. Akan kupanggilkan Yamanbagiri untuk membantumu memanjat!"

Yang terakhir, ladang...

Si gadis bersembunyi di balik si putih yang sudah bersiap dengan rencananya. Dari arah yang cukup jauh, terdengar suara Bakumatsu-gumiーminus si merah Kiyomitsu datang membawa peralatan bertani mereka.

Piket ladang sudah selesai, semua bibit padi sudah tertanam rapi. Tinggal dipupuk dan dirawat hingga panen di musim gugur tiba.

Tapi, keributan tetap berlangsung antara Izuminokami dan Mutsunokami yang sampai saat ini pun masih berdebat meneruskan pertengkaran mereka pagi tadi.

"Satu, dua, tiga!" Pemuda yang bersembunyi di balik batang pohon bersama tuannya itu menarik tali hingga tanah lembab di bawah kaki para Bakumatsu-gumi itu bergerak, memunculkan jaring yang akhirnya membungkus mereka bersamaan.

"Apa-apaan ini?!" Yasusada bergumul dengan jaring, pemuda pedang lain yang lebih besar darinya mendorong hingga dia tidak bisa bergerak lagi. Begitu pula dengan Kunihiro.

"Apa yang kau lakukan pada sebilah Hachisuka Kotetsu!? Dan kenapa aku harus terjebak bersama si palsu ini?!"

"Mutsunokami, kau menginjak rambutku!!"

"Jangan salahkan aku! Kenapa tidak kau pangkas saja rambut iklan sampomu itu?!"

"Haaah?!"

🌸🌸🌸

"TSU-RU-MA-RU KU-NI-NA-GA!!" Hasebe berteriak, tepat di telinga kanan si bangau albino. "Berdiri di sana!" Lalu si penanggungjawab citadel itu menunjuk tanah kosong di halaman belakang.

Tsurumaru menurut. Setelah itu berbondong-bondong para bocah tantou datang membawa kotak berisi kacang setsubun.

"Lempari dia sesuka kalian," Hasebe berkata enteng lalu melenggang pergi meninggalkan si putih yang terkejut.

"Oiii, aku bukan Oni!"

"Tsuru wa soto, fuku wa uchi!"

"Tsuru wa soto, fuku wa uchi!"

Para bocah tidak mendengar protes yang diutarakan si pemuda albino. Mereka terus mengejar Tsurumaru dan melemparinya dengan kacang setsubun.

Sementara, gadis tuan mereka duduk di tengah kakek-kakek yang seperti biasa duduk di engawa sambil ngeteh dan bergosip.

"Ha, ha, ha..., jadi Tsurumaru sedang kualat ya." Mikzuki tertawa.

"Harusnya kau juga 'kan?" Uguisu menyindir hingga gadis itu tertawa malu.

Renovasi yang dia rencanakan gagal, tapi dia cukup gembira hari ini. Mungkin, rencana renovasi akan dia rombak besok, besoknya lagi, atau malah mungkin tidak perlu?

🌸🌸🌸

Note:

Setsubun

Setsubun (節分, pembagian musim) adalah nama perayaan sekaligus istilah yang digunakan di Jepang untuk hari sebelum hari pertama setiap musim. Dalam satu tahun terdapat 4 kali hari pertama setiap musim: risshunrikkarishū, dan rittō. Istilah "setsubun" sekarang hanya digunakan untuk menyebut hari sebelum risshun (hari pertama musim semi) sekitar tanggal 3 Februari, sedangkan hari-hari setsubun yang lain sudah terlupakan.
(Casually copying from Wikipedia)

Ehoumaki

Sushi yang dimakan pas setsubun. Makannya harus langsung sampai habis nggak boleh berhenti di tengah jalan. Katanya, makannya sambil batin berdoa tentang apa dipengenin sambil menghadap arah yang ditentukan tiap tahunnya.

Isinya dibuat dari tujuh macam bahan yang mewakili 7 dewa menurut kepercayaan jepang.

Sedikit curhat, dulu saya sering dapet ehoumaki tiap tahunnya. Cuman dulu saya (dan teman-teman) belum tau tentang setsubun dan tetek bengeknya, jadi makannya dipotong-potong kayak makan makizushi biasa wkwkwkw.

Dan

Tsuru wa soto, fuku wa uchi!

Adalah plesetan  dari Oni wa soto, fuku wa uchi! Yaitu kata-kata yang diucapkan saat setsubun sambil lempar kacang.

Seqian.
Dan terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top