Antitoksik untuk Plantae
Ruangan ini luas. Tembok-tembok yang belum diberi warna mulai dijalari tumbuhan. Lantai yang masih terpoles semen pun penuh dengan lumut. Tidak ada lampu yang terpasang pada dudukannya di langit-langit ruangan. Pun langit mendung yang terlihat dari bagian yang terbuka membuatku sadar bahwa orang itu telah membawaku ke proyek pembangunan yang terbengkalai.
Pemuda bergaris wajah tegas itu tersenyum miring. Dia berjalan mendekat—sehingga harum parfumnya memekat—dan berbisik di telingaku. "Jadi … kau memiliki kemampuan itu, Zara?"
"Romerus …," desisku. "Apa yang kamu inginkan?"
Romerus menjauhkan diri. Lengkungan seringai yang penuh misteri masih belum meninggalkan wajahnya. "Kau pasti sudah mengetahui bahwa akulah dalang dibalik banyak penculikan anak beberapa waktu ini, bukan?"
"Kamu?"
"Aku mengetahuinya. Sama seperti kau mengetahui bahwa akulah otak penculikan." Romerus mengeluarkan sebuah pisau lipat dari celana abu-abunya. "Aku begitu tidak profesional, Zara, hingga ternyata meninggalkan bukti dalam penculikan-penculikanku. Polisi masih menduga-duga, tapi, kau tahu pasti bahwa akulah dalangnya."
Aku melempar pandangan tajam ke arah Romerus yang memainkan pisau lipatnya dengan tenang. Seragam putih abu-abunya yang terlihat rapi kontras dengan milikku, membuatku kembali menyesal pernah menawarkan pertemanan pada Romerus.
"Aku mengerti, kau berada bersamaku lebih sering daripada polisi-polisi itu. Tentu lebih mudah untukmu mencurigai perubahan tingkah laku dan memata-mataiku sekaligus."
Seringai Romerus menghilang dan menatap lurus ke arahku. "Tapi, Zara—" Romerus berhenti dan melempar pisau lipat di tangannya ke arahku. Aku mengangkat telapak tangan dan pisau itu langsung menghilang. Refleks. "—kau yang akan menyelamatkanku."
"Kamu gila!" Aku masih mengarahkan telapak tanganku ke depan, mengantisipasi jika Romerus kembali bertingkah gila. Tidak! Aku tidak bisa melakukan apa yang Romerus inginkan.
Kemampuan menghilangkan benda yang kumiliki ini mungkin sudah ada sejak lahir. Aku mengetahuinya saat usiaku empat tahun. Aku tidak pernah membicarakannya dengan siapa pun. Tapi, entah bagaimana Romerus bisa mengetahuinya. "Berhentilah, Romerus! Aku tidak akan melaporkanmu ke polisi kalau kamu menghentikan semua penculikanmu dan melepaskan anak-anak itu!"
Romerus tersenyum puas. "Tidak, Zara." Dia kembali mengeluarkan tiga bintang dengan kelima ujung yang tajam dan langsung melempar semua shuriken itu ke arahku. Aku menunduk untuk menghindari salah satunya dan mengangkat tangan untuk meraibkan sisanya.
"Romerus! Hentikan!"
"Kau akan menghilangkan semua bukti kejahatanku dengan cara yang sama seperti kau menghilangkan semua senjata yang membahayakan nyawamu tadi, Zara."
"Tidak akan, Romerus! Aku tidak akan melakukannya untukmu."
Romerus menepuk tangannya tiga kali dan tersenyum miring. "Kau akan."
Dari sudut ruangan, dua pria bertubuh kekar keluar dengan mengapit seorang gadis di tengah mereka.
"Zeta!" Aku mengalihkan pandangan. "Apa yang kamu lakukan ke adikku?" tanyaku tajam.
"Aku tahu dia tertarik padaku. Lalu aku menjebak, menculik, dan memanfaatkannya untuk mengancammu. Itu saja."
"Kamu benar-benar gila!" Aku menilik penampilan adikku yang sama berantakannya denganku. "Kamu tidak apa-apa?" tanyaku pada Zeta.
Zeta menggelengkan kepala karena mulutnya ditutup. Namun, air mata yang mengalir di pipi serta raut ketakutan yang sangat jelas tergambar di sana cukup untuk Zeta mengekspresikan bahwa dia tidak merasa baik.
"Lepaskan adikku, Romerus."
Romerus memberi perintah kepada kedua anak buahnya untuk melepaskan Zeta dan pergi meninggalkan kami bertiga. Zeta langsung berlari dan memelukku begitu ikatannya dilepaskan.
"Jika kau tidak menuruti keinginanku, bukan hanya Zeta, kau pun akan menjadi korban selanjutnya, Zara. Baik kau maupun Zeta tidak akan berkumpul dengan keluarga kalian lagi."
"Untuk apa kamu melakukan semua ini?"
"Untuk mengembalikan apa yang telah kalian hancurkan."
"Apa maksudmu?"
"Kalian manusia telah merusak alam, Zara. Eksistensi tumbuh-tumbuhan hijau telah berkurang sangat pesat dibandingkan seabad yang lalu. Kerusakan alam memicu melemahnya satu pohon besar yang ada di hutan. Tanpa kalian manusia tahu, kaumku, peri hutan, sangat bergantung kepada pohon itu. Aku tidak tahu dari mana kau berasal hingga memiliki kemampuan menghilangkan benda seperti itu. Tapi, yang penting, aku membutuhkannya."
"Kamu bohong! Tidak ada peri di dunia ini."
"Kau memiliki kemampuan yang tidak mungkin ada di dunia ini, Zara. Seharusnya kau percaya kalau kami para peri juga nyata."
Aku terdiam. Seberapa nyata pun kata-kata Romerus, aku tetap tidak bisa menerimanya begitu saja. "Kalau begitu, mengapa kamu harus menculik banyak anak? Mereka tidak akan memperbaiki alam yang rusak."
Romerus tersenyum sinis. "Kau salah, Zara. Jika kau lebih pintar, aku tidak mengambil anak dengan sembarangan. Aku memilih anak dengan darah dari 12 bulan yang memiliki hati bersih. Dalam kitab kami, darah mereka bisa menjadi antitoksik dan menyembuhkan pohon kehidupan itu. Kami hanya memerlukan beberapa tetes darah mereka."
Pikiranku kembali memutar semua fakta yang kutemukan. Dan memang aku tidak pernah berpikir hingga seperti itu. Tapi ….
"Dan kamu … aku dan Zeta …."
"Kau benar. Kalian berdua memiliki bulan kelahiran yang berbeda dan yang kubutuhkan. Dua anak dari dua bulan terakhir. Aku tak pernah sekali pun meragukan kebaikanmu sejak kau menawarkan pertemanan kepadaku. Dan Zeta, aku selalu ingat si kecil pemalu yang sering merelakan bekalnya untuk orang lain. Kalian berdua sangat kubutuhkan, Zara. Tapi, jika kau menghilangkan semua bukti kejahatanku, aku akan melepaskan kalian berdua."
"Kamu bisa meminta teman-teman perimu untuk menghilangkan semua buktinya."
"Tidak pernah ada peri hutan yang memiliki kemampuan itu, Zara. Peri hutan diciptakan untuk menjaga dan melestarikan, bukan menghilangkan."
Aku masih mencerna semua yang baru saja Romerus ceritakan. Romerus hanya ingin membantu kaumnya, namun cara yang dipilihnya tidak benar. Tapi ….
"Romerus, kamu bilang kalian hanya memerlukan beberapa tetes darah saja, bukan?"
Romerus terdiam sesaat sebelum membalas. "Ya, hanya beberapa tetes."
"Kalau begitu, aku ingin kita membuat kesepakatan."
Romerus melempar pandangan skeptis. "Lelucon apa yang sedang kau mainkan?"
Aku menggeleng tegas. "Aku tidak sedang bermain, Romerus. Aku benar-benar akan menghilangkan semua bukti yang menyulitkanmu."
"Apa yang kau inginkan?"
"Lepaskan semua anak yang telah kamu culik."
"Zara—"
Aku mengangkat tangan. "Aku belum selesai. Aku yang akan mengambil beberapa tetes darah mereka untukmu. Aku juga akan memberikan darahku dan darah Zeta kepadamu."
Romerus semakin menajamkan tatapannya ke arahku. "Kau tidak akan memberikan itu semua dengan cuma-cuma. Imbalan apa yang kau inginkan?"
Aku menghela napas. Melihat sebuah celah, keinginan yang sempat kupendam kini menyeruak kembali. "Aku ingin kamu membantuku mencari alasan kenapa aku bisa memiliki kemampuan ini."
"Kak Zara?"
Aku memeluk Zeta semakin erat. "Zeta, nanti Kak Zara jelaskan semuanya." Aku kembali berfokus pada Romerus. "Bagaimana?"
"Tapi, aku benar-benar tidak tahu."
"Kamu pasti tahu lebih banyak dari yang kutahu, Romerus."
"Tapi—"
"Demi pohon itu."
"Tapi—"
"Kalau begitu bantu aku sebagai temanmu!"
Raut wajah Romerus melunak. Pemuda itu menghabiskan beberapa detik untuk terdiam sebelum akhirnya berkata, "Baiklah. Aku menyetujuinya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top